1. Definisi Sikap
1.1 Pengertian Sikap
Konsep tentang sikap sudah berkembang dan melahirkan banyak sekali macam pengertian diantara hebat psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Sedangkan berdasarkan Oxford Advanced Learner Dictionary (dalam Ramdhani, 2008), sikap ialah cara menempatkan atau membawa diri, merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Masri, dalam Widiyanta (2002), mendefinisikan sikap sebagai suatu kesediaan dalam menanggapi atau bertindak terhadap sesuatu. Allport, dalam Widayanta (2002), mengartikan sikap sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap objek tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Azwar, dalam Ananda (2009), menggolongkan definisi sikap ke dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap ialah suatu bentuk reaksi atau penilaian perasaan. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap suatu objek tertentu yakni memihak maupun tidak memihak. Kedua, sikap ialah kesiapan bereaksi terhadap objek tertentu, Ketiga, sikap ialah konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling diberinteraksi satu sama lain.
Menurut Allport, sikap ialah suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan dan memilih respon terhadap banyak sekali objek dan situasi (Sarwono, 2009). Zanna dan Rempel (dalam Voughn & Hoog, 2002) mengambarkan sikap ialah reaksi evaluatif yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menawarkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan sikap seseorang (Sarwono, 2009).
Thurstone (dalam Edwards, 1957), menyatakan bahwa sikap ialah suatu tingkatan afeksi, baik yang bersifat positif maupun negatif, yang bekerjasama dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif ialah afeksi yang sangat senang dan sebaliknya afeksi yang negatif ialah afeksi yang tidak sangat bahagia. melaluiataubersamaini demikian objek sanggup mengakibatkan banyak sekali macam sikap, dan banyak sekali macam tingkatan afeksi pada seseorang (Walgito, 2003).
Dalam Widiyanta (2002), Assael (1984) dan Hawkins (1986), mengambarkan sikap mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas. Karakteristik arah menawarkan bahwa sikap mengarah pada oke atau tidak setuju, mendukung atau menolak terhadap objek tertentu. Karakteristik intensitas mengarah pada perbedaan derajat kekuatan sikap setiap individu. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari objek sikap. Karakteristik spontanitas menawarkan sejauh mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan.
Dari beberapa pengertian yang sudah disebutkan, sanggup disimpulkan bahwa sikap ialah suatu bentuk penilaian perasaan untuk bereaksi secara bipolar yakni positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibuat dari interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif.
1.2 Komponen Sikap
Banaji dan Heiphetz, dalam Bernstein (2010), mengambarkan tiga komponen sikap yang saling menunjang satu sama lain. Pertama, komponen kognisi. Komponen kognisi meliputi beberapa aspek penerimaan informasi yang ditangkap oleh panca indera, yang kemudian diproses dan dipersepsikan, dibandingkan dengan data / informasi yang sudah dimiliki, diklasifikasikan, kemudian disimpan dalam ingatan dan digunakan dalam merespon rangsangan.
Sarwono dan Meinarno (2009) menambahkan bahwa komponen kognisi meliputi pemikiran, ide-ide, maupun pendapat yang berkenaan dengan objek sikap. Pemikiran tersebut meliputi hal-hal yang diketahui individu terkena objek sikap, sanggup berupa keyakinan atau tanggapan, kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek sikap.
Kedua, komponen afeksi bekerjasama dengan perasaan atau emosi individu yang berupa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Ketiga, komponen konasi yang merujuk kepada kecenderungan tindakan atau respon individu terhadap objek sikap yang berasal dari masa lalu. Respon yang dimaksud sanggup berupa tindakan yang sanggup diamati dan sanggup berupa niat atau intensi untuk melaksanakan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap (Sarwono dan Meinarno, 2009).
Haddock & Maio (2005), mengambarkan bahwa komponen afeksi dan kognisi memegang peranan paling penting dalam pembentukan sikap. Berbeda dengan komponen afeksi dan kognisi, sikap sebagai komponen sikap yang sanggup diamati seringkali menjadi perdebatan para hebat terkait konsistensinya dengan sikap individu.
2. Definisi Klitoridektomi
2.1 Pengertian Klitoridektomi
Khitan berasal dari kata Khatana, yang berarti memotong prepuce kepingan genital laki-laki. Sedangkan khitan perempuan, dalam buku Fiqih Perempuan, ialah pemotongan sedikit kulit labia minora (Gani, 2008).
Menurut WHO (dalam Amriel, 2010), khitan pada perempuan diidentikkan dengan istilah “mutilasi” atau lebih dikenal dengan Female Genital Mutilation (FGM). Istilah ini diperkenalkan oleh WHO pada tahun1991 dan semenjak itu kata “mutilasi” digunakan sebagai pengganti kata khitan (circumcision). Definisi FGM berdasarkan WHO yakni segala bentuk mekanisme penghilangan sebagian atau keseluruhan kepingan luar alat kelabuin perempuan atau pencederaan atas organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan diluar medis lainnya.
Menurut Kontoyannis dan Katsetos (2010), FGM ialah suatu mekanisme penghilangan sebagian maupun keseluruhan alat kelabuin luar wanita. Sedangkan berdasarkan Kluge (2007), sunat perempuan atau female circumcision ialah suatu ungkapan yang mengacu pada tiga praktek terkait tetapi tidak sama yakni klitoridektomi atau pemotongan klitoris, sunat perempuan (female circumcision), dan infibulasi (infibulation) atau disebut juga sunat Firaun (Pharaonic circumcision). Menurut Shandall (1996) klitoridektomi ialah penghilangan klitoris, sedangkan berdasarkan Toubia (1993) sunat perempuan atau female circumcision yakni penghilangan klitoris dan juga pemotongan labia minora, dan berdasarkan Hicks (1993) infabulasi yakni penghilangan keseluruhan labia minora dan labia majora dan terkadang melibatkan juga penghilangan klitoris.
1.2 Etiologi Klitoridektomi
Obaid, dalam situs UNFPA (2011), mengungkapkan alasan terkait dilakukannya khitan pada perempuan :
- Sosiologis dan budaya Khitan perempuan dilihat sebagai inisiasi perempuan menuju kedewasaan dan juga dianggap sebagai kepingan dari budaya masyarakat yang sudah turun-menurun. Beberapa mitos juga beranggapan bahwa khitan yang dilakukan pada perempuan sanggup meningkatkan kerindangan dan apabila tidak dikhitan maka klitoris akan tumbuh menjadi sebesar penis. Hal-hal tersebut yang membuat khitan pada perempuan tetap dilakukan.
- Psikoseksual Khitan perempuan dilakukan untuk mengontrol hasrat seksual pada perempuan. Khitan juga dianggap untuk memastikan keperawanan perempuan sebelum berkeluarga dan tanda kesetiaan pada suami setelah berkeluarga dan juga dianggap untuk meningkatkan kenikmatan seksual pada laki-laki
- Kemembersihkanan dan keindahan Pada beberapa komunitas kepingan luar alat genital perempuan dianggap kotor dan bentuknya tidak bagus. Oleh alasannya yakni itu kepingan luar tersebut harus dihilangkan semoga membersihkan dan indah.
- Sosio-ekonomi Pada beberapa komunitas khitan perempuan dianggap sebagai syarat untuk berkeluarga dan mendapat harta warisan. Khitan perempuan juga ialah sumber pendapatan bagi praktisi medis.
- Agama Khitan perempuan dianggap sebagai ketaatan dalam beragama
1.3 Tipe-tipe Klitoridektomi
Selain pengertian diatas, WHO juga mengklasifikasikan tipe-tipe FGM yang terbagi menjadi empat tipe, yakni :
- Tipe 1, yaitu Clitoridectomy, didefinisikan sebagai pemmembuangan sebagian maupun keseluruhan klitoris maupun tudung klitoris.
- Tipe 2, yaitu Excision, ialah pemmembuangan sebagian maupun keseluruhan klitoris dan labia minora, baik dengan pengirisan ataupun tanpa pengirisan labia majora.
- Tipe 3, yaitu Infibulation, mempersempit lubang vagina dengan cara membuat lapisan yang dibuat dengan cara memotong kepingan luar atau dalam dari labia minora dan disertai atau tanpa pemmembuangan klitoris.
- Tipe 4, yakni segala bentuk praktik yang didalamnya termasuk menusuk, menggores, maupun mengkremasi kepingan genital luar yang tidak bekerjasama dengan medis.
1.4 Dampak Klitoridektomi
Dari sejumlah literatur ada beberapa dampak yang ditimbulkan praktik khitan pada perempuan. Dampak tersebut sanggup berupa dampak fisik dan psikis. Dampak fisik dibagi lagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek berdasarkan Obaid dalam situs UNFPA (2011) sanggup berupa sakit amat-sangat, bisul pada luka, shock, pendarahan, bisul jalan masuk urin, tetanus, retensi urin, sepsis (ditandai dengan terjadinya peradangan diseluru badan akhir bisul atau keracunan dalam darah), luka pada jaenteng-jaenteng sekitar organ kelabuin perempuan, HIV dan hepatitis akhir penerapan alat bersama untuk beberapa orang tanpa sterilisasi sesuai mekanisme dan sanggup menjadikan janjkematian yang disebabkan lantaran bisul dan pedarahan. Sedangkan berdasarkan Kontoyannis & Katsetos (2010) sanggup berupa janjkematian lantaran terkejut, pendarahan, dan bisul lantaran alat-alat yang digunakan tidak steril.
Dampak jangka panjang, berdasarkan data WHO (2010), yang ditimbulkan oleh khitan perempuan yakni berupa pendarahan, kista, ketidakrindangan, meningkatkan resiko komplikasi pada kelahiran dan resiko bayi meninggal pada dikala melahirkan. Sedangkan berdasarkan Obaid dalam situs UNFPA (2011) yakni berupa dispareunia (rasa sakit ketika bekerjasama seksual), hipersensitivitas pada kawasan kelabuin. Infibulasi berdasarkan Obaid sanggup menjadikan kesusahan untuk membuang air kecil dan bisul jalan masuk kemih, gangguan menstruasi, dan ketidakrindangan.
Dampak jangka pendek psikologis yang ditimbulkan praktik khitan berdasarkan UNFPA (2011) antara lain disfungsi seksual, kauterisasi elektrik klitoris sanggup besar lengan berkuasa pada psikis yang sanggup menghilangkan cita-cita untuk masturbasi, trauma, dan hilangnya rasa percaya diri. Sedangkan dampak jangka panjang antara lain timbul perasaan tidak sempurna, depresi, dan frigiditas yakni keadaan perempuan yang susah terangsang bahkan tidak sanggup menikmati kekerabatan seksual.
Penelitian yang dilakukan oleh Hinse-Martin, Echeozo, dan Killian (2009) juga menawarkan dampak psikologis akhir acara khitan pada perempuan yakni stress berat terhadap insiden yang bekerjasama dengan seksual, munculnya rasa tidak berdaya, dan merasa tertekan. Ketika perempuan yang dikhitan ketika masih kecil lantaran tuntutan norma sosial, setelah remaja mereka mempunyai kecenderungan untuk menyuruh atau mengizinkan anak perempuan mereka untuk dikhitan juga. Penelitian yang dilakukan oleh Berhrendt dan Moritz (2005) dan Abor (2006) sudah menawarkan adanya dampak negatif yang besar lengan berkuasa terhadap psikis perempuan yang dikhitan antara lain PTSD, hilangnya memori, disasosiasi, kekhawatiran (anxiety), dan affective disorder (Hinse-Martin, Echeozo, & Killian, 2009). Fakta lainnya tentang dampak psikologis yang ditimbulkan oleh khitan pada perempuan berdasarkan Lax (dalam Amriel, 2010) yakni depresi, hilangnya kepercayaan pada orang lain, perasaan tidak utuh secara fisik, dan guncangan pasca trauma.
3 Definisi Tenaga Ahli Medis
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, definisi tenaga kesehatan yakni setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta mempunyai pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melaksanakan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan dibagi menjadi tujuh jenis yakni tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi; tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan; tenaga kefarmasian meliputi apoteker, ajudan apoteker dan analis farmasi; tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, eksekutif kesehatan dan sanitarian; tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien; tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara; dan tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, analis kesehatan, dll.
Penelitian ini berserius pada tenaga medis yakni dokter yang dispesifikan lagi menjadi dokter umum.
Definisi Dokter Umum
Fujianti (2005) mengambarkan bahwa dokter umum yakni dokter yang dalam praktiknya menampung tiruana problem yang dimiliki pasien tanpa memandang jenis kelabuin, status sosial, jenis penyakit, golongan usia ataupun sistem organ.
4 Definisi Profesi Psikolog Klinis
Menurut buku Kode Etik Psikologi Indonesia (2010), Psikolog yakni lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan riwayat pendidikan Sarjana Psikologi lulusan jadwal pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) system kurikulum usang atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog).
Halida (2009) mengambarkan bahwa kiprah dari seorang psikolog tergantung dari profesi yang dijalani oleh psikolog tersebut. Salah satunya yakni psikolog klinis. Psikolog klinis bekerja di klinik atau rumah sakit dan mempunyai kiprah untuk melaksanakan upaya penyembuhan maupun pencegahan terhadap gangguan jiwa. Peran lainnya dari seorang psikolog klinis yakni membentuk sikap sehat secara individu maupun kelompok, serta meningkatkan perkembangan jiwa dan meningkatkan kualitas individu dan kelompok. Masalah menyerupai kecemasan, tidak percaya diri, kebadungan remaja, atau problem anak ialah kasus-kasus yang sanggup ditangani oleh psikolog..
Dalam menjalankan tugasnya, psikolog menggunakan cara yang sederhana yakni dengan mengajak klien berbicara. INI yang disebut dengan konsultasi, dimana seseorang hadir ke psikolog lantaran sedang menghadapi suatu masalah, maka psikolog akan mendengarkan dan memahami keadaan klien serta bahu-membahu mencari jalan keluar atas problem yang sedang dihadapi klien. Ketika sedang menangani problem klien psikolog juga terkadang menggunakan beberapa alat tes dalam rangka melengkapi data tentang pasien. Psikolog juga sanggup mempersembahkan penyuluhan atau seminar kepada masyarakat tentang masalah-masalah yang ada di sekitar lingkungan masyarakat (Halida, 2009).
5 Kerangka Berpikir
Khitan atau sunat lazimnya dilakukan pada laki-laki, tetapi pada kenyataanya khitan kerap kali dilakukan juga pada perempuan. Alasan dilakukannya khitan pada perempuan spesialuntuk berdasarkan tuntutan budaya dan keyakinan dalam beragama.
Selain dilakukan di beberapa Negara di dunia, khitan perempuan juga turut dilakukan di beberapa kawasan di Indonesia. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan oleh tenaga medis menyerupai dokter, bidan dan juga non-medis menyerupai dukun bayi dan dukun sunat.
Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, terbukti bahwa khitan pada perempuan tidak berkontribusi apapun terhadap kesehatan fisik maupun psikis perempuan. Sebaliknya, acara tersebut justru menhadirkan pengaruh negatif bagi kesehatan fisik maupun psikis perempuan.
melaluiataubersamaini serta mempertimbangkan pengaruh negatif pada fisik dan psikis, serta masih adanya tenaga medis yang melaksanakan acara khitan pada perempuan, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh profesional kesehatan yakni dokter umum dan psikolog klinis terhadap khitan perempuan.