-->
Pengaruh Amerika Serikat Di Asia
PERANAN AMERIKA SERIKAT DI KAWASAN PASIFIK SELATAN
PENDAHULUAN
Adalah agak susah membicarakan “peranan Amerika Serikat (AS) di tempat pasifik Selatan (KPS)” dari Administrasi Clinton yang belum satu tahun mengambil alih kepemimpinan AS dari tangan penlampaunya, Presiden George Bush. Ada beberapa alasan untuk hal ini. 
Pertama manajemen Clinton masih “meraba-raba” bagaimana bentuk dan arah politik luar negeri yang harus dijalankan dalam periode pasca-Perang Dingin, oleh alasannya yaitu Presiden Clinton tidak mempunyai pengalaman politik luar negeri. . Kedua, Clinton memenangkan pemilihan dengan berkampanye atas dasar proposisi bahwa AS harus memdiberi prioritas puncak pada restrukturisasi domestik AS , dan dalam rangka restrukturisasi domestic itu ia menempatkan kepentingan ekonomi AS pada urutan teratas dari politik luar negerinya.Ketiga, tempat Pasifik Selatan yang hampir tidak pernah memperoleh perhatian khusus dari negara-negara besar semasa Perang Dingin, alasannya yaitu tidak sedikitpun ialah bahaya bagi kepentingan geopolitik maupun strateginya masing-masing, terperinci luput dari pemerintah Clinton. 

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT SELAMA PERANG DINGIN
Kepentingan nasional Amerika Serikat
Politik luar negeri AS selama Perang Dingin, sebagaimana juga Uni Soviet, berserius kepada keamanan (nasional dan internasional). Berbeda dengan konsep keamanan sebelumnya yang pada dasarnya spesialuntuk mengandung dimensi militer, konsep keamanan yang dikembangkan di AS secara sistematis, terutama semenjak zaman McNamara (akhir 1960an atau pertama 1970an) mempunyai politik/diplomatik, ekonomi, sosial dan militer. melaluiataubersamaini demikian, politik luar negeri AS itu mencakup banyak sekali kebijakan, terpenting yaitu kebijakan diplomatik,kebijakan ekonomi, dan kebijakan keamanan/militer.[1] Sesungguhnya ini yaitu suatu ”grand strategy” yang didasarkan kepada pementingan faktor-faktor kekuatan geopolitik dalam banyak sekali konfigurasinya dan kemampuan berperang. Implikasi dari taktik ini yaitu bahwa keamanan nasional AS terletak pada ”superioritas relatif ekonomi dan teknologinya” terhadap setiap musuh potensialnya. Sesuatu kekuatan absurd atau kelompok kekuatan absurd gres menjadi bahaya bagi keamanan nasional AS apabila ia bisa melemahkan ekonomi AS atau membuatkan kemampuan industrial yang menyamai atau melebihi kemampuan berperang AS. Dalam hubungan ini, bahaya utama ialah suatu negara atau koalisi negara yang berhasil menguasai Eurasia.[2]

Pengertian ”keamanan nasional” AS diperluas, tidak terlepas pada dimensi militer saja, yaitu mempertahankan integritas wilayah nasional. Ia juga berarti mempertahankan nilai-nilai inti bangsa, ideologi, dan budaya, ekonomi serta politik. Ia juga ialah nilai-nilai intrinsik yang sangat berharga sebagai dasar suatu lingkungan eksternalnya dengan visi domestiknya itu.[3]

Perkembangan Sistem Hegemoni Amerika Serikat
Integrasi ekonomi yang internasional yang terbentuk, dimenolong oleh koordinasi politik dan pertahanan dalam menghadapi Uni Soviet dan sekutunya ialah penyebab dan sekaligus hasil dari pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh mayoritas negara dalam sistem hegemoni AS. Hubungan positive-sum antara integrasi internasional dan pertumbuhan ekonomi tergantung tidak spesialuntuk dari kepentingan nasional negara-negara yang bersangkutan, melainkan juga dari kekuasaan dan imbas AS serta kesediaan dan kemampuannya untuk menanggung beban terbesar dari biaya yang diperlukan.Hal ini menjadikan defisit ganda AS, yaitu anggaran belanja dan defisit perdagangan. 

Dalam perkembangannya, sistem hegemoni AS menjadi semakin longgar dan heterogen. Terintegrasi negara-negara itu dengan ekonomi pasar global tidak berarti mereka spesialuntuk mengikuti kemauan AS. Cukup banyak diantara mereka yang menentang kebijakan-kebijakan tertentu dari AS, justru beberapa negara kelompok inti, yang semakin berpengaruh ekonomi dan keuangannya. Semakin ”mandiri”nya negara-negara dalam sistem hegomoni AS itu juga alasannya yaitu diakibatkan oleh kebijakan AS sendriri yang mencoba mengusahakan: 

Mengubah sistem negara-negara nasional yang merdeka di Eropa Barat menuju ke persatuan politik (political Union) dan ekonomi yang bisa mempertahankan dirinya sendiri dan memmenolong memelihara integritas, keamanan dan ketertiban sistem internasional. 
Memdiberi menolongan ekonomi dan metode yang cukup besar bagi negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan impian sanggup mendorong terjadinya transformasi forum dan budaya tradisional menjadi masyarakat beragam dengan lembaga-lembaga politik yang demokratik serta ekonomi pasar yang semakin produktif.

Kenyataannya, kedua tujuan itu tidak tercapai. Namun cukup besar bagi negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan impian sanggup mendorong terjadinya perubahan-perubahan besar selama dasawarsa 1970 dan 1980. Tetapi juga banyak masalah-masalah besar yang dihadapi AS. Hasil-hasil yang dicapai tidak cukup besar untuk mengurangi secara berarti beban AS dalam menjamin keamanan, ketertiban dan efektivitas berfungsinya sistem internasional yang dibangunnya. Hal ini berakibat: 
  1. lunturnya kemauan dan kemampuan rakyat AS untuk terus menerus menanggung beban biaya yang tidak simbang demi integrasi ekonomi dan koordinasi politik dan keamanan 
  2. meningkatnya motivasi dan kemampuan negara-negara lain untuk bertindak sesuai dengan kepentingan-kepentingan berdasarkan persepsi mereka sendiri. 
Strategi Wilayah Amerika Serikat 
Dari lima taktik wilayah AS: Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah dan Asia Barat Daya, Asia Timur dan pasifik, dan Afrika, spesialuntuk 3 (tiga) wilayah memperoleh priorotas tertinggi, dengan urutan prioriasnya sebagai diberikut: 
  1. Eropa. Disinilah kedua adidaya dengan nelompok negara inti dari sistem hegemoninya masing-masing berhadapan disegala bidang, termasuk senjata nuklir (NATO & EEC dan Pakta Warsawa & Comecon). 
  2. Asia Timur – Pasifik. Di wilayah yang sangat luas dan bermacam-macam ini, AS sebagai negara Pasifik juga berhadapan eksklusif dengan Uni Soviet sebagai negara Asia. Keamanan garis komunikasi yang menghubungkan AS dengan negara-negara sekutunya, keamanan jalur-jalur pelayaran internasional yang vital-strategis, sangat secara umum dikuasai dalam strateginya di wilayah ini. 
  3. Timur-Tengah dan Asia Barat Daya. Wilayah ini menguasai kemudian lintas bahari dan udara Eropa- Asia Pasifik-Afrika dan juga sebagai sumber energi yang besar. 
Wilayah Amerika latin yang strategis juga penting bagi AS alasannya yaitu ialah tempat yang sangat bersahabat dengan AS. Wilayah ini tidak stabil dan mengandung banyak sekali kerawanan, terutama Amerika Tengah dan karibia. Sedangkan wilayah Afrika penting bagi AS terutama untuk kanal ke sumber-sumber energi, SDA kritital lainnya, dan pasar luar negeri. 

PERANAN AMERIKA SERIKAT DI KAWASAN PASIFIK SELATAN
Selama Perang Dingin
Kawasan Pasifik Selatan (KPS) tidak termasuk tempat yang didiberi prioritas oleh AS (seperti yang sudah diuraikan diatas), oleh alasannya yaitu kendati ada ”tangan-tangan asing” yang pernah sebentar masuk ke dalam wilayah ini, dan terjadinya gangguan-gangguan keamanan dalam negeri di banyak sekali negara pulau dan kebinekaan politik, sosial dan budaya yang besar, namun pada dasarnya tempat ini dilihat dari sudut pandang sengketa Timur-Barat, tetap ialah tempat yang relatif tenang. Sejak Perang Pasifik waktu Jepang melaksanakan penetrasi memasuki tempat itu, tidak pernah lagi ada kekuatan absurd mengancam ketenangan tempat itu. 

Para pemimpin negara-negara pulau yang tergabung dalam South Pacific Forum (SPF) sadar, bahwa negaranya jauh terpisah dari sentra pertarungan power politics dunia, dan bahwa suatu invansi atau serangan dari luar yaitu salah sesuatu yang sangat kecil kemungkinannya. Mereka cukup puas dan pragmatik mempercayakan keamanannya Australia dan Slandia Baru yang yaitu ialah kepentingan mereka sendiri untuk melindungi pulau-pulau yang bertebaran di tempat itu. Pemerintah negara-negara pulau itu, kecuali Papua New Guneau (PNG), Fiji dan Tonga, memiliih tidak membentuk angkatan Perang atau menggabungkan diri kedalam aliansi-aliansi militer.[4]

Sebelum Perang Dingin, kepentingan utama AS di tempat ini yaitu kepentingan strategik. Guam diperoleh sebagai hasil perang Amerika-Spanyol; guaksasi kepulauan Samoa ialah penggalan dari taktik yang ditujukan terhadap Jerman. Pulau-pulai itu selama periode tertentu dimanfaatkan sebagai stasiun-stasiun materi bakar (batu bara) bagi kapal-kapal Angkatan Laut AS. Perang Pasifik dalam mana Jepang memakai pulau-pulau sebagai ”titik-titik pertamaan” ) staging points dalam gerakannya ke Selatan, membeli nilai strategik yang penting kepada pulau-pulau itu dalam taktik pencegahan (detterence by denial) pulau-pulau itu dikuasai oleh suatu kekuatan absurd yang bermusuhan. AS tidak mempunyai kepentingan ekonomi maupun kebijakan politik di bidang-bidang lainnya, sehingga hingga dasawarsa 1960an, KPS seolah ”luput” dari perhatian AS. 

Namun ada perkembangan hubungan AS dengan KPS pada penghujung 1970an. Saat itu Departemen Luar Negeri AS menggariskan suatu kerangka kebijakan luar negerinya yang pada dasarnya yaitu membangun kerjasama dengan memakai rasa perteman dekatan dan goodwill yang besar dari penduduk di KPS terhadap AS sebagai modal, dan kerjasama dengan empat negara metropolitan lainnya yang berkepentingan di KPS (Australia, Slandia Baru, perancis, Inggris) dalam rangka memajukan rakyat-rakyat kepulauan. 

Perkembangan Sesudah Perang Dingin Berakhir
Puncak perkembangan peranan AS di KPS terjadi pula pada 1990 dikala Presiden George Bush mengundang para pemimpin negara-negara kepulauan Pasifik Selatan untuk pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada pertemuan puncak itu ia memberikan , bahwa AS bertekad untuk memelihara keamanan kekal di KPS. Presiden Bush kemudian mengumumkan sejumlah prakarsa sebagai diberikut : 
  • Chemical weapons disposal: Membatasi penerapan tempat pemmembuangan senjata-senjata kimia di Johnston Atoll. 
  • Mendirikan Joint Comercial Commission sebagai tubuh konsultasi bersama terkena masalah-masalah dan peluang-peluang perdagangan. 
  • Mendirikan suatu dana pertumbuhan Asia Pasifik (Asia-Pacific Growth Fund) dan Dana Investasi Lingkungan (Environmental Investment Fund). 
  • Mendorong investor-investor AS untuk menanam modal di negara-negara kepulauan 
  • Memperpanjang berlakunya perjanjian Perikanan Regional Asia Pasifik Selatan (US-South Pacific Regional Fisheries Treaty). 
  • Meningkatkan menolongan AID bagi sector swasta untuk membuatkan pertanian dan sumber-sumber daya bahari (marine resources). 
  • Menyediakan tiga aktivitas pertukaran pendidikan bagi pasifik selatan. 
Pada kenyataannya, janji-janji Presiden Bush tersebut sangat susah realisasinya dan berlangsung sangat lambat. Juga timbul keraguan terkena efektivitas kegiatan sektor swasta di negara-negara pulau mikro yang terisolasi dan miskin sumber daya alam. Selain itu, Bush juga tidak menggubris himbauan para pemimpin negara-negara kepulauan untuk menanhadirani protokol dari perjanjian Zona Bebas Nuklir Pasifik Selatan (Treaty og Rarotonga). AS justru menutup mata terhadap tetap dilanjutkannya percobaan senjata nuklir oleh Perancis di Mururoa Atoll digugusan pulau Polynesia Perancis. 

Apa yang menjadi kebijakan Bush pada kepada tempat Pasifik Selatan, ternyata tidak sepenuhnya dilanjutkan oleh pemerintahan AS selanjutnya. Pada zaman pemerintahan Bill Clinton misalnya, perbedaan prioritas dalam memilih kebijakan politik luar negeri AS. Berakhirnya Perang Dingin, motivasi politik luar negeri AS yaitu keamanan, dalam wujud bahaya dari komunisme Uni Soviet, sudah kehilangan relevansinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa dunia sudah menjadi kondusif dan damai. Masalah keamanan serta gejolak-gejolak lainnya bahkan semakin menjadi rumit dan kompleks. Situasi internasional menjadi semakin tidak menentu. 

Unsur-unsur politik luar negeri AS selama ini, khususnya pengertian keamanan (nasional dan internasional), kepentingan nasional dan dua tujuannya, yang kini tujuan kedua ditambah dengan duduk kasus lingkungan, kelihatannya akan tetap dipegang terus. Justru perjuangan mendorong semakin berkembangnya nilai-nilai demokrasi, hak-hak asasi manusia, hak memilih nasib sendiri dan pertumbuhan ekonomi akan lebih mendekatkan dunia kepada kepentingan nasionalnya yang utama, yaitu perdamaian, kebebasan dan kesejahteraan dunia. Dan nampaknya, hal ini yang menjadi serius politik luar negeri Clinton. 

Jika diluar bidang keamanan, Clinton sudah harus berkonsultasi dan mendengarkan pendapat dari sekutu-sekutu dan negara-negara lain, dalam bidang keamanan ia tidak saja harus melaksanakan hal yang sama, tetapi juga ia harus sangat memperhatikan dan memperhitungkan pendapat rakyat AS sendiri, yang pada dasarnya tidak lagi ingin melibatkan diri dalam sebuah duduk kasus keamanan di dunia. Dalam hal ini terdapat dua set alternatif (pilihan) cara bertindak bagi clinton. 

Penanganan selektif (sellective engagement) vs penanganan permguan (permguant engagement): 
Pertimbangan-pertimbangan opportunity cost dari taktik yang dipilih, defisit ganda yang sudah sekian usang menekan pertumbuhan ekonomi nasionalnya, santunan nasional yang semakin meningkat, kompetisi yang semakin intens dari kekuatan-kekuatan ekonomi yang muncul dengan cepatknya, proses dislokasi ekonomi dalam AS, akan memaksa Clinton lebih mengutamakan taktik penanganan selektif. Ini bukan berarti bahwa kesiagaan militernya ditelantarkan. Meskipun jumlah Angkatan perangnya mungkin akan dikurangi. 

Tindakan Kolektif (Collective engagement) vs tindakan unilateral (unilateral action): 
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, ditambah dengan semakin banyaknya suara-suara dalam negeri dan tuduhan-tuduhan negara berkembang yang tidak ingin melihat AS menjadi polisi dunia, preferensi AS jatuh pada tindakan kolektif, dibawah supervisi dan kerangkan PBB. Namun ini tidak berarti AS tidak bertindak unilateral, terutama dalam keadaan yang sangat gawat, dan PBB dengan negara-negara anggota lainnya dianggap tidak atau belum bisa bereaksi secara cepat. 

SUMBER ARTIKEL;
  • [1] Daniel J.Kaufman, Jeffrey S. McKitrick, Thomas J. Leney, US National Curity A Framework for Analysis (Lexington, Massachusetts: D.C. Heath and Company, 1985), 5. 
  • [2] Melvyn P. Leffler, A Preponderance of Power: National Security, Truman Administration, and the cold War (Stanford: Stanford University Press, 1992), 2-3, 10-12. 
  • [3] Ibid., 13-14; lihat juga hal. 159-164. 
  • [4] Steve Hoadley, The South Pasific Foreign Affairs Handbook (Sidney: Allen and Unwin, 1992), 22. 

LihatTutupKomentar