-->
Pengertian Rehabilitasi Musibah
REHABILITASI MUSIBAH 
Standar Kompetensi 
Sesudah membaca dan mengikuti pembelajaran pecahan ini diperlukan Mahasiswa dapat: 
  1. Menjelaskan arti dan makna musibah 
  2. Menjelaskan bahwa sakit yakni salah satu diantara bentuk musibah 
  3. Menjelaskan bagaimana menyikapi dengan benar kehadiran musibah 
  4. Menjelaskan bagaimana cara merawat orang sakaratul maut 
  5. Menjelaskan masalah prevalensi tahlilan berdasarkan tata aturan Islam 
  6. Menjelaskan lafal doa untuk orang Islam yang meninggal berdasarkan tuntunan Rasulullah 
  7. Menjelaskan wacana sikap lemah lernbut dalam merawat orang sakit. 
A. Arti Musibah 
Secara etimologis peristiwa alam berarti insiden (peristiwa) yang menyedihkan yang memimpa, malapetaka, atau peristiwa (Kamus Besar, 1990: 603; Warson,[t.th.]: 856). Puncak peristiwa alam yakni kematian. Quran sebut bahwa Dial ah yang menghidupkan dan mematikan seluruh makhluk.Sepuluh kali Quran menyebut kata "musibah" yang keseluruhannya juga berarti keadaan yang menyedihkan, bencana, atau malapetaka, baik terhadap seseorang, maupun kelompok atau masyarakat umum. Musibah, berdasarkan ayat-ayat tersebut terjadi karena banyak faktor. 

1. Perbuatan yang Ceroboh 
Kecerobohan struktural-sistematis menjadikan Allah menurunkan peristiwa alam kepada suatu kaum. Arti struktural di sini sudah menjadi kebiasaan umum dan legal pada suatu masyarakat. Maksud legal di sini yakni kalau seseorang melakukannya dianggap baik oleh masyarakatnya, dan kalau tidak melakukannya, ia dikatakan jelek oleh masyarakat tersebut. Legal berarti sudah menjadi akad resmi dan mengikat bagi masyarakat masyarakat. Jika seseorang tidak melaksanakan sesuatu perbuatan yang sudah dianggap baik secara umum oleh sesuatu masyarakat, umpama mengubur ari-ari di pecahan depan rumah, ari-ari tersebut dibungkus dalam kain putih kemudian dimasukkan ke dalam periuk tanah, kalau malam didiberi lampu penerang di atas, dan biasa ditaburi guaka kembang di atasnya, ia akan dianggap menyalahi adat kebiasaan yang baik. Padahal, perbuatan seseorang dan kepercayaan umum masyarakat tersebut kalau diukur dari segi syariat Islam yakni ceroboh karena perbuatan dan kepercayaan bersumber dari pedoman Hindu. melaluiataubersamaini kata lain, kecerobohan tersebut sudah menjadi budaya yang mapan dalam masyarakat tersebut. 

Masyarakat terdiri atas (1) lapisan-Iapisan sosial baik dari segi ekonomi, sosial, politik, agama, dan aspek lainnya. (2) hubungan-hubungan antar individu, antar invidu terhadap kelompok atau sebaliknya, dan kekerabatan antar kelompok, (3) proteksi status dan peran-peran sosial. Jika kecerobohan itu sudah menjadi budaya, maka ceroboh itu sudah memasuki secara mantab dalam keseluruhan jaenteng sosial itu. misal kecerobohan struktural-sistematis yakni korupsi dalam proyek pembangunan gedung sekolah. Dalam proyek ini yang terlibat secara eksklusif yakni : (1) Dinas yang berwenang mempersembahkan ijin mendirikan bangunan, (2) Dinas yang berwenang mengijinkan tanah itu boleh atau tidak dikeringkan untuk didirikan bangunan, (3) Dinas yang berwenang menghitung dan menarikdanunik pajak baik tanah yang di atasnya didirikan bangunan maupun bangunannya sendiri setelah berdiri, (4) Pemborong, (5) pelaksana, (6) pimpinan proyek, (7) pengawas, (8) pemborong fiktif sekedar bendera,(9) mandor, (10), pekeija, (11) kerohanian, dan (12) guaka toko material. Satu sama lain ke 12 sektor ini saling terkait secara fungsional membentuk sesuatu yang disebut korupsi kalau mereka bekerja tidak atas dasar syariat agama. Sektor I - 3 tidak mau bekerja kalau tidak ada pelicin atau biasa disebut uang siluman dengan cara mengulur-ulur waktu perijinannya. Dalam ke tiga dinas terdapat konseptor, penulis (pengetik) pengurusan tanda tangan pimpinan, arsiparis, dan ekspedisitor. Masing-masing butuh uang rokok untuk sanggup menuntaskan pekerjaan. Sesudah didiberi pelicin keseluruhan manajemen menjadi beres. Sektor 6 meminta setoran 5 % terlebih lampau dari nilai harga proyek sebelum proyek itu digarap. Sektor (4) karena sudah banyak mengeluarkan biaya siluman, maka ia mengurangi kualitas bahan-bahan bangunan dan mcnggelembungkan satuan-satuan harga barang, perijinan, dan seluruh upah kerja. 

Ada saling pengertian antara pemborong, pengawas, dan perencana dalam pengurangan kualitas bahan-bahan bangunan dan penggelembungan setiap satuan harga barang. Antara mandor dan para pekerja ada saling pengertian mengambil atau menukar bahan-bahan bangunan dengan perhitungan tidak mencolok. Antara pecahan pengadaan barang-banrang (tukang belanja) dan toko-toko material (suplaier) saling ada pengertian untuk menaikkan satuan-satuan harga barang, tetapi pembayarannya normal dengan harapan tokonya menjadi langganan dan yang belanja memperoleh laba pribadi, Sektor kerohanian menjalankan praktik ritus yang jauh dan pedoman agama dengan samasukan ritus keseluruhan sektor sukses dan selamat, artinya mendoakan para koruptor. 

Karena masing-masing sektor bekerja sarna saling menguntungkan, maka terjadilah penggelembungan nilai harga proyek dengan kualitas tidak mirip yang tertulis dalam bestek maupun gambar perencanaan nya. Karena kualitasnya tidak baik, maka gres berumur 2 tahun atau bahkan kurang dari itu sudah terjadi kerusakan di sana-sini, mirip keramik lantai dasar gempil karena isian semen kurang, dinding bengkah-bengkah, kolam kamar mandi bocor, pintu-pintu tidak bisa ditutup dengan sempurna, kaca-kaca ventilasi pecah karena bingkainya melot (melengkung), atap bocor, dan kerusakan-kerusakan interior lainnya. Meskipun demikian, tidak ada yang protes karena tiruana sektor sudah menyadari akhir kerusakan proyek itu. Malah bisa-bisa bahagia karena segera ada rehap, yang berarti proyek baru. Proyek gres berarti rezeki. 

Kecerobohan semacam itulah kesudahannya Allah mcnurunkan musibah, dalam arti peristiwa alam itu terjadi sebagai akhir perbuatan tangan insan jahil. Dalam hal ini Quran mengatakan: 

Artinya 
Dan mengapa dikala engkau ditimpa peristiwa alam (pada peperangan Uhud), padahal engkau sudah menimpakan abadiahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) engkau berkata: "Dari mana hadirnya (abadiahan) itu" Katakanlah !’, Itu dari ( kesalahan) dirimu sendiri", Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Ali Imran/3:165). 

Arti penting dari dua ayat ini yakni suatu petunjuk - yang sanggup dijadikan pedoman atau teori - kalau insan ceroboh (aku, kita, kami, engkau, engkau tiruana) pasti akan hadir peristiwa alam (bencana, malapetaka, suatu insiden yang menyedihkan). Untung saja Allah itu Maha Pengampun sehingga kecerobohan insan itu, untuk sebagian besar masih diampuni. Akan tetapi, kalau kecerobohan ini diterus-teraskan, Allah tidak akan mengampuni lagi. Allah berfirman: 

Artinya 
(yaitu) hari (ketika) engkau (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun yang menyelamatkan engkau dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, pasti tidak ada baginya seorangpun yang akan memdiberi petunjuk QS al-Mu’min/40/:33). 

2. Kemunafikan 
Secara umum, ntunafik berarti berpura-pura percaya atau setia kepada agama tetapi bergotong-royong dalam hatinya tidak percaya; selalu menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Kemunafikan yakni perbuatan munafik (Kamus Besar,1990:599). Kemunafikan tidak pernah berakibat baik berdasarkan agama, justru peristiwa alam pasti menimpa kepada para munafik. Dalam hal ini Quran mengatakan: 

Artinya 
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu peristiwa alam disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka hadir kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." Mereka itu yakni orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah engkau dari mereka, dan diberilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (QS. Al-Mu’min/40:62-63). 

Salah satu arti penting dari kedua ayat ini yakni jikamanusia memperagakan sikap (kepercayaan keyakinan, cita-cita, perkataan, perbuatan) yang tcrgolong munafik pasti berbuah peristiwa alam (malapetaka, bencana, keadaan yang menyedihkan). Dari teori ini juga sanggup disusun teori diberikutnya. Jika insan tidak memperagakan kemunafikan, mempunyai peluang untuk selamat. 

3. Takdir atau Izin Allah 
Allah sebut suatu peristiwa alam terjadi dan menimpa di bumi karena diputuskan oleh Allah swt di Lauh Mahfuz. Demikian Allah berfirman: 

Artinya 
Tiada suatu peristiwa pun yang menimpa di bumi dan (tidak Pula) Pada dirimu sendiri melainkan sudah tertulis dalam Kitab (lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu yakni mudah bagi Allah (Q.S. al-Hadid/57 : 22). 

Jenis peristiwa alam semacam ini terang menjadi diam-diam Allah semata.Penjelasan peristiwa alam sebagai ketetapan Allah dimaksudkan sebagaimana dijelaskan pada ayat diberikutnya, apabila seseorang tertimpa peristiwa alam supaya tidak bersedih secara berlarut-larut, dan kalau memperoleh sesuatu yang menggembirakan supaya tidak bersukacita berlebihan (Q.S. al-Hadid/57: 23). Penekanan Allah kepada insan yakni supaya mereka berlomba-lomba kepada ampunan-Nya dan surga. (Q.S. al-Hadid/57 : 21). Kaprikornus apa yang terjadi di dunia supaya dijalani dengan baik, tidakboleh terhenti terpikat oleh keindahan dan kemegahan dunia, melainkan perhatian utama yakni ampunan Ilahi dan nirwana anugerah-Nya. Musibah spesialuntuk terjadi karena izin Allah sebagai kerikil ujian untuk memperoleh kesuksesan besar, ampunan Allah dan Surga. Berikut ayat yang membuktikan bahwa peristiwa alam spesialuntuk terjadi karena izin Allah: 

Artinya 
Tidak ada sesuatu peristiwa alam pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang diberiman kepada Allah, pasti Dia akan memdiberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Q.S. at-Taghabun/64 : 1 1). 

Antara ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya (yang dikutip dalam uraian ini) tampak berperihalan. Di satu pihak peristiwa alam terjadi karena akhir perbuatan jahil, ceroboh, atau kemunafikan manusia, di sisi lain peristiwa alam tidak akan terjadi kalau bukan karena lakdir atau izin Allah. Pemahamannya yakni kalau insan ceroboh, jahil, dan munafik, pasti diputuskan (takdir) atau diizini (rekomendasi) peristiwa alam menimpa kepada manusia. Bagi mereka yang tidak jahil, ceroboh, dan munafik, peluang untuk selamat atau memperoleh petunjuk Allah lebih besar. 

Dari uraian ini sanggup dtambil kesimpulan bahwa peristiwa alam yakni sesuatu yang kita rasakan sangat menyedihkan, mulai dari rasa sakit secara orang-perorang, kerusakan lingkungan secara mendadak mirip tanah longsor, banjir bandang, gelombang pasang, kebakaran, badai, sunami, hingga janjkematian massal. Penyebab peristiwa alam yakni perbuatan insan sendiri kemudian diputuskan oleh Allah. 

B. Menyikapi kehadiran Musibah 
Telah disinggung sedikit bahwa kalau kita memperoleh peristiwa alam tidak perlu bersedih secara berlarut dan bila kehadiran anugerah tidak bergembira kelewat batas (Q.S al-Hadid/57 :23) yakni cara umum memperagakan di dunia ini karena mati dan hidup kita sepenuhnya di tangan Allah swt. Dia lah yuhyi wa yumit (Q.S. al-Baqarah/2 :258; at-Taubah/9 : 116; Yasin/36 :78; al-Hadid/57 :2, dan masih banyak ayat lagi). Pola umum menyikapi peristiwa alam mirip itu dijelaskan dalam tindakan faktual berdasarkan petunjuk baik Quran maupun sunnah Rasul. 

1. Istirja’ 
Menurut keterangan dari Alquran, kalau kita tertimpa peristiwa alam baik besar atau kecil supaya melaksanakan istirja’, yaitu pernyataan bahwa urusannya dikembalikan kepada allah. Demikian keterangan Quran yang dimaksud: 

Artinya 
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “innalillahi wa inna lillahi rajiun” sesungguhnya kami yakni milik allah dan kepadanya lah kami kembali (Q.S. al-Baqarah/2 :156) 

Secara umum istirja’ dilakukan berkenaan dengan insiden kematian, tetapi biasanya disertai ratap tangis oleh sanak keluarga si mati. Bahkan, sering terjadi keluarga yang terkena peristiwa alam tidak melaksanakan istirja’, me;ainkan justru menangisnya sangat keras. Teknik ini sangat tidk benar. Teknik yang benar berkenaan dengan hadirnya peristiwa alam yakni spesialuntuk mencukupkan istirja’ saja. Mereka inilah yang memperoleh berkah, rahmat, dan petunjuk (hidayah). Ayat setelah pernyataan istirja’ membuktikan sebagai diberikut : 

Artinya 
Mereka itulah yang menerima keberkahan yang tepat dan rahmat dari tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang menerima petunjuk (Q.S. al-Baqarah/2 :157) 

Ketidak benaran meratap karena peristiwa alam juga dijelaskan oleh Rasulullah saw. melaluiataubersamaini disertai bahaya yang fokus. Demikian sabda dia :
النائحة إذت لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال  من قطران  ودرع  من جرب
(رواه مسلم واحمدعن ابى مالك الاشعرى)

Artinya 
Apabila perempuan yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan di tubuhnya dikenakan jubah yang penuh tir dan dir’ah yang penuh penyakit kudis (H.R Muslim dan Ahmad dari Abi Mlik-al-Asy’ari-ibrahim, 1988:188) 

Dalam hadis itu disebutkan dikala dia meratap (niyahah) secara simpel melaksanakan dosa yang amat besar dengan bahaya didiberi berpakaian sirbal dan dir’ah. Sirbal artinya baju, gamis, atau jubah. Qathiran maknanya cairan yang berbau busuk, yang cepat muncul karena gerah yang teramat sangat dan dari daging atau tulang yang terbakar. Jarab artinya penyakit yang menjangkiti kulit dan biasa meninggalkan noda-noda hitam. Ini ialah citra siksa yang pedih dan azab yang keras. Laki-laki yang besar lengan berkuasa sekalipun tidak akan besar lengan berkuasa menanggungnya. Bagaimana kalau ini menimpa perempuan ? (Ibrahim,1988 :188) 

Ketika ummu ‘uthiyah masuk Islam, dibaiat Rasulullah, dinasehati secara eksklusif untuk tidak melaksanakan niyahah dikala suaminya tertimpa peristiwa alam (Ibrahim, 1988 :189; ‘Abd al-Baqi,1, 1996 :454). Di balik larangan menyesali orang mati ternyata, orang mati tersebut di alam kubur disiksa karena ditangisi atau diratapi oleh keluarganya yang masih hidup-belum termasuk disiksa karena perbuatan jahatnya dikala masih hidup di dunia. Demikian sabda Nabi saw :
سمعت  النبي  صلى الله  عليه  وسلم  يقول:  من  نيح  عليه  يعذب  بما  نيح عليه  (رواه البحارى و 
مسلم عن المغيره) 
Artinya 
Aku (al-mughirah) mendengar Nabi saw bersabda : “Barang siapa yang diratapi, dia akan disiksa alasannya yakni diratapinya (H.R al-Bukhari dan Muslim dari al-Mughirah). 
Beliau juga bersabda demikian

إن الميت ليعدب ببكاء الحي (رواه البخارى ومسلم عن عمر بن  الخطاب)
Artinya 
Sesungguhnya mayat itu disiksa karena diratapi keluarganya yang masih hidup- H.R al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khathab (‘Abd al-Baqi, 1, 1996 ;447). 

Tradisi menyesali orang mati oleh keluarganya yang masih hidup, di jawa amat rindang. Jika diukur dari hadis-hadis di atas bergotong-royong mereeka, yang menangisi dan menyesali itu, amat kejam dan tidak memilki belas kasihan terhadap orang yang meninggal. 

Kita bisa membayangkan bahwa orang yang berpindah tempat dari tempat asal ke tempat lain, di tempatnya yang gres itu, pasti keadaannya serba kacau karena belum bisa menyesuaikan dengan lingkungannya yang baru. Nah, pindah alam, dari alam dunia ke a lam kubur (al-barzah) untuk sebagian orang pasti lebih dahsyat kekacauannya, ia harus mengalaminya sendirian, seluruh jeritan dan rintihan tidak ada yang mendengar, dan masih dikacaukan oleh keluarganya yang masih hidup di dunia dengan menangisi atau meratapinya. Sebenarnya Rasulullah belum cukup spesialuntuk melarang para perempuan atau siapa saja yang menangisi orang mati, tetapi dia juga melaknatinya, begitu pula ‘Aisyah istri beliau. Ketika Ja’far, ibnu Haris, dan ibnu Rawahah gugur di medan perang, istri mereka bertiga menangisi mereka karena kegugurannya(kesyahidannya) itu. Kejadian ini diketahui Rasulullah. Beliau memerintah seorang sahabat akrab supaya menasihati wanita-wanita itu untuk diam. Sahabat melaksanakan perintah tersebut hingga tiga kali, dan para perempuan itu tetap menangis. Kemudian ia lapor kepada Rasulullah akan kegagalan misinya. 

Rasulullah kemudian bersabda :
فاحث افواهن التراب فقلت  ارغم الله  انفك  لم تفعل  ما امرك  رسول الله صلى الله عليه
وسلم ولم تترك رسول الله صلى الله عليه وسلم العناز
Artinya 
Masukilah lisan mereka dengan tanah! Aku (‘Aisyah) berkata : “gampang-gampangan Allah menghinakan engkau. Kamu tidak mau memenuhi perintah Rasulullah saw dan engkau membiarkan dia dalam keadaan sedih - HR. mutafaq ‘alaih (‘Abd al-Baqi, 1996,1 :453). 

Kesedihan Rasulullah karena si mayat disiksa di kubur karena ratapan keluarganya (istri), padahal kemtian mereka disebabkan terbunuh dalam perang syahid. melaluiataubersamaini demikian, menyesali orang mati tergolong biadab kalau diukur dari kesedihan Rasulullah karena kebandelan perempuan yang menyesali orang mati dan dari kepentingan orang mati spesialuntuk butuh menolongan doa ampunan dari orang yang masih hidup. Ketika raja Habsyah meninggal, Rasulullah mengumumkan kematianya, kemudian bersabda: “istaghfiru> liakhikum” (mohonkanlah ampunan untuk saudaramu-H.R. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah (Abd al-Baqi,1, 1996:463) 

Ketika Rasulullah didiberitahu oleh Ummu Salamah bahwa suaminya, Abu Aalamah meninggal, Ummu Salamah disuruh berdoa demikian:
اللهم اغفرلى وله واعقبنى منه عقبى حسنة (رواه الترمذى عن أم سلمة)
Artinya 
Ya Allah, ampunilah saya dan dia (Abu Salamh) dan diberilah ganti untukku darinya dengan ganti yang lebih baik (H.R. at-Turmuzi dari Ummu Salamah,11,[t.th.] : 224). 

Doa tuntunan Rasulullah cukup singkat dan padat untuk kepentingan orang yang sudah mati (Abu salamah) dan untuk kepentingan orang yang masih hidup (dirinya sendiri, Ummu Salamah) supaya memperoleh jodoh kembali setelah ditinggal oleh suaminya. Tuntunan doa itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh Ummu Salamah. Doa itu amat makbul. 
Demikian kata Ummu Salamah :
فأعقينى الله من هو خير منه, رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Artinya 
Maka Allah mengganti untukku orang yang lebih baik daripadanya (Abu Salamah), yaitu Rasulullah saw (H.R. at-Turmuzi dari ummu alalmh,11,[t.th.] :224) 

Doa lain yang dituntunkan untuk orang mati, dikala menyalatinya antara lain :
اللهم إغفر لحينا وميتنا وشاهدنا وغائبنا وصغيرنا وكبرنا وذكرنا وأنثانا, اللهم من احييته منا  فأحيه على  الايمان, ومن  توفيته  منا  فتوفه  على  السلام  (رواه  الترمذى عن أبى إبراهيم الاشهلى وأبيه)

Artinya 
Ya Allah, ampunilah kepada orang yang masih hidup dan yang sudah mati dari kami, yang kecil dan yang bau tanah dari kami, yang pria dan perempuan dari kami, ya Allah hidupkanlah dari kami dengan hidup secara kepercayaan dan matikanlah kami dengan mati dalam keadaan Islam (H.R. at-Turmuzi dari Abu Ibrahim al-asyhali dari bapaknya) 

Dan:
اللهم إغفر له وارحمه  واغسله  بالبرد كما  يغسل الثوب  (رواه  الترمذى  عن عوف بن مالك)
Artinya 
Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mandikanlah dia dengan air sejuk sebagaimana kain dicuci (H.R. at-Turmuzi dari ‘Auf bin Malik) 

2. Menalkin orang yang sakaratul maut 
Secara simpel sakaratul maut yakni proses yang hebat perjalanan ruh keluar dari tubuh (naza’) menuju kematian. Secara literal sakar berarti mabuk atau tidak sadar. Jadi, karena kedahsyatan insiden kematian, seseorang menjadi tidak sadarkan diri, yang secara medis disebut koma, sering disertai keringat hambar pada pelipis (H.R. at- Turmuzi,11.[t.th] : 224) selanjutnya mati. 

Orang yang dalam keadaan sakaratul maut yakni orang yang dalam keadaan paling kritis dan membutuhkan perhatian (perawatan) ekstra dari saudara-saudaranya seiman. Dalam keadaan sakaratul maut supaya ditalkin(dibisiki) bacaan “la illaha illa-llah” ( tidak ada Tuhan kecuali Allah (H.R. at- Turmuzi dari Abu Said al-Hudri,11[t.th] :725). Talkin supaya dilakukan berulang-ulang sehingga ia membacanya kalimat itu ( la illaha illa-llah) sungguh sangat beruntung karena Rasulullah bersabda :

من كان أخر قوله لا إله إلا لله دخل الجنة (رواه الترمذى عن ابى سعيد الخد رى)
Artinya 
Barang siapa yang tamat ucapannya “la illaha illa-llah” pasti masuk nirwana {H.R at-Turmuzi dari Abu Said al-Hudri,11,[t.th.] : 226) 
Jika orang yang sedang sakaratul maut itu mondok (opname) di rumah sakit, secara prinsip menalkin yakni kewajiban tenaga medis termasuk perawat muslim, meskipun pekerjaan ini sanggup dilakukan orang lain, terutama familinya. Sebaiknya, kalau pasien laki-lakin yang menlkin juga laki-laki, dan kalau pasien perempuan yang menalkin juga wanita, kecuali tidak ada pilihan umpama yang ada spesialuntuk lak-laki atau wanita. Merekalah yang berkewajiban menalkinnya tanpa memandang pria atau wanita. 

3. Larangan prevalensi tahlila
Prevalensi kelaziman normatif tahlillan yakni upacara tahlilan ( di dalamnya dibacakan, ayat-ayat tertentu dalam Alquran, surat-surat pendek tertentu dari Alquran, kadang kala surat yasin, kalimah-kalimah thayyibah tertentu, dan doa-doa tertentu pula) disertai makan-makan di rumah orang yang anggota keluarganya ada yang meninggal). Bacaan-bacaan itu pahalanya diniatkan untuk yang meninggal dilandasi keyakinan bahwa Allah akan memberikan pahala itu kepada si mayit. 

Upacara ini dilaksanakan pada hari pertama janjkematian hingga hari ketiga atau ketujuh, hari ke 40, hari ke 100, hari tahun pertama, hari tahun kedua, hari tahun ke 1000, kalau mungkin setiap hari ulang tahun kematiannya (haul) lengkap dengan prevalensi tahlilan. Upacara ini memang sudah mengakar dan mengikat secara normatif (harry,2007 : 13), sehingga di desa-desa oleh golongan tertentu di dalam Islam kalau ada orang meninggal tidak diselamati, maksudnya upacara untuknya, akan dikatakan mirip matinya kerbau atau secara umum hewan. 

Akar prevalensi tahlilan bergotong-royong berasal dari agama penyembah dewa: Yang, muncul kurang lebih 5000 tahun SM (Harry,2007 : 15). Dalam Islam, tradisi itu diambil kemudian pengisian upacaranya diganti dengan bacaan-bacaan kalimah thayyibah dan ayat-ayat tertentu dari Alquran. 

Prevalensi perjamuan tahlilan selain mencakup beberapa aspek bacaan–bacaan tersebut juga makan-makan yang disediakan oleh pihak yang terkena musibah. Tradisi ini dengan demikian tidak mempunyai akar sejarah maupun syariat dalam agama Islam. Ahmad bin Hanbal (Musnad,11, 204) dan Ibnu Majah (juz,1,(t.th) : 514) meriwayatkan bahwa: 
كنا نعود (نرا) الإجتماع إلى اهل الميت وصنعه الطعام بعد دفنه من الناحية 
Artinya 
Kami(para sahabat dekat) menganggab kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan masakan oleh mereka ialah pecahan dari niyahah (mertapi mayit). 

Umar bin Khatab menyampaikan bahwa makan-makan dan menginap di rumah sedih termasuk niyahah (meratapi mayit) [Abi syaibah,11, : 1409 H : 550]). Sebelas mazhab aturan atau ulama fikih dalam Islam menolak prevalensi tahlilan dan makan-makan di rumah sedih untuk memperingati pada hari-hari yang sudah disebutkan di muka. Sebelas mazhab itu yakni Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah, Sufyan Sauriyyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Lais bin Rahawiyah, Ibnu Jarriyyah, az-Zahiriyyah, dan al-Auza’iyyah (‘alawi, [t.th] :89). 

Pada umumnya, kitab-kitab fikih Syafi’iyyah dalam bentuk kitab kuning yang menjadi perangkat kurikulum pembelajaran di pondok-pondok pesantren di Indonesia mirip : Mughni al-Muhtaj, I’anat ath-Thalibin, Hasyiyah al-Qulyubi, Tuhfat al-Muhtaj, al-Majmu’ al-Muhazzab, Raudah ath-Thalibin, dan al-Iqna’ li sy-Syarbani menyampaikan bahwa menghidangkan masakan dan berkumpulnya masyarakat dalam upacara tahlilan yakni bid’ah dan tidak disunahkan (harry,2007 : 28). Ulama-ulama kontenporer pun pada umumnya menolak upacara prevalensi tahlilan-yasinan. 

Sejak dari literatur klasik hingga modern yang membolehkan perevalensi tahlilan spesialuntuklah ath-Thahtawi dari mazhab Hanafiah. Dasar aturan yang digunakannya spesialuntuklah istihsan, bukan dari Quran maupun as-Sunnah. Imam Syafi’i sendiri menolak keras istihsan, kata dia man istahsana faqad ayara’a (barang siapa yang menggunakan istihsan sungguh dia sudah membuat syariat (al-Banani,11,1402 : 353). 

Singkatnya, memperingati orang mati dengan tahlilan dan makan-makan di rumah sedih berakar dari tradisi jahiliyyah, tidak ada akarnya dari Quran maupun as-Sunnah, melainkan spesialuntuk pandangan salah kaprah dianggap baik, padahal termasuk menyesali orang yang sudah mati. Tetapi, khususnya di jawa, upacara prevalensi tahlilan ini sudah mendarah daging. Jika diKoreksi supaya kembali kepada pedoman Islam yang benar dan autentik justru menyampaikan terhadap pengeritiknya bukan ahlu sunnah wal jamaah. Padahal, yang melaksanakan prevalensi itu melestarikan trasdisi jahiliyyah. Jadi, yang sudah diyakini benar dikatakan salah. Hukum sudah dijungkirbalikkan oleh para tokoh agama sendiri. 

C. Sakit sebagai salah satu bentuk musib 
Telah dijelaskan bahwa peristiwa alam yakni keadaan yang kita rasakan sangat meyedihkan. Orang yang sedih karena sesuatu bisa menamakannya bencana, malapetaka, kemudian sering mengeluh uh,,celaka! Sengsara,,,! Atau kata-kata lain yang semakna. Perkataan yang paling benar spesialuntuk satu inna lillahi wa inna lillahi raji’un. 

Keadaan yang menyedihkan bisa berwujud sakit dan bisa berwujud kematian. melaluiataubersamaini demikian sakit ialah salah satu bentuk musibah. 

1. Sakit 
Tidak sanggup disangkal bahwa sakit yakni peristiwa alam dan menyedihkan. Tetapi bila sabar karena sakit, tetap ingat kepada Allah, tidak meninggalkan syariat agama, dan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, Allah justru mengangkatnya pada derajat kebaikan. Demikian Rasulullah bersabda : 
لا يصيب المؤمن شوكة فما فوقها إلا رفعه الله بها درجة وخط عنه خطيئته (رواه

الترمذى عن عائشة)
Artinya 

Tidaklah seorang mukmin terkena sakit atau lebih dari itu kecuali Allah mengangkatnya satu derajat dan menghapus/mencoret kesalahan-kesalahannya( Turmuzi dari ‘Aisyah,11, [t.th] : 222) 

Dari hadis ini sanggup dipahami bahwa kalau orang sakit itu sabar karena sakitnya justru memperoleh pahala dari sisi Allah. Sakit memang terasa sakit, tetapi dihentikan berharap supaya cepat mati. Mengharap janjkematian justru tidak sabar. Dikisahkan bahwa Harisah bin Mudarrib memasuki rumah Khabab. Ia sedang sakit perut yang parah. Ia berkata :
ما اعلم احدا من اصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لقى من البلاء  ما لقيت  لقد كنت ما اجد درهما على عهد رسول الله وفى ناحيتى بيتى اربعون الفا ولولا أن رسول الله نهانا او نهى أن يتمنى الموت لتمنيت (رواه الترمذى عن حارثة بن مضرب)

Artinya 
Tak seorang pun di antara sahabat akrab Nabi yang menemui balak mirip yang saya temui ini. Sungguh saya tidak menemui satu dirham pun di era Rasulullah; sementara di salah satu sudut dirumahku ada 40.000 dirham. Seandainya dia tidak melarangku atau melarang mengharap kematian, pasti saya sudah mengharap kematianku ( H.R. at-Turmuzi dari Harisah bin Mudarrib,11, [t.th] :222) 

Dalam cerita tersebut sanggup dipahami bahwa di antara para sahabat akrab Nabi, Khabab tidak sama dari yang lain. Nabi dan para sahabat akrab umumnya dikala meninggal tidak mempunyai apa-apa lagi karena habis untuk menegakkan kalimat tauhid. Sementara ia masih mempunyai uang cukup banyak. Maka, ia semacam putus asa, lebih baik mati saja karena kualitas hidupnya tidak mirip sahabat dekat-teman akrab yang lain. Tetapi ia sadar bahwa mengharap supaya cepat mati itu tidak boleh. Jika sakit sudah amat parah, maka doa yang pas untuknya di panjatkan kepada Allah yakni :

اللهم احيينى ماكانة الحياة خيرا لى وتوفنى إذا كانت  الوفاة خيرا لى  (رواه الترمذى عن أنس بن مالك) 
Artinya : 
Ya Allah, hidupkanlah/sembuhkanlah saya kalau hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah saya kalau mati itu lebih baik bagiku ( H.R. at-Turmuzi dari Anas bin Malik, II, [t.tH.] : 265). 

Berharap mati saja tidak boleh, apalagi bunuh diri ! orang yang mati karena bunuh diri tidak perlu di salati. Demikian pesan dari Rasulullah :
أن رجلا قتل نفسه فلم يصل عليه صلى الله عليه وسلم (رواه جابر بن سمرة)

Artinya : 
Bahwa seorang pria membunuh dirinya maka dia Saw tidak menyalatinya ( H.R. at-Turmuzi dari Jabir bin Samurah, II. [t.th.] : 265) 

2. Kewajiban Berobat 
Kewajiban orang sakit yakni berobat supaya sehat kembali. Dikisahkan bahwa seorang dari desa ( A’rabiyyun ) hadir kepada Nabi Saw kemudian bertanya, “Apakah saya harus berobat wahai Rasulullah ?” balasan dia :
نعم يا عباد الله, تداواو فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء  او دواء  إلا داء واحدا. فقالوا:
يارسول الله, وما هو ؟ قال: الهرام (رواه الترمذى عن اسامة بن شريك).
   
Artinya : 
Ya, wahai hamba-hamba Allah !, berobatlah engkau. Sesungguhnya Allah tidak mempersembahkan penyakit kecuali memdiberinya obat pula, kecuali satu penyakit. Mereka bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah ?” jawabannya “ pikun“ ( H.R. at-Turmuzidari Uswah bin Syarik,II, [t.th] : 258 ). 

Secara simpel berobat yang paling komrehensif melalui dokter ahli. Atas dasar investigasi dokter. Apa nasihatnya supaya dipenuhi, apakah berobat jalan atau rawat inap di rumah sakit yang dirujuk. Di rumah sakit, investigasi jenis penyakit apa yang diderita pasien sanggup diketahui secara lebih akurat, sehingga obat apa yang harus diminum serta tindakan apa yang harus dijalani akan lebih terkena samasukan, dan harapan diberikutnya, sakit lekas hilang dan pasien lekas sembuh. 

Secara realistis orang sakit yakni orang yang paling atau sekurang-kurangnya sangat lemah. Orang lemah amat perlu dikasihani. Terlalu besar kesalahan orang yang mengelabuhi orang sakit. Demikian pola mengelabuhi orang sakit. Sudah berobatnya mahal, masih dipermahal lagi dari harga yang sudah tinggi; Harga obat dinaikan 10 kali lipat, justru obatnya diganti dengan obat yang kualitasnya rendah untuk daya penyembuhannya; Obat masih banyak sudah diminta supaya menebus resep lagi sehingga sisa obat tadi dibawa pulang untuk praktik di luar kedinasan; Obat untuk diagnose bergotong-royong cukup 30 tablet, ditulis 50 tablet sehingga sisanya untuk kepentingan sendiri; menipu pasien yang meminta ruang kelas sesuai dengan kemudahan yang didiberikan oleh perusahaannya dikatakan kosong, kemudian ditunjukkan kelas yang lebih tinggi, padahal ruang yang diminta masih ada yang kosong; Obat generik yang mestinya tersedia bagi pasien dikatakan kosong supaya membeli obat bermerek yang jauh lebih mahal, padahal kualitasnya sama supaya memperoleh komisi dari rekanannya; jenis obat yang mestinya masuk dalam dafrar askes dikatakan tidak termasuk askes, sehingga obat tersebut harus dibeli oleh pasien. Teknik – cara ini di samping mengelabuhi orang sakit juga termasuk korupsi. Siksa koruptor kelak amat berat. Demikian sabda Nabi Saw :

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قام فينا النبي صلى الله عليه وسلم فذكر الغلول فعظمه وعظم امره لا القين احد كم يوم القيامة على رقبته شاة لها ثغاء,اوعلى رقبته فرس له حمحة يقول: يارسول الله  اغثنى ! فأقول: لا املك  لك  شيأ  قد ابلغت,وعلى رقبته  بعير له رغاء, يارسول الله اغثنى ! فأقول: لا املك لك شيأ قد ابلغتك. وعلى رقبته صامة,  فيقول: يارسول الله اغثنى! فأقول: لا املك لك شيأ قد ابلغت. او على رقبته رقاع تخفق فيقول: يارسول الله اغثنى! فأقول: لا املك لك شيأ قد ابلغتك (متفق عليه)
Artinya : 
Dari Abi Huraihah, ia berkata, Nabi Saw berdiri ditengah – tengah kita dan menyebut ghulul, maka sangat memberatkan dosanya, sehingga bersabda: “ Jangan hingga saya bertemu seorang pada hari tamat zaman memikul kambing di atas lehernya yang mengembik-embik, atau kuda yang mendengking, kemudian memanggil, ya Rasulullah, tolonglah aku”, maka saya balasan ; “aku tidak sanggup menolongmu dari siksa Allah sedikitpun, saya sudah memperingatkan kepadamu”. Juga di atas lehernya Onta yang bersuara, kemudian berseru : “Ya Rasulullah, tolonglah aku”, maka saya menjawaban : ”aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari siksa Allah. Aku sudah memperingatkan kepadamu”. Atau di atas lehernya kain-kain yang berkibar, kemudian berseru, “Ya Rasulullah, tolonglah aku,” jawabanku, “aku tidak sanggup menolongmu walau sedikitpun, saya sudah memperingatkan kepadamu.” (Mutafaqun ‘alaih – ‘Abd al-Baqi,II,1996:710-711). 

Dari hadis ini sanggup diperluas pemahamannya, bahwa apa saja yang dikorupsikan itu akan dibawa serta dihari tamat zaman dengan dikalungkan pada lehernya. Karena demikian berat siksaan para koruptor, maka siapapun dari kita, inklusif perawat, harus bekerja berdasarkan profesinya secara professional dan jujur, mencakup beberapa aspek antara lain : aman, nyaman, etis, estetis. Dan irit ( Sinopsis, 1982 : 3), berlaku lemah lembut kepada siapapun, termasuk pasien, yakni suatu kewajiban. 

Berkenaan dengan lemah lembut atau cinta kasih, Rasulullah bersabda:
ترى المؤمنين  فى تراحمهم  وتوادهم  وتواطفهم  كمثل الجسد إذا اشتكى  عضوا  تداعى له سائر جسده بالسهر والحمى (متفق عليه عن النعمان بن بشير)
Artinya : 
Engkau akan melihat orang mukmin dalam kasih akung, cinta mencinta, dan pegaulan mereka mirip satu badan. Jika satu anggotanya sakit. Maka menjalar kepada yang lain anggota sehingga terasa gerah dan tidak sanggup pulas. ( H.Mustafaq ‘alaih dari Nu’man bin Basyir – ‘Abd al-Baqi,II, 1996 : 993 ). 

Atau lebih singkat dia berkata :
إن المؤمن للمؤمن كالبنيان الواحد يشده بعضه بعضا وشبك اصابعه (متفق عليه)
Artinya ; 
Seorang mukmin terhadap sesama mukmin bagaikan satu bangunan yang setengahnya menguatkan setengahnya yang lain, kemudian Nabi Saw mengeramkan jari-jemarinya. ( H.Muatanfaqun ‘alaih dari Abi Musa – ‘Abd al-Baqi,II, 1996 : 992 ). 

Dalam peluang lain dia bersabda :
إن الله رفيق يحب الرفق ويعط الرفق  مالا يعطى  على العفف  ومالا  يعطى  على ما سواه (رواه مسلم عن عائشة)
Artinya : 
Sesungguhnya Allah itu lemah lembut dan menyukai orang yang lemah lembut, dan Dia akan memdiberi sesuatu yang tidak didiberikan kepada orang kasar, dan Dia tidak akan mempersembahkan kepada orang yang selainnya. ( H.R. Muslim dari ‘Aisyah – an-Nawawi, [t.th.] : 307 ). 

Kebanyakan orang yang masuk nirwana yakni orang yang akhlaknya baik, demikian sebuah hadis berbunyi :
سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن اكثر ما يدخل الناس الجنة, فقال: تقوى الله وحسن الخلق, وسئل عن اكثر ما يدخل النار, فقال : الفم ولافرج  (رواه الترمذى عن ابى هريرة)
Artinya :
Rasulullah ditanyai wacana yang paling banyak masuk nirwana ? jawabannya “taqwallah” dan kebaikan budipekerti”. Ia juga ditanyai yang paling banyak masuk neraka ? jawabannya, “ orang yang suka mengomel dan mengumbar kelabuin “. (H.R Turmuzi dari Abi Huraihah – an-Nawawi, [t.th] : 304 ).

Kelemahlembutan perawat terhadap pasien sanggup diterjemahkan ke dalam enam butir sebagai diberikut :
  • Ada saling percaya antara perawat dan pasien 
  • Perawat memahami apa yang menjadi hak pasien dan ia harus melindungi hak tersebut, antara lain terkena hak privasi pasien. 
  • Perawat harus sensitif terhadap perubahan yang mungkin terjadi pada pribadi pasien yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain, kelemahan fisik dan ketidak berdayaan dalam memilih sikap atau pilihan, sehingga tidak sanggup menggunakan hak – hak dan kewajibannya secara baik. 
  • Perawat harus memahami keberadaan pasien atau klien sehingga sanggup bersikap sabar dan tetap memperhatikan pertimbangan etis dan moral. 
  • Perawat sanggup bertanggung balasan dan bertanggung gugat atas segala resiko yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya. 
  • Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara nilai-nilai pribadinya dengan nilai-nilai pribadi pasien dengan cara membina kekerabatan yang baik antara pasien, keluarga, dan mitra sejawat serta dokter untuk kepentingan pasien. ( Nila. 2001 : 41-41 ) 
Jika perawat bekerja lebih banyak didorong untuk mencari uang dan sepi dari dorongan ibadah, ketidakberdayaan pasien akan tertelantarkan. Sebaliknya, kalau perawat bekerja atas dasar iman, mencari karunia Allah, menolong sesama umat, dan mencari rid}a-Nya, di samping kerjanya bernilai ibadah, pasiennya akan terlayani dengan memuaskan. Soal hasil kerja diserahkan kepada Allah.

E. Ringkasan Musibah ialah sesuatu yang menyedihkan bagi orang terkena peristiwa alam itu. Menurut Alquran, orang terkena peristiwa alam disebabkan karena ia hidup secara ceroboh, munafik, atau karena takdir Allah. Hanya yang terkena peristiwa alam lah yang bisa menyampaikan bahwa musibahnya itu sebagai peringatan, hukuman, atau ujian kepercayaan berkenaan dengan sikap hariannya.

Musibah merentang dari sakit hingga puncaknya yaitu meninggal. Islam mempersembahkan tuntunan dalam menyikapi peristiwa alam yang berupa sakit, yaitu supaya bersabar dan berobat. Jika wujud peristiwa alam itu kematian, maka dikala dalam keadaan sakaratul maut harus ditalqin: la ila>ha illa-lla>h. Jika sudah benar-benar meninggal tiruana yang hidup melaksanakan istirja’ secara lapang dada dam tawakkal kepada Allah. Kewajiban merawat orang yang sudah meninggal spesialuntuklah empat perkara, yaitu: memandikan, mengafani, menyalati, dan mengebumikannya. Mendoakan ampunan untuk si mayyit amat utama. Rasulullah, sahabat dekat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in tidak mengajarkan prevalensi, mirip tahlilan lengkap dengan makan-makan pasca tahlilan. Beliau dan sahabat akrab mirip Umar bin Khathab memasukkan prevalensi sebagai ratapan terhadap mayyit. Itulah sebabnya dia melaknat orang-orang yang menyesali mayyit.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
  • ‘Abd al-Baqi, Ahmad Fuad, 1996, al-Lu’lu wa al-Marjan,I, (trans), Ghazali Mukri, Surabaya: al-Ikhlas.
  • ----------------, [.th.], al-Mu’jam al-Muhfahras li A:lfaz al-Qur’an al-Karim Surabaya: Maktabah Dahlan. 
  • Ahmad bin Hanbal, [t.th.], Musnad, II, Beirut: Dar al-Fikr. 
  • Al-Banani, 1402 H., Hasyiyah al-Banani ‘Ala Matn al-Jam’u al-Jawami’, II. Beirut: Dar al-Fikr. 
  • “ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; PN BalaiPustaka.
  • Ibrahim, Majdi as-Sayyid, 1994, 50 Wasiat Rasulullah Bagi Wanita (trans). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
  • Ibn Ahmad, as-Syyiad’Alawi, [t.th.], Majmu’a Sab’ah Kutub Mufidah [t.t], Syirkah Nur Asia.
  • Ibn Majah, [t.th.], Sunan Ibnu Majah,I,Beirut: Dar al-Fikr.

LihatTutupKomentar