-->
Pendidikan Anak Usia Dini - Paud
 ialah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang ialah suatu upaya pem PENDIDIKAN ANAK USIA DINI - PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) ialah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang ialah suatu upaya training yang ditujukan bagi anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani supaya anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini ialah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan sikap serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

·         Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkarakter, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga mempunyai kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
·         Tujuan penyerta: untuk memmenolong menyiapkan anak mencapai kesiapan berguru (akademik) di sekolah.

Rentangan anak usia dini berdasarkan Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 ialah 0-6 tahun. Sementara berdasarkan kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan semenjak usia 0-8 tahun.


A. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini

·         Infant (0-1 tahun)
·         Toddler (2-3 tahun)
·         Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
·         Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Tahun-tahun pertama kehidupan anak ialah kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar memilih hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara positif mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan menghipnotis pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).

Penyelenggaraan pendidikan pada anak usia dini di negara maju sudah berlangsung usang sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat (community based education), akan tetapi gerakan untuk menggalakkan pendidikan ini di Indonesia gres muncul beberapa tahun terakhir. Hal ini didasarkan akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini dalam menyiapkan insan Indonesia seutuhnya (MANIS), serta  membangun masa depan belum dewasa dan masyarakat Indonesia seluruhnya (MASIS). Namun sejauh ini jangkauan pendidikan anak usia dini masih terbatas dari segi jumlah maupun aksesibilitasnya. Misalnya, penitipan anak dan kelompok bermain masih terserius di kota-kota. Padahal bila dilihat dari tingkat kebutuhannya akan perlakuan semenjak dini, belum dewasa usia dini di pedesaan dan dari keluarga miskin jauh lebih tinggi guna mengimbangi miskinnya rangsangan intelektual, sosial, dan moral dari keluarga dan orang tua.

Pemerintah sudah menawarkan kemauan politiknya dalam membangunan sumber daya insan semenjak dini. Seperti disampaikan Ibu Megawati (wakil presiden pada ketika itu) ketika membuka Konferensi Pusat I Masa Bakti VII Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya pendidikan anak usia dini dalam konsep training dan pengembangan anak dihubungkan pembentukan abjad insan seutuhnya. Lebih jauh lagi dia menyatakan sudah tidak sanggup dipungkiri lagi bahwa pendidikan bagi anak di usia dini ialah basis penentu pembentukan abjad insan Indonesia di dalam kehidupan berbangsa.

Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian fokus dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini ialah seni administrasi pembangunan sumber daya insan harus dipandang sebagai titik sentral mengingat pembentukan abjad bangsa dan kehandalan SDM ditentukan bagaimana penanaman semenjak anak usia dini. Pentingnya pendidikan pada masa ini sehingga sering disebut dengan masa usia emas (the golden age).

B. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) ialah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang ialah suatu upaya training yang ditujukan bagi anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani supaya anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini ialah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan sikap serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran, psikiatri, berkembang dengan sangat pesat. Keadaan itu sudah membuka wawasan gres terhadap pemahaman terkena anak dan mengubah cara perawatan dan pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk kecerdasan (Multiple Intelligences) yang berdasarkan Howard Gardner terdapat delapan domain kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki tiruana orang, termasuk anak. Kedelapan domain itu yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh, kebijaksanaan matematik, linguistik (verbal), spasial, naturalis, interpersonal dan intrapersonal.

Multiple Intelligences ini perlu digali dan ditumbuh kembangkan dengan cara memdiberi peluang kepada anak untuk membuatkan secara optimal potensi-potensi yang dimiliki atas upayanya sendiri (Tientje, 2000).

C. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa Depan Bangsa

Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menawarkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di tempat ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya insan Indonesia.

Dalam kondisi menyerupai ini tentunya susah bagi bangsa Indonesia untuk bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya insan yang dilaksanakan di Negara-negara maju menyerupai Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang mencakup beberapa aspek perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai jadwal utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya insan juga sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya menyerupai Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan gres menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun banyak sekali jadwal perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) sudah dilaksanakan di Indonesia semenjak lama, namun hingga tahun 2000 menawarkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menawarkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang sudah memperoleh layanan pendidikan dini melalui banyak sekali jadwal gres sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.

Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini ketika ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang mempersembahkan layanan pendidikan dini jikalau dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai jadwal yang ada baik pribadi (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang sudah ditempuh selama ini ternyata belum mempersembahkan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat memilih tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak.

Pentingnya pendidikan anak usia dini sudah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka agresi pendidikan untuk tiruana dan salah satu butirnya ialah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi belum dewasa yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu anggota lembaga tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.

Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh banyak sekali penelitian terbaru ihwal otak. Pada ketika bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun gres mencapai kematangannya sehabis di luar kandungan. Bayi yang gres lahir mempunyai lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Synap ini akan bekerja hingga usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut menghipnotis pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaenteng otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada pertama-pertama tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang sangat bahagia. Pada fase perkembangan ini akan mempunyai potensi yang luar biasa dalam membuatkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.

Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: (1) menyiapkan tenaga insan yang berkarakter, (2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial lantaran tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang renta dan anak-anak.

Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk mempersembahkan pengalaman berguru kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup beberapa aspek seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini sanggup berlangsung dimana saja dan kapan saja menyerupai halnya interaksi insan yang terjadi di dalam keluarga, mitra sebaya, dan dari korelasi kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.

D. Perkembangan Anak Usia Dini

Sebagian besar masyarakat beropini bahwa mempersembahkan pendidikan anak usia dini cukup dilakukan oleh orang remaja yang tidak memerlukan pengetahuan ihwal PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut ialah keliru.

Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu itu perlu berguru dan menambah pengetahuan ihwal proses pembelajaran anak, contohnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar ihwal PAUD.

Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh lantaran itu haruslah orang yang menggantikan tugas ibu tersebut memahami proses tumbuh kembang anak.

Pembelajaran pada anak usia dini ialah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam korelasi dengan PAUD (Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier, sangat senang dan pelaku terlibat secara aktif.

Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi contohnya guru mendominasi kelas dengan menciptakankan pola dan didiberikan kepada anak maka proses berguru mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses berguru mengajar menyerupai itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat kesusahan yang dialami masing-masing anak.

Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesusahan anak bisa juga terjadi, alasan utama yang dikemukakan biasanya lantaran kurangnya waktu lantaran orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak sanggup dilakukan melalui interaksi dan interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan supaya penggalian potensi kecerdasan anak sanggup optimal. Interaksi dilakukan dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh, kebijaksanaan matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan intrapersonal, lantaran pada umumnya tiruana orang punya tujuh intelegensi itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.

E. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Anak ialah perwujudan cinta kasih orang remaja yang siap atau tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah banyak hal dalam kehidupan, dan pada kesannya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang renta yang harus sanggup mempersiapkan belum dewasa kita supaya sanggup menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.

Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang gampang. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, gampang, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam kepemilikanya banyak bergantung pada peranan orang tua.

Para jago sependapat bahwa peranan orang renta begitu besar dalam memmenolong belum dewasa supaya siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini berarti bahwa jikalau berbicara ihwal gerbang kehidupan mereka, maka akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun menhadir. Pada tahun itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke dalam kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang sudah seharusnya terlepas penuh dari orang renta dimana keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus sanggup dilakukan sendiri. Disinilah peranan orang renta sudah sangat berkurang dan sebagai orang tua, pada ketika itu kita spesialuntuk sanggup melihat buah hasil didikan kita sekarang, tanpa sanggup melaksanakan perubahan apapun.

Mengapa orang renta perlu meningkatkan intelektualitas anak demi mempersiapkan mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah ketika ini meminta persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa. Masih didapat siswa yang masuk SD sudah diperkenalkan dengan banyak sekali macam pelajaran dan ilmu semenjak dini. Anak-anak sudah harus mempunyai kreativitas yang tinggi semenjak kecil. Oleh alasannya ialah itu, belum dewasa yang mempunyai intelektualitas yang tinggi akan lebih praktis mendapatkan dengan baik tiruana yang diajarkan. Mereka akan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, lebih praktis beradaptasi, lebih praktis mendapatkan hal-hal yang baru, atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka masuk ke sekolah. Kondisi menyerupai itulah yang menempatkan orang renta sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam jadwal pendidikan informal yang terjadi di lingkungan keluarga.

F. Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini

Memasuki era XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai jawaban dari multi krisis yang menimpa Indonesia semenjak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk sanggup mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang sudah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya insan yang berkarakter, sehingga bisa bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga sanggup mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, penerima didik, dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Permasalahannya ialah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu, diharapkan upaya fokus melalui pendidikan semenjak dini yang bisa meletakkan dasar-dasar pemberdayaan insan supaya mempunyai kesadaran akan potensi diri dan sanggup mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga sanggup membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini ialah hal paling fundamental yang dilakukan sedini mungkin dan dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya layanan yang didiberikan kepada anak mencakup beberapa aspek layanan pendidikan, kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti layanan tidak saja didiberikan pada anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan layanan.

ASESMEN PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK USIA DINI

Berdasarkan ‘The National Educational Goals Pgual’ penerapan asesmen yang sempurna ialah (l) mengakses untuk meningkatkan perkembangan dan berguru anak; (2) mengakses untuk mengidentifikasi kesehatan dan pelayanan yang didiberikan pada anak; (3) mengakses untuk memonitor kecenderungan dan mengevaluasi jadwal dan pelayanan dan (4) mengakses prestasi akademik untuk akuntabilitas anak, guru dan sekolah. Adapun The National Educational Goats pgual tersebut dibuat untuk memperbaiki cara mengases kesiapan anak untuk masuk sekolah.

Berkenaan dengan perkembangan tes standar yang sanggup dilihat dari banyak sekali perspektif, The Nationar Association for the Eduiation of young Children (NAEYC) dan National Association of Early childhood Specialist in State Departements of Education (NAECS/SDE) sudah membuatkan suatu pernyataan posisi (a posititon statement). Pendapatnya ialah bahwa standar berguru (learning standards) akan bermanfaa untuk pengalaman pendidikan anak usia dini, spesialuntuk jikalau standar berguru tersebut (l) menekankan pada signifikansi kandungan dan hasil perkembangan yang sesuai; (2) dikembangkan dan di-review kembali melalui proses yang sempurna dan inklusif; (3) memakai penerapan dan seni administrasi asesmen yang sesuai dengan adab untuk anak usia dini; ( 4) didukung oleh jadwal pendidikan anak usia dini, para jago dan keluarga anak.

Meisels (dalam Nilsen, 1987) mengkritisi "Tes Kesiapan Prasekolah Gesell” sebagai predikator kesuksesan yang tidak valid di TK. Banyak sekolah memakai tes ini sebagai alat seleksi perkembangan anak Berdasarkan hasil tes kesiapan tersebut,  dibuat rekomendasi untuk menunda anak masuk sekolah atau mengikuti kelas transisi selama setahun antara Taman Kanak-kanak dan kelas l. Meisels beropini bahwa ini ialah penyalahgunaan dari sebuah tes yang reliqbilitas dan validitasnya rendah. Penyalahgunaan tes terjadi ketika hasilnya dipakai sebagai satu-satunya faktor penentu penempatan anak di sekolah khusus arau untuk melabel anak yang mengalami persoalan perkembangan. Segala keputusan besar yang besar lengan berkuasa pada anak.

Penulis-penulis konstruktif NAEYC, menyerupai Kamii & Kamii (1990) dalam bukunya "Achievement Testing in the Early Grades: The Games Grown-ups Play" sebut satu per satu penyalahgunaan dari tes yaitu sebagai diberikut.
  1. Hasil dari tes yang distandarisasi mungkin tidak layak dipakai sebagai tes penyeleksian kesiapan untuk keputusan penernpatan anak.
  2. Pengadaan tes yang distandarisasi letrih menekankan pada kurikulum akademik yang seharusnya dilokaiisasi, tidak disentralisasi.
  3. Tes prestasi seringkali tidak mencerminkan teori atau penelitian yang ada ihwal bagaimana belum dewasa belajar.
  4. Banyak sekolah "mengajarkan tes pada anak" untuk menaikkan nilai sekolah.
  5. Tes yang distandarisasi tidak sanggup memprediksi prestasi yang akan dicapai anak di masa depan.
Sumber: Dirangkum dari banyak sekali sumber !!

LihatTutupKomentar