-->
Makalah Pengangguran Intelektual
BANYAKNYA PENGANGGURAN INTELEKTUAL
A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Melihat realita dari tahun ke tahun pada ketika ini ternyata masih banyak lulusan-lulusan mahasiswa ataukah dari kalangan intelektual yang masih jadi pengangguran. Kami ingin mencari apa penyebab dari tiruana itu, apakah dari sistem pendidikan yang ada, ataukan dari individu setiap mahasiswa. apakah di dalam pekerjaan membutuhkan sesuatu di luar bidang akademik yang kita tekuni dalam bidang perkuliahan dan dalam makalah ini kami sudah mendapat topik “ kemiskinan dalam bidang pendidikan “ dan dari hasil diskusi kami juga sudah mendapat judul “ banyaknya pengangguran di kalangan intelektual “ berdasarkan hasil diskusi kami alasan kami menentukan topik dan judul dari makalah kami ini ialah lantaran kita melihat apa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Mungkin sudah ada orang-orang yang sudah mengangkat menyerupai apa yang kami ingin sampaikan dalam makalah kami, tapi setiap orang punya teori dan perspektif tidak sama-beda. Dan kami juga ingin dengan jadinya makalah ini bisa merubah contoh pikir dari mahasiswa-mahasiwa sekarang, biar ketika menjadi sarjana tidak susah-susah lagi dalam mencari pekerjaan. Misalnya saja sekarang, banyak mahasiswa yang ber IPK tinggi namun masih banyak juga pengangguran-pengangguran yang tidak mendapat pekerjaan dan ironisnya secara umum dikuasai dari kalangan intelektual. dan alasan kami juga tidak jauh dari bagaimana cara biar kami bisa merubah contoh pikir dari mahasiswa-mahasiswa kini yang masih banyak lebih mementingkan nilai baik. Padahal nantinya itu tiruana nantinya tidak terlalu menjadi syarat utama dalam pekerjaan. Semoga dengan adanya makalah ini bisa mempersembahkan citra yang semestinya apa yang harus di lakukan oleh setiap individu dari mahasiswa itu sendiri.

Alasan lain juga kami melihat masih banyaknya mahasiswa yang kurang komunikasi dengan pihak-pihak luar diberinteraksi dalam masyrakat, atau paing tidak pengalaman mencari rekan kerja ( link ). Kebanyakan mereka mengikuti sistem yang ada di dalam bidanag akademik,disuruh berguru dengan buku, jadi kurangnya skill untuk membuat relasi-relasi dengan orang lain.padahal itu tiruana nantinya akan sangat memmenolong dalam mencari pekerjaan, apalagi kita yang mahasiswa di jurusan sosial yang lebih banyak harus diberinteraksi di dalam masyarakat, kami mengangkat tema ini lantaran melihat ternyata banyak orang-orang hebat dan kaya ternyata tidak sepenuhnya mendapat keahliannya dari bidang akademik melainkan lebih banyak dari turun pribadi ke masyarakat dan mengetahui apa fakta yang bahwasanya yang terjadi di dalam masyarakat, akan tetapi itu tiruana tidak akan bisa terjadi kalau dari individu setiap mahasiswanya yang tidak mau merubahnya. Karena dengan beliau sendiri yang merubah contoh pikirnya, maka nantinya beliau akan mendapat juga hasil yang inginkan.karena hidup bermasyarakat juga butuh banyak ilmu-ilmu yang pribadi di praktekan dalma masyarakat,tidak spesialuntuk ilmu-ilmu dari akademik. Makara bagaimanalah nantinya mahasiswa akan menentukan jalan yang mereka inginkan untuk mendapat hasil yang sudah mereka usahakan sendiri.karena kita tahu sendiri kalangan mahasiswa ialah kalangan di mana insan yang ingin bebas beropini dan tidak mau di halangi dengan apapun, sehingga banyak cara untuk tujuan mereka masing-masing tinggal bagaimana mereka menjalani saja.

B. Latar belakang pemilihan judul
Pada Penelitian MPS ini, kelompok kami setuju untuk mengambil judul “ banyaknya pengangguran di kalangan intelektual “. Latar belakang kami menentukan judul tersebut berdasarkan pada issue penting yang ada serta fakta-fakta yang ada pada kehidupan sehari-hari kita. Pengangguran ialah duduk kasus sosial yang kerap mengakibatkan banyak duduk kasus di masyarakat. Angka pengangguran yang terus bertambah dari tahun ke tahun, baik disebabkan oleh kurangnya mutu pendidikan di sebagian wilayah di Indonesia maupun yang disebabkan oleh lonjakan penduduk yang luar biasa. Namun kini timbul varian pengangguran baru, yaitu pengangguran dari kalangan intelektual. Masyarakat yang semenjak doloe menganggap bahwa pendidikan tinggi sebagai gerbang kesuksesan, kini mulai beropini lain. Pasalnya banyak ditemukan orang-orang berpendidikan tinggi yang belum mempunyai pekerjaan. Pada data hasil survei angkatan kerja nasional BPS Februari 2007 mencatat pengangguran 10,5 juta (9,75%). Sedangkan, pengangguran intelektual tercatat 740.206 orang atau 7,02%.[1]

Dari perubahan pandangan masyarakat serta dampak negative yang besar dari pengangguran tersebut. Maka kelompok kami berusaha untuk mencari tahu faktor-faktor penyebab serta solusi terbaik dalam duduk kasus ini. Pandangan masyarakat yang berubah tentang orang-orang intelektual yang dianggap bernasib baik, kini sudah berubah. Sekarang mereka beranggapan untuk apa sekolah hingga jenjang perguruan tinggi kalau kesudahannya tidak mendapat pekerjaan. Hal ini yang bahwasanya harus diubah dari masyarakat, biar tidak timbul duduk kasus baru. Sebenarnya banyak faktor yang mengakibatkan hal ini, diantaranya penyaenteng tenaga kerja yang tidak kompetitif, sehingga orang-orang yang benar-benar mempunyai kemampuan dalam bidangnya justru tidak mendapat lapangan pekrjaan. Selain itu, masyarakat Indonesia cenderung takut untuk memulai hal gres menyerupai membuka lapangan kerja baru, ini disebabkan oleh paradigma masyarakat yang beranggapan membuat lapangan kerja ialah hal yang susah, serta sifat yang tertanam akhir dari jaman penjajahan yaitu selalu menuruti perintah orang lain yang berkuasa. Dampak pengangguran intelektual juga harus difikirkan, lantaran selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sehingga kita smakin susah untuk menangani duduk kasus tersebut.

C. Tujuan Penelitian
Pengangguran terdidik atau pengangguran intelektual ialah satu dari banyak duduk kasus yang masih belum terselesaikan di negri ini. Anggapan bahwa strata pendidikan menentukan kwalitas hidup seseorang tidak lagi diagung-agungkan layaknya di kala sebelumnya, disaat jumlah sarjana masih sedikit dan tidak sebanyak sekarang. Hal ini menjadi materi perbincangan dan issue strategis yang terangkat kepermukaan setelah ditemukan bahwa angka pengangguran terdidik ini tidak lagi tegolong sedikit. Bahkan dari data yang kami peroleh tercatat lebih kurang 1,2 juta penganggur ialah lulusan Sarjana, dan hal ini terus meningkat seiring pertambahan 20% disetiap tahunnya[2]. Dari data garang tadi sanggup kita bayangkan betapa susahnya kaum muda berpendidikan tinggi untuk mendapat peluang kerja ditengah persaingan mereka untuk menyentuh bursa pekerjaan yang layak sesuai bidang keilmuan yang mereka miliki.

Secara kasat mata, mungkin kita bisa mengangkat spekulasi-spekulasi tertentu terkait duduk kasus ini. Namun ketika anggapan atau spekulasi tadi tidak bersandarkan kepada keilmiahan data dan landasan teoritis yang kuat maka hasilnya akan sama dengan nol dan tidak akan besar lengan berkuasa banyak terhadap duduk kasus yang mulai mengakar ini. Berdasarkan pertimbangan ini, kami mencoba mengangkat tema penelitian kami dalam ranah sejauhmana pengangguran intelektual sanggup dikategorikan sebagai seuatu permasalahan fundamental dan mempunyai hubungan yang cukup kuat terhadap sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Karena menyerupai yang kita ketahui segala sesuatu yang menyangkut perjuangan kecerdasan bersama di negri ini, niscaya selalu “didikte” oleh sistem pendidikan yang ada. Berangkat dari itulah kami mencoba mengaitkan duduk kasus pengangguran terdidik ini dengan sebuah sistem yang menempel didalamnya. Dilain hal kami juga berusaha melalui penelitian yang dilakukan, kami juga bisa menunjukkan solusi komperhensif terkait duduk kasus pengangguran intelektual. Setidaknya, hal-hal tadilah yang menjadi tujuan utama kami dalam hal pemilihan tema penelitian yang kami angkat.

D. Teori Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik ialah menyatakan bahwa interaksi sosial ialah interaksi simbol, Manusia diberinteraksi dengan yang lain dengan cara memberikan simbol, yang lain mempersembahkan makna atas simbol tersebut. Makna-makna itu kita bagi bersama yang lain, defenisi kita tentang dunia sosial, persepsi kita terkena, respon kita terhadap,dan realitas yang muncul dalam proses interaksi. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide terkena diri dan hubungannya dengan masyarakat. Menurut engkaus besar indonesia arti dari interaksi ialah hal yang saling melaksanakan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antar hubungan. Dan arti dari simbolik ialah sebagai lambang atau terkena lambang. Inti pandangan dari teori ini ialah Individu.

PENGERTIAN, SIFAT-SIFAT DAN JENIS-JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=9105526933234101656;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=104;src=link

Perspektif interaksionalisme simbolik melihat bahwa individu ialah obyek yang bisa secara pribadi ditelaah dan analisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Individu-individu tersebut diberinteraksi memakai simbol-simbol yang di dalamnya meliputi tanda-tanda, arahan dan kata-kata. Simbol atau lambang ialah sesuatu yang dipakai untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), sikap non verbal, dan objek yang disahkan bersama.jadi, interaksi insan dimediasi oleh simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Semua interaksi antar individu insan melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita diberinteraksi dengan yang lainnya, kita secara tidak pribadi mencari petunjuk terkena tipe sikap apakah yang cocok dalam konteks itu dan terkena bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Teori interaksi simbolik sangat mementingkan “proses mental” atau proses berpikir bagi insan sebelum mereka bertindak. Tindakan insan itu ialah stimulus – proses berpikir – respons. Makara terdapat variabel antara stimulus dan respons, yaitu proses mental atau proses berpikir, yaitu interpretasi.

Teori interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang ialah acara sosial dinamis sosial manusia. melaluiataubersamaini kita mengetahui bahwa teori interaksionisme simbolik itu ialah teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu.bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif. Teori ini menolak gagasan bahwa individu ialah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan struktur yang ada di luar dirinya. Interaksi lah yang dianggap variabel penting yang menentukan sikap manusia, bukan struktur masyarakat.

E. Hipotesa
Dari beberapa hal yang sudah kami paparkan dalam latar belakang, kami mengasumsikan adanya keterkaitan antara proses pendidikan dan tingkat kesejahteraan terjadi, hal ini dikarenakan adanya hubungan bahwa setiap orang yang bisa meraih tinghkat pendidikan tertentu seharusnya bisa mendapat peluang susukan pekerjaan yang lebih baik sehingga beliau berpeluang mendapat tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 

Maka dari perkiraan diatas kami melihat beberapa hal terkait kapasitas seseorang setelah memlalui proses pendidikan, dan seberapa besar ia akan mendapat bekal bagi dirinya untuk mengaktualisasikan dirinya dalam dunia kerja?

Dari teori yang kami angkat bahwa adanya keterikatan simbolik bahwa seseorang akan merasa mempunyai kualitas diri sebagai bentuk identitas diri yang lebih baik jikalau ia mencicipi pendidikan yang lebih tinggi. Simbolisme ini lahir dengan kesadaran bahwa dirinya mencicipi ada kelebihan-kelebihan aktualisasi diri yang bisa mereka korelasikan dengan peran-peran yang mungkin untuk diambil selama dalam proses. Meningkatnya harga diri ini secara sporadis membatasi setiap individu untuk tidak mengakses apa yang diluar kualifikasi dirinya. 

Namun dalam hal ini apakah tingkat pendidikan itu kemudian mempunyai relevansi dengan skill individu dalam hal-hal yang menjadi serius studinya? Jika seseorang yang mengalami proses pendidikan tersebut bisa secara baik menginternalisasi diri dalam lingkungan keilmuanya sehingga ia mempunyai skill dalam mengaktualisasikan keilmuanya tentunya ia tidak sebatas membataskan diri dengan kualifikasi diri semata namun secara simultan menjadikanya bisa meraih visi dan citra yang lebih terperinci untuk expert dalam bidang tertentu. Keahlian inilah yang ada giliranya memacu motivasi seseorag untuk mendapat pekerjaan yang lebih berkarakter sesuai dengan kapasistas dirinya. 

Dari variabel tersebut kami membuat indikator-indikator sebagai diberikut. Indikator pertama ialah orientasi seorang dalam menghadai studinya dan sejauh mana ia memandng relevans studi dengan aplikasi dalam aktualisasi lingkungan sosialnya. kedua, ialah konsep kesadaran diri seseorang untuk berproses mempersiapkan diri dalam aktualisasi dirinya di kehidupan sosialnya paska studi. ketiga ialah indikator sejah mana para mahasiswa mempunyai tingkat kepercaya dirian sebagai bentuk simbolisme diri yag sudah mengenyam pendidikan tinggi.
  • Dari indikator tersebut kami mengangkat enam pertanyaan sebagai diberikut sebagai materi kuisioner: 
  • Sesudah anda lulus bidang pekerjaan apa yang ingin anda dapatkan? 
  • Mengapa anda menentukan ingin bekerja di bidang tersebut? 
  • Apa relevansi latar pendidikan anda kini dengan pekerjaan yang ingin anda dapatkan? 
  • Apa yang anda dapatkan dalam proses perkuliahan yang anda rasakan akan menjadi bekal ketika anda bekerja? 
  • Apabila ada lowongan / proposal bekerja di bidang lain yang tidak sesuai degan latar pendidikan anda apakah anda akan mengambilnya? Apa alasan anda mengambilnya / tidak mengambilnya? 
  • Selama anda kuliah apakah anda mendapat susukan dan pengetahuan terkait bidang pekrjaan yang ingin anda dapatkan? Jika ya, dari mana anda mendapatkanya? Jika belum apa yang akan anda lakukan dalam rangka mencari susukan dan pengetahuan
SUMBER ARTIKEL:
  • [1] http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=40&artid=1081 
  • [2] http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=0&id=5217

LihatTutupKomentar