-->
Perlindungan Karya Cipta Intelektual
PERLINDUNGAN KARYA CIPTA INTELEKTUAL
I. Penlampauan
Membahas Perlindungan Karya Cipta Intelektual sebagaimana yang sudah ditentukan oleh penyelenggara, berdasarkan ekonomis penulis ada dua hal yang kiranya perlu dicermati pada bahasan ini. Pertama, perlu dicermati ada tidaknya peraturan perundangan yang mengaturnya, ada tidaknya aturan yang diperuntukkan bagi karya-karya cipta yang ialah human creativity atau kreativitas insan yang dengan daya kemampuan intelektualnya menghasilkan suatu karya berupa milik yang tidak lepas dari acara seni, industri, ekonomi dan perdagangan. Kedua, produk-produk apa dari hasil kreativitas insan yang termasuk dalam lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual atau disingkat dengan kata HaKI, khususnya yang berkaitan karya cipta .

Pada pertamanya hasil kreativitas insan atau dan juga yang berupa perjuangan atau hasil yang kreatif atau human effort disebarkan atau ditularkan begitu saja kepada orang lain – sebagai suatu ibadah – sehingga setiap orang sanggup mempergunakan/memakainya bahkan memasarkan hasil produksi yang mempergunakan hasil penemuan tersebut begitu saja. Namun di dalam perkembangannya, seandainya hasil karya kreatif insan yang juga ialah hasil karya intelektual tersebut dijadikan lahan atau obyek acara bisnis, apalagi di era perdagangan bebas misalnya, dilihat dari rasa keadilan dan penghargaan terhadap jerih payah untuk menemukan hasil karya kreatif manusia, dirasa kurang pada tempatnya (kurang sreg – pen). 

Terlepas dari ada tidaknya perdagangan bebas, bergotong-royong menjadi kewajiban Pemerintah untuk mengatur HaKI, yang pada pada dasarnya keberadaan peraturan perundangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi suatu hasil kreasi manusia. Seperti kita maklumi bersama bahwa proteksi aturan gres ada apabila kepentingan yang dilanggar sudah ada peraturannya terlebih lampau. Adanya proteksi aturan yang didiberikan Pemerintah di satu sisi memdiberi kejelasan aturan terkena korelasi aturan antara ciptaan yang ialah hasil karya intelektual insan dengan si pencipta atau pemegang hak cipta atau pemakai hasil ciptaan tersebut. Adanya kejelasan aturan atas kepemilikan HaKI umumnya dan khususnya karya cipta intelektual yakni ialah akreditasi aturan serta pemdiberian imbalan yang didiberikan kepada seseorang atas perjuangan dan hasil karya kreatif insan yang sudah diciptakannya. Selanjutnya mengingat perjuangan untuk mendapat hasil karya intelektual tersebut memerlukan pemberian modal yang berupa biaya, waktu, tenaga dan pikiran, maka HaKI dalam hal ini hak cipta ialah hak kebendaan yang bersifat immateriil atau intangible atau ialah bab hak milik yang bersifat abnormal atau incoporeal property. Di sisi lain adanya proteksi aturan dan pemdiberian imbalan terhadap karya-karya cipta sebagai hasil daya kemampuan intelektual yang diwujudkan dalam ciptaan-ciptaan akan mendorong dan meningkatkan perjuangan menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta akan memperkaya literatur dan seni sastra bahkan adanya proteksi aturan tersebut diharap sanggup ikut membuat lingkungan yang stabil bagi pemamasukan produk-produk HaKI sebagaimana yang dimaksud dalam judul makalah ini.

Keberadaan HaKI itu sendiri memang tidak sanggup terlepas dari kegiatan-kegiatan perjuangan di bidang perekonomian, perdagangan dan perindustrian. Apalagi kalau hal ini dikaitkan dengan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi sudah ikut mendorong globalisasi perjuangan untuk memasarkan barang-barang produk HaKI termasuk karya cipta.

Usaha untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang diuraikan di atas, tidak terlepas dari acara penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Penelitian dan pengembangan itu sanggup dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan institusi yang terkait atau sanggup juga dilakukan oleh Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi yang ada.

Pengembangan penelitian di lingkup Perguruan Tinggi, yang perlu ditumbuh-kembangkan di antara para tenaga pengajar di Perguruan Tinggi yakni budaya, antara lain :
  1. Budaya sain (berfikir ilmiah)
  2. Budaya menulis/mencatatat yang berkesinambungan
  3. Budaya ingin tahu dan ingin maju
  4. Budaya bekerja keras
  5. Budaya kewirausahaan[1]
Kiranya dari budaya-budaya yang ditumbuh-kembangkan diantara tenaga pengajar di Perguruan Tinggi melalui penelitian, selain menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan sastra juga sanggup meningkatkan hasil karya intelektual termasuk karya cipta intelektual.

II. Peraturan Perundangan HaKI Dan Ruang Lingkup HaKI
A. Peraturan Perundangan HaKI
Tujuan proteksi HaKI menyerupai sudah diuraikan di atas yakni untuk memdiberi kejelasan aturan antara hak atas kekayaan intelektual yang ialah hak kebendaan dengan si pencipta/penemu atau pemegang hak atau dengan pemakai yang mempergunakan hasil ciptaan/temuan tersebut. Selanjutnya mengingat HaKI ialah asset bisnis yang ialah bab integral dari suatu taktik bisnis yang tengah populer diseluruh dunia cukup umur ini, maka mengulas HaKI tidak sanggup dipisahkan dengan persetujuan pembentukan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) di mana TRIPs atau Trade Related aspects of Intellectual Property including Trade in counterfeit goods ialah salah satu hasil perjanjian Putaran Uruguay atau Uruguay Round yang diadakan pada tahun 1994 di Marakesh, Maroko.

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM BISNIS
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=2425230683040088515;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=101;src=link

Dewasa ini Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi hasil Putaran Uruguay tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan, di mana pada lampiran I C Persetujuan Pembentukan Organisasi tersebut memuat ketentuan-ketentuan wacana HaKI.

Salah satu tujuan dari TRIPs menyerupai yang dikemukakan dalam pasal 7 Persetujuan TRIPs yakni :
· proteksi dan penegakan aturan HaKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dengan cara membuat kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. 

Guna memdiberi proteksi aturan atas hasil karya intelektual di Indonesia serta untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 1994, Pemerintah Indonesia sudah mengundangkan beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan HaKI, yaitu :
  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta.
  2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1997 Tentang Paten.
  3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1987 Tentang Merek.
Bersamaan dengan dengan diterbitkannya undang-undang yang mengatur wacana HaKI biar sejalan dengan TRIPs, Pemerintah juga sudah meratifikasi persetujuan-persetujuan internasional yang berkaitan dengan HaKI, yaitu :
  1. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Pengesahan the Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.
  2. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The Patent Cooperation Treaty and Regulation under PCT.
  3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The Trade Marks Law Treaty. 
  4. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.
  5. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Pengesahan The WIPO Copyrights Treaty.
B. Ruang Lingkup dan Obyek HaKI.
Hak atas kekayaan intelektual pada dasarnya ialah hak milik lahir atau diperoleh dari hasil karya, karsa dan cipta insan dengan menggunakan kemampuan intelektualnya, maka masuk akal dan sudah pada tempatnya kalau mereka ini diakui sebagai pihak yang berhak menguasai hasil temuan atau ciptaannya. Demikian juga karya-karya yang dihasilkan insan termaksud dalam cakupan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra juga dimungkinkan dilindungi berdasarkan aturan HaKI. Mengingat jenis dan lingkup penemuan sanggup termasuk dalam cakupan yang berlainan, maka perangkat peraturan proteksi aturan HaKI juga dibeda-bedakan mengingat cakupan obyek yang diaturnya serta untuk mempergampang menemukan di mana jenis hasil penemuan itu diaturnya.
Pembagian jenis atau kelompok tersebut yakni :
  1. Pembagian berdasarkan Konvensi Pembentukan WIPO ( Convention Establishing the World Intellectual Property Organization).
  2. Pembagian berdasarkan Lampiran Kesepakatan Pembentukan WTO atau Agreement Establishing the World Trade Organization.Ad. 1. Pembagian berdasarkan WIPO ada dua kelompok, yaitu ;
  • Hak Cipta atau Copyrights.
  • Hak milik industri atau industrial property, yang terdiri dari ;
  1. Paten.
  2. Merek
  3. Desain produk industri.
  4. Penanggulangan persaingan curang.
Ad. 2. Pembagian berdasarkan WTO, hak atas kekayaan intelektual Dapat rinci menjadi beberapa jenis, yaitu ;
  • Hak cipta dan hak-hak yang terkait lainnya.
  • Merek.
  • Paten.
  • Indikasi geografi.
  • Lay out dari integrated circuit. 
  • Perlindungan terhadap indisclossed information
  • Pengendalian terhadap praktek-praktek yang tidak sehat dalam perjanjian kreasi.
Selanjutnya berdasarkan Dicky R.Munaf cakupan HaKI mencakup :
1. Hukum Milik Perindustrian yang mencakup :
  • Paten.
  • Informasi Rahasia.
  • Hak Pemulia Tanaman.
  • Rancangan Industri.
  • Denah Rangkaian.
  • Merek.
2. Hak cipta[2]
Perlindungan aturan HaKI mempunyai obyek yang tidak sama satu dengan yang lain sesuai dengan jenis hasil karya yang dilindunginya, obyek proteksi aturan tersebut ialah : 
a. Obyek hak cipta.
Obyek hak cipta yakni karya seseorang di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
b. Obyek paten.
Obyek paten yakni suatu penemuan gres di bidang teknologi yang sanggup dterapkan dalam industri atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi yang sudah ada.
c. Obyek merek
Obyek merek yakni karya-karya yang berupa tanda atau gambar yang mempunyai daya pembeda dan digunakan untuk membedakan barang yang sejenis atau jasa yang lazim dipergunakan dalam pergaulan perniagaan.
d. Obyek indikasi geografi
Obyek indikasi geografi yakni tanda yang digunakan untuk asal suatu barang yang lantaran faktor-faktor geografis (termasuk faktor alam dan faktor insan atau kombinasi dari kedua faktor tersebut) sudah mempersembahkan ciri kualitas tertentu terhadap barang yang dihasilkannya. Di Indonesia peraturan yang mengatur indikasi geografi diatur bersamaan atau menjadi satu dengan peraturan wacana merek.
e. Obyek desain produk industri.
Obyek desain industri yakni karya-karya yang pada dasarnya berupa tumpuan atau patron alat cetak yang dipergunakan untuk memproduksi atau menciptakan, memalsukan barang secara berulang-ulang.
f. Obyek desain industri.
Obyek desain industri yakni suatu hasil kreasi wacana bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang mengandung nilai estetika dan sanggup diwujudkan dalam tumpuan tiga dimensi atau dua dimensi serta sanggup digunakan untuk menghasilkan produk barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
g. Obyek Pemuliaan tanaman.
Obyek pemuliaan tumbuhan yakni suatu rangkaian acara penelitian dan pengujian sesuai dengan metoda baku untuk menghasilkan varietas gres atau mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.

III. Perlindungan Karya Cipta.
Obyek hak cipta yakni karya-karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni serta sastra dan karya-karya tersebut pada dasarnya yakni karya intelektual insan yang dilakukan sebagai perwujudan kualitas rasa, cipta dan karsanya, dengan demikian suatu gagasan yang belum terwujud tidak termasuk obyek yang dibahas di sini alasannya gagasan yang belum terwujud sehigga belum sanggup dikatakan ciptaan. Taylor menyampaikan bahwa yang dilindungi oleh hak cipta yakni lisan dari suatu inspirasi atau gagasan, dan bukannya melindungi gagasan itu sendiri.[3] Karena suatu inspirasi belum mempunyai wujud yang memungkinkan untuk sanggup dilihat, dibaca , atau didengar. 

Selanjutnya yang dimaksud ciptaan yakni setiap hasil karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi. Maksud dalam bentuk yang khas ialah karya tersebut harus sudah selesai diwujudkan sehingga sanggup dilihat, dibaca atau didengar. Untuk sanggup mewujudkan suatu gagasan atau inspirasi menjadi bentuk yang faktual (ciptaan), maksudnya sanggup dilihat, dibaca atau didengar, umumnya yang bersangkutan (pencipta) mengerahkan daya kemampuan intelektualnya yang pada lajimnya memerlukan pemberian tenaga, pikiran, waktu dan biaya. Sehingga terhadap hasil karya intelektual yang berupa ciptaan tersebut si pencipta merasa mempunyai kepentingan atas hasil kreasinya itu. Menurut Sudikno, kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh aturan dalam melaksanakannya.[4] Agar supaya kepentingan tersebut mendapat proteksi hukum, maka jauh sebelumnya kepentingan tersebut sudah diatur dalam peraturan perundangan terlebih lampau. Peraturan perundangan yang mengatur wacana hak cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.

Tujuan diadakannya peraturan perundangan tersebut selain untuk memdiberi kejelasan korelasi aturan terkena korelasi antara ciptaan yang ialah hasil karya intelektual insan dengan si pencipta atau pemegang hak cipta atau pemakai yang mempergunakan hasil karya intelektual tersebut juga ialah akreditasi aturan serta pemdiberian imbalan yang didiberikan kepada pencipta atas perjuangan dan hasil karya kreatif

yang sudah diciptakannya. Bentuk imbalan yang didiberikan kepada pencipta ini berupa hak khusus (exclusive rights) yang berupa hak untuk melarang orang lain tanpa seijinnya memperbanyak, mengumumkan atau memdiberi ijin untuk itu. Memdiberi ijin ini sanggup diasumsikan pemdiberian ijin dengan diikuti pembayaran royalty, sehingga berdasarkan pengertian ini pencipta memilik hak ekonomi. Menurut Priharniwati, lantaran sifatnya yang menyerupai itu, maka hak cipta dikatakan sebagai hak istimewa yang khusus.[5] Menurut Emawati hak ekonomi inilah yang sanggup dialihkan kepada orang atau tubuh lain.[6] Selanjutnya di samping mempunyai hak khusus sebagaimana tersebut di atas, pencipta juga mempunyai hak moral di mana hak ini tidak sanggup dialihkan kepada orang atau tubuh lain lantaran pencipta tetap menempel pada ciptaannya, sehingga tetap terdapat korelasi yang akrab antara pencipta dengan hasil ciptaannya. Hak moral atau (moral rights) ini yakni haknya pencipta atau mahir warisnya. Hak moral tersebut berupa hak :
  1. Untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan pada ciptaannya.
  2. Memdiberi persetujuan dalam perubahan pada ciptaannya.
  3. Memdiberi persetujuan terhadap perubahan atau nama samaran pencipta.
  4. Untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaannya.
Hak cipta ada atau lahir bersamaan dengan lahirnya suatu karya cipta dan bagi hak cipta tidak ada keharusan untuk mendaftarkan hak tersebut. melaluiataubersamaini perkataan lain registrasi hak cipta tidaklah ialah keharusan, maksudnya hak ini tidak wajib didaftar. Berdasarkan kenyataan ini suatu ciptaan didaftar atau tidak didaftar tetap diakui dan proteksi hukum, alasannya peraturan perundangan yang berlaku bagi hak cipta menganut sistem deklaratif. Seandainya pencipta mendaftarkan ciptaannya dimaksudkan untuk memperoleh sertifaikat registrasi yang ialah bukti pertama di Pengadilan, mabadunga terjadi sengketa di kemudian hari. Meskipun ada usul registrasi hak cipta dilakukan tidaklah berarti bahwa usul itu akan didiberi setifikat pendaftaran, alasannya ada beberapa ciptaan yang tidak sanggup dilindungi secara umum. Ciptaan-ciptaan yang secara umum tidak dilindungi adalah 
  • Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
  • Ciptaan tersebut tidak orisinal.
  • Ciptaan tersebut sudah menjadi milik umum.
  • Ciptaan yang tidak ditetapkan dalam bentuk yang nyata. 
Secara garis besar jangka waktu proteksi atas hak cipta sanggup dikelompokkan :
1. Kelompok pertama :
Jangka waktu proteksi atas hak cipta apabila dimiliki lebih dari dua orang jangka waktunya seumur hidup ditambah 50 dihitung dari pencipta yang terlama hidupnya meninggal. Apabila kelompok pertama dan kelompok kedua dimiliki oleh suatu tubuh hukum, jangka waktu proteksi hukumnya berlaku selam 50 tahun semenjak pertama kali ciptaan diumumkan. Termasuk dalam kelompok ini yakni ;
  • Buku, panflet dan tiruana hasil karya tulis lainnya.
  • Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
  • Alat peraga yang dibentuk untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
  • Ciptaan lagu atau musik dengan atau tidak dengan teks, termasuk kerawitan.
  • Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim.
  • Senirupa dalam segala bentuk, menyerupai seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase seni terapan yang ialah sei kerajinan tangan.
  • Arsitektur.
  • Peta.
  • Seni batik.
2. Kelompok kedua :
Termasukdalam kelompok kedua ini yakni :
  • Program komputer.
  • Sinematografi.
  • Rekaman suara.
  • Karya pertujukkan.
  • Karya siaran.
3. Kelompok ketiga :
Jangka waktu proteksi hak cipta 25 tahun semenjak pertama kali ciptaan itu diumumkan. Termasuk dalam kelompok ini yakni :
  • Fotografi.
  • Saduran, bunga rampai dan karya lainnya dar hasil pengalihwujudan.
  • Susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan semenjak pertama kali diterbitkan.
IV. Penutup.
Berdasarkan uraian tersebut di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa ;
1. Hak Cipta yang ialah perwujudan dari suatu inspirasi atau gagasan harus sudah berbentuk nyata, lantaran yang dilindungi oleh hak cipta yakni perwujudan dari gagasan yang sanggup dilihat, dibaca atau didengar dan bukannya gagasan itu sendiri.
2. Tujuan proteksi aturan atas hak cipta dimaksudkan untuk mempersembahkan kejelasan korelasi aturan antara ciptaan dengan si pencipta atau pemakai yang mempergunakan ciptaan tersebut di samping imbalan kepada pencipta yang berupa hak khusus dan hak moral.
3. Perlindungan aturan atas hak cipta spesialuntuk didiberikan dalam lingkup ilmu pengetahuan,seni dan sastra dan peraturan perundangan yang mempersembahkan proteksi tersebut harus ada terlebih lampau.
4. Untuk mendapat proteksi hak cipta tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya, namun demi kepentingan pembuktian pertama di Pengadilan kalau dikelak kemudian hari, akta registrasi ialah bukti pertama yang menguntungkan bagi pendaftarannya.

DAFTAR PUSTAKA
  • Mertokusumo, Sudikno, 1996, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
  • Munaf, Dicky. R, 2000, Kebijakan Strategi Pembangunan Ilmu 
  • Pengetahuan dan Teknologi (Fokus Sentra Paten - Oleh Paten), Dept. Diknas, Dirjen DIKTI, Dir. Binlitabmas, Jakarta. 
  • Sastrohamidjojo, Hardjono, 2000, Pengembangan Penelitian, Lembaga Penelitian UGM, Yogyakarta.
  • Taylor. L.J., 1980, Copyrights for Librarians, Tamarisk Books Hasting, East Sussex.
  • Priharniwati, 1997, UU Hak Cipta di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 2, 1997, Jakarta, hal. 48 – 51.
  • Yusuf, Emawati, 1999, Undang - Undang Dan Informasi Umum Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), 
  • Jurnal P & PT, Vol I, Nomor 9, Tahun 1999, hal. 368-379
· Sentra HaKI – Lembaga Penelitian UGM, Makalah Seminar Nasional Arah Depan Batik-Canting Emas V, Gempita 2000, Kerjasama Taman Budaya Yogyakarta – Universitas Negeri Yogyakarta-

Dewan Kesenian Yogyakarta, 28 Oktober 2000
[1] Sastrohamidjojo, Hardjono, 2000, Pengembangan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta, hal 1.
[2] Munaf, Dicky R, 2000, Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknolodi Nasional 
2000-2004 (serius Sentra Paten-Oleh Paten), Dept. Diknas, Dirjen DIKTI- Dirlitabmas, Jakarta.
[3] Taylor, L.J. 1980, Copyright For Librarians, Tamarisk Books Hasting, East Sussex, 1 st. Edition.
[4] Mertokusumo, Sudikno, 1996, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hal.41
[5] Priharniwati, 1997, UU Hak Cipta Di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 2, 1997, 48 - 51
[6] Yunus, Emawati, 1999, Undang-Undang Dan Informasi Umum Perlindungan Hak Atas Kekayaan 
Intelektual (HaKI), Jurnal P & PT, Vol. I No. 9, Hal.368 – 379.

LihatTutupKomentar