-->
Indra Ke Enam

Sebisa bisanya mataku terbelalak, langkah gontaiku mengitari setiap sudut ruangan di dalam rumah. Ketertarikanku terhadap pulas di tengah malam menciptakanku terbiasa. Jelas saja, hari ini, saya kembali begadang. Menonton drama Korea yang selalu menciptakanku terbawa suasana. Dan tak henti hentinya ibu selalu menyuruhku untuk liburan di pulau kapuk.
“Sa, pulas!” Kata itu yang sudah membuat hidupku berubah. Tapi, tak bagiku. Anak yang selalu menyerupai ini dengan perilaku tak berubah.
Kali ini, saya masih mengusir kata ‘ngantuk’ dengan mencoba pergi ke gudang sendirian di pukul 01. 27 dini hari. Terasa suasana horor saat mrlewati sebuah lorong pendek. Namun, menciptakanku semakin yakin dan berani agak agaknya.
Kriek, Pintu gudang yang mulai ringkih mengambarkan adanya umur renta di gudang itu. Kecintaanku pada sebuah boneka kayu yang terdiri rapi di meja kusam. Mainanku pada zaman kuno yang masih sempat kurapikan kutata di atas meja lagi dan mengembalikanya menyerupai tiruanla.
Sesuatu yang mungkin tak kalian ketahui pada diriku kalau saya memiliki indra ke enam yang menciptakanku sering bertemu hantu. Tak jarang pulasku terganggu oleh roh yang bergentayangan di waktu pulas. Entah itu faktor kesengajaan kalau orangtuaku membuka mata batin. Dan sepertinya roh Daruma San menghampiriku. Masih dengan wajah yang sama saat ritual pemanggilan. melaluiataubersamaini baju putih compang camping.
“Kau!” melaluiataubersamaini anyir busuknya yamg keluar dari lisan Daruma San.
“Ini!” Aku menampakkan sebuah jimat yang dipercaya dapat mengusir hantu itu. Daruma San pergi melayang.



Matahari bangkit terlalu pagi, rasanya saya terpulas gres beberapa menit. Matahari pun mulai memancarkan sinarnya. Pemandangan kulihat sangat cerah. Aku pun terbangun dari pulasku.

Pada pagi hari ini saya mengeliling sekitar daerah tinggalku dengan bersepeda bersama kawan. Aku mencicipi betapa segarnya udara di pagi hari. Seketika hujan pun hadir dengan derasnya, kami pun segera mencari daerah teduh untuk berlindung. Dan setelah beberapa menit kami menunggu, akibatnya hujan pun reda. Aku dan kawanku pun pribadi mengayuh sepeda yang kami naiki.

Sesudah itu saya dan kawanku berhenti sejenak di suatu daerah yang sangat rindang dan teduh. Aku melihat ada sesuatu di balik dedaunan yang rimbun itu. Dan itu ternyata menyerupai jenis kupu kupu yang dilengkapi akup sangat anggun dengan corak bewarna biru bercampur kemerah-merahan. Aku memanggil kawanku, kemudian kawanku berkata “Itu bukanlah kupu kupu, melainkan seorang peri yang ada di dongeng dongeng.” saya pun terkejut saat mengetahuinya itu ialah peri.

Lalu saya bertanya kepada peri itu, “Siapa namamu wahai peri yang cantik?” dan saya spesialuntuk mendengarkan menyerupai bunyi lonceng yang berbunyi. Ketika saya hendak menangkap peri itu, akung sekali peri itu sudah terbang. Kami pun tak tahu peri itu pergi ke mana, saya sudah mencarinya di balik dedaunan itu tetapi tidak ada. Temanku berkata “Mungkin dia sudah pergi dan kita tidak tahu keberadaannya di mana?”.


melaluiataubersamaini perasaan kecewa, kemudian kami pergi meninggalkan daerah itu. Kami pun pulang ke rumah masing masing.

LihatTutupKomentar