-->
Makalah Ihwal Gambaran Guru
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Guru yakni belahan dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi insan terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memdiberi dan membuatkan pengetahuan penerima didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.
Hal itu selain lantaran perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga lantaran perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang isu dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media berguru dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan diberikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.

B.    Rumusan Masalah
1.       Apa Pengertian Citra Guru Profesional ?
2.       Apa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru ?
3.       Bagaimana Identifikasi dan misal Citra Guru ?

C.    Tujuan

1.       Menjelaskan Definisi Citra Guru
2.       Menjelaska Citra Guru dari Masa ke-masa
3.       Mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru





BAB II
PEMBAHASAN

 
A.    Pengertian

Menurut engkaus besar bahasa indonesia terdapat pengertian kata gambaran dan profesional. Citra ialah gambaran, rupa, gambaran yang dimiliki terkena orang banyak, terkena pribadi, organisasi atau produk, kesan mental yang ditimbulkan oleh sebuah kata, fase atau kalimat dan ialah unsur dasar yang khas dalam karya prosa untuk evaluasi.
Profesi ialah pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu
·          Profesional, berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan gambaran adanya pembayaran untuk melakukannya
·          Profesionalisme ialah kualitas, mutu dan tindak tanduk yang ialah suatu profesi

Guru (dalam bahasa jawa) seorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh tiruana anakdidiknya. Harus di gugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai  kebenaran oleh tiruana anakdidik. Segala ilmu pengetahuan yang hadir dari guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri tauladan bagi tiruana anakdidiknya. Mulai dari cara berfikir, cara bebicara, hingga cara berprilaku sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya mempunyai kiprah yang luar biasa dominannya bagi anakdidik.
Dalam sebuah proses pendidikan guru ialah satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya menyerupai tujuan, kurikulum, metode, masukana dan pramasukana lingkungan, dan evaluasi. Guru profesional yakni guru yang bisa menerapkan relasi yang berbentuk multidimensional guru yang demikian yakni guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis dan kepribadian.
Guru yakni belahan dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi insan terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memdiberi dan membuatkan pengetahuan penerima didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. 
Hal itu selain lantaran perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga lantaran perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang isu dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media berguru dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan diberikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.
Slogan jagoan tanpa tanda jasa senantiasa menempel pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan nrimo dalam dunia pendidikan. Tidak spesialuntuk itu, perilaku kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini tidak sama dengan yang lain. Lantaran tanggung jawaban dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik pribadi maupun tak langsung. 
Hal ini membuat gambaran seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia. Djamin (1999) mengemukakan gambaran guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang ialah sosok pengembang profesi ideal dalam lingkup fungsi, kiprah dan kinerja.
Citra guru ini tercermin melalui:
·         Keunggulan mengajar,
·         Memiliki relasi yang serasi dengan penerima didik, dan
·         Memiliki relasi yang serasi pula terhadap sesama mitra seprofesl dan pihak lain baik dalam perilaku maupun kemampuan profesional.

Dari sudut pandang penerima didik, gambaran guru ideal yakni seseorang yang senantiasa memdiberi motivasi belajar yang mempunyai sifat-sifat keteladanan, penuh kasih akung, serta bisa mengajar di dalam suasana yang sangat bahagia.


B.    Citra Guru dalam Masyarakat Tradisional (Pramodem)
Di dalam bahasa Sansekerta, guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini hingga sekarang masih hidup di tengah masyarakat tradisional/pedesaan. Mereka masih menaruh rasa hormat dan status sosial yang tinggi terhadap profesi guru. Di kepulauan Sangihe, misalnya, masyarakat menyebut guru laki-laki dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan guru, suatu panggilan yang penuh rasa kagum dan hormat terhadap profesi guru. 
Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci (saint) yang bisa memdiberi pencerahan dan sanggup membuatkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional mempunyai mitos yang kuat bahwa guru yakni profesi yang tidak pernah mengeluh dengan penghasilan yang minim, profesi yang sanggup dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang gembira dengan gelar jagoan tanpa tanda jasa. 
Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional kalau anak sudah sanggup membaca, menulis dan berhitung, atau anak menerima nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian.
C.     Citra Guru dalam Masyarakat Modern
Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum ialah profesi yang profesional kalau spesialuntuk bisa membuat anakdidik membaca, menulis dan berhitung, atau menerima nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap kalau spesialuntuk dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. 
Bagi masyarakat modern, keberadaan guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif ialah salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak andal beropini bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri gres lantaran didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru. 
Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru yakni bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang berkarakter ialah kunci keberhasilan pem bangunan. She no on wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari pegunungan yang paling tinggi, lebih dalam dari maritim paling dalam. Hal ini ialah ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru.
Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai lantaran guru secara spesifik, 
·         Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;
·         Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang berkarakter; dan 
·         Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware (SDIVI) yang unggul, bermaltabat dan mempunyai daya saing.

Keunggulan mereka yakni terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan balasannya menjadi guru yang terbaik, yang bisa memdiberi inspirasi, andal dalam materi, mempunyai moral yang tinggi dan menjadi pola yang baik bagi siswa.
Di negara kita, guru yang mempunyai keahlian spesialisasi harus diakui masih Iangka. Walaupun sudah semenjak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini disebabkan lantaran masih cukup banyak guru yang belum mempunyai konsep diri yang baik, tidaktepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (m/Vsmatch). Semuanya terjadi lantaran kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum bisa melihat konsep dirinya (se/fconsepz), ide dirinya (se/fidea), dan realita dirinya (se/frea/ity). Tipe guru sepeni ini tidak mungkin sanggup membuat suasana acara pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan sangat senang (PAKEM).
Guru yakni belahan dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi insan terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memdiberi dan membuatkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. 
Hal itu selain lantaran perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga lantaran perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang isu dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media berguru dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan diberikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas perkembangan teknologi isu dan komunikasi menyerupai dunia penerbitan, buku, majalah, koran, Serta media elektronik lainnya. Untukitu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita hendak merumuskan kembali pendidikan yang Iebih memajukan masa depan generasi diberikutnya.
melaluiataubersamaini demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di situlah muncul problem tatkala para guru tidak mempunyai kemampuan materi untuk mempunyai segala susukan dan jaenteng isu sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru mempunyai penghasilan dan tuntidakboleh yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya isu terkena perkembangan pengetahuan dan banyak sekali dinamika kehidupan modern. Sehingga, rasanya sangat susah di era modern ini guru sanggup tampil lebih profesional, mempunyai tanggung jawaban moral profesi sebagai konsekuensi etisnya.

D.    Guru Abad 21 yakni Guru dengan Profesionalitas Tinggi
Memasuki era 21, kiprah guru tidak akan semakin enteng. Menurut Wardiman Djojonegoro dalam kertas kerjanya yang disampaikan pada Seminar Nasional Wawasan Profesi Guru di Surabaya tanggal 21 Desember 1996, bangsa kita menyiapkan diri untuk mempunyai sumber daya insan (SDM) yang berkarakter. Ciri SDM yang berkarakter tersebut adalah:
·          Memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan iptek;
·          Mampu bekerja secara profesional dengan orientasimutu dan keunggulan; dan 
·          Dapat menghasilkan karya-kalya unggul yang bisa bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya.

Makagiansar (1990) sebut bahwa untuk menghadapi era globalisasi, Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam bidang pendidikan yakni ketidakpastian. Untuk itu seseorang harus mempunyai empat kemampuan, yaitu kemampuan antisipasi, kemampuan menge|1i dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan melaksanakan reorientasi.
Tilaar (1998) menyatakan bahwa masyarakat millenium ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan besar lengan berkuasa pada visi, misi dan tujuan pendidikan. Pertumbuhan teknologi akan mengubah bentuk dan cara hidup insan yang sama sekali akan berlainan dengan kehidupan insan remaja ini. Teknologi sanggup memajukan kehidupan insan tetapi juga ia akan bisa menghancurkan kebudayaan insan itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya. Saling keterpengaruhanantara bangsa yang satu dengan bangsa yang Iain akan menjadi ciri utama masyarakat terbuka. 
Secara optimistik, masyarakat yang terbuka tersebut akan bermuara pada lahirya masyarakat madani, masyarakat yang berkembang baik kemampuan intelektualnya, maupun aspek- aspek kehidupan lainnya Sena tanggung jawabannya. Sesungguhnya, dengan tantangan yang dihadapi ke depan yakni globalisasi dengan dominasi teknologi dan isu yang sangat kuat, kemampuan dasar yang mesti dimiliki bangsa ini dihentikan spesialuntuk sebatas penguasaan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Harus jauh melampaui tiga hal tersebut.
Menghadapi tantangan demikian, diharapkan guru yang benar-benar profesional. Tilaar (1998) mempersembahkan empat ciri utama semoga seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah:
·          Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
·          Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat penerima didik
·          Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat; dan
·          Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.

Menurut Djojonegoro (1996) guru yang berkarakter mempunyai paling tidak empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang dicurahkan untuk acara profesional dan kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Kemampuan profesional mencakup kemampuan intelegensia, perilaku dan prestasi kerjanya. Upaya profesional yakni upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk acara profesional mengatakan intensitas waktu dari seorang guru yang diseriuskan untuktugas-tugas profesinya. Guru yang berkarakter ialah mereka yang sanggup membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya.
Selanjutnya Samani (1996) mengemukakan empat prasyarat semoga seorang guru sanggup profesional. Masing-masing yakni kemampuan guru mengolah/menyiasati kurikulum, kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, kemampuan guru memotivasi siswa untuk berguru sendiri dan kemampuan guru untuk mengintegrasikan banyak sekali bidang Studi/mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh. Nlasih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundaksetiap guru, H. Muhammad Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan karakteristik gambaran guru yang diidealkan. Masing- masing yakni guru yang:
·         Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap,
·         Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan Iingkungan dan perkembangan iptek,
·         Mampu berguru dan bekerja sama dengan profesi lain,
·         Memiliki etos kerja yang kuat,
·         Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir,
·         Berjiwa profesionalitas tinggi,
·         Memiliki kesejahteraan Iahir dan batin, material dan nonmaterial,
·         Memiliki wawasan masa depan, dan
·         Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu.

E.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Citra Guru
Sudjana (dalam Mustafa, 2005) menandakan rendahnya pengukuhan masyarakat terhadap profesi guru yang menjadikan rendahnya gambaran guru disebabkan oleh faktor diberikut:
1.      Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pundapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan;
2.      Kekurangan guru di tempat terpencil, mempersembahkan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; dan 
3.      Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha membuatkan profesinya itu. Perasaan rendah diri lantaran menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya.

Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya gambaran guru. Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut
Sudarminta (dalam Mujiran, 2005) antara lain tampak dari gejala-gejala diberikut: 
1.      Lemahnya penguasaan materi yang diajarkan;
2.      Ketidaksesuaian antara bidang Studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan Iapangan yang diajarkan; 
3.      kurang efektifnya cara pengajaran; 
4.      Kurangnya wibawa guru di hadapan anakdidik; 
5.      Lemahnya motivasi dan pengabdian untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul- betul menjadi guru; 
6.      Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan perilaku dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebetulnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam relasi dengan anakdidik masih spesialuntuk berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; dan 
7.      Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas.
Uraian di atas mempersembahkan penitikberatan bahwa profesionalisme ialah Salah satu garansi bagi peningkatan gambaran guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan sanggup memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan gambaran guru di tengah masyarakat. sepertiyang ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen mempakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. 
Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup beberapa aspek fungsi dan signifikansi sosial dari profesi tersehut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau Iatihan yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, instruksi etik, dan adanya imbalan finansial dan material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. melaluiataubersamaini demikian sanggup dikemukakan bahwa Salah satu upaya untuk meningkatkan gambaran guru yakni dengan menguasai kompetensi guru dengan baik.






BAB III
KESIMPULAN


1.      Citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang ialah sosok pengembang profesi ideal dalam Iingkup fungsi, kiprah dan kinerja.
2.      Citra guru ini tercermin melalui keunggulan mengajar, mempunyai relasi yang serasi dengan penerima didik, mempunyai relasi yang serasi pula terhadap sesama mitra seprofesi dan pihak Iain baik dalam perilaku maupun kemampuan profesional.
3.      Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci yang bisa memdiberi pencerahan dan sanggup membuatkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional mempunyai mitos yang kuat bahwa guru yakni profesi yang tidak pernah mengeluh dengan penghasilan yang minim, profesi yang sanggup dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang gembira dengan
4.      Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum ialah profesi yang profesional kalau spesialuntuk bisa membuat anakdidik membaca, menulis dan berhitung, atau menerima nilai tinggi, naik kelas dan Iulus ujian. Nlasyarakat modern menganggap kom-petensi guru belum Iengkap kalau spesialuntuk dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi.
5.      Sudjana dalam Mustafa (2005) menandakan rendahnya pengukuhan masyarakat terhadap profesi guru yang menjadikan rendahnya gambaran guru disebabkan oleh faktor diberikut, (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun sanggup menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) belum sempurnanya guru di tempat terpencil, mempersembahkan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha membuatkan profesinya itu. Perasaan rendah diri lantaran menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya



DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim. 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara

Chulsum Umi, Windy Novia. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko

Nurdin Muhammad. 2008. Kiat Menjadi Guru Profesional.Jogjakarta:Ar-Ruzz

Aqid Zainal, Elham Rohmati. 2008. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widya

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2000. Reformasi Pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Katya Nusa.

Makagiansar, Makamina. 1990. Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX:

Samani, Muchlas. 1996. Prospek Guru Tahun 2000. Makalah SeminarNasiona/ Wawasan Profesi Guru Tahun 200Q ICMI Korwil Jawa Timur, 21 Desember 1996 di Surabaya.

Supriadi, Dedi 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Surya, Muhammad. 2000. Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesional dan Keseja hteraan Guru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke 5 Nomor 021. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Suyanto. 200 1 .Wadah dan Dinamaka Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita. Tilaar, H .A. R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif era Xxi. Magelang: Tera Indonesia.


LihatTutupKomentar