-->
Pengertian Hisab
Hisab Pada Hari Pembalasan
Segala puji spesialuntuk untuk Allah Shubahanhu wa ta’alla Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh teman dekatnya. Beriman kepada hari Akhir dan insiden yang ada padanya ialah salah satu rukun kepercayaan yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan kepercayaan terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui insiden dan tahapan yang akan dilalui insan pada hari tersebut. Di antaranya yaitu duduk masalah hisab (perhitungan) yang ialah maksud dari kepercayaan kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari diberiman kepada hari kebangkitan adalah, diberiman dengan hari kembalinya insan kepada Allah Ta’alla kemudian dihisab. Sehingga hakikat kepercayaan kepada hari kebangkitan ialah kepercayaan kepada hisab ini.

Pengertian Hisab
Pengertian hisab disini adalah, insiden dimana Allah Shubahanhu wa ta’alla menampakkan kepada insan amalan mereka di dunia dan menetapkannya. Atau Dia mengingatkan dan memdiberitahukan kepada insan wacana amalan kebaikan dan keburukan yang sudah mereka lakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah Shubahanhu wa ta’allaTa’alla akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, kemudian memutuskan dosa-dosanya.Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab).Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah ialah proses insan melihat amalan mereka pada hari Kiamat.

Hisab berdasarkan istilah aqidah mempunyai dua pengertian. 
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
  1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah Shubahanhu wa ta’alladalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup beberapa aspek orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
  2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah Shubahanhu wa ta’allaTa’alla atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang enteng (hisab yasir).
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.

Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, sanggup dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemdiberitahuan amalan terhadap pelakunya. Rasulullah Shalallah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ » [ متفق عليه ]
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah Shubahanhu wa ta’allaTa’alla sudah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan investigasi yang gampang” Maka Rasulullah ShalAllah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam menjawaban: “Hal itu ialah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi].


Hisab Pasti Ada
Kepastian adanya hisab ini sudah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Shubahanhu wa ta’alla Subhanahu wa Ta’ala :
قال الله تعالى: ﴿فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ٧ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا﴾ [الانشقاق: 8-7] 
Adapun orang yang didiberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan investigasi yang gampang, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].

قال الله تعالى: ﴿وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ١٠ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا ١١ وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا﴾ [الانشقاق: 12-10] 
Adapun orang yang didiberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). [al Insyiqaq / 84:10-12].

قال الله تعالى: ﴿إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ ٢٥ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ﴾ [الغاشية: 26-25] 
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sebetulnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].

قال الله تعالى: ﴿  ٱلۡيَوۡمَ تُجۡزَىٰ كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَاكَسَبَتۡۚ لَاظُلۡمَ ٱلۡيَوۡمَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ﴾ [المؤمن:١٧] 
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa didiberi tanggapan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah Shubahanhu wa ta’alla amat cepat hisabnya. [al Mu’min / 40 : 17].

Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah ShalAllah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shalallah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam, ia berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ» [رواه مسلم]
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman ‘pemeriksaan yang gampang’?” Beliau menjawaban,”Itu ialah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.

Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menerangkan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah Shubahanhu wa ta’alla mengusut dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hamba -Nya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah Shubahanhu wa ta’allamemaafkan dan mengampuninya.

Demikian juga umat Islam, setuju atas hal ini.Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia sudah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.

Hisab Manusia dan Jin 
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah Shubahanhu wa ta’alla akan menghisab seluruh makhluk -Nya”.

Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menerangkan, bahwa Allah Shubahanhu wa ta’alla akan menghisab seluruh makhluk -Nya. Namun ini termasuk memakai lafahz bermakna umum tapi yang dimaksudkan ialah tertentu saja. Yaitu khusus yang Allah Shubahanhu wa ta’alla bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup beberapa aspek insan dan jin. Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup beberapa aspek jin, lantaran mereka mukallaf. Oleh lantaran itu, jin kafir masuk ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan berdasarkan nash syariat dan Ijma’. Firman Allah Shubahanhu wa ta’alla sebut :
قال الله تعالى: ﴿قَالَ ٱدۡخُلُواْفِيٓ أُمَمٖقَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِكُم مِّنَٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ فِي ٱلنَّارِ﴾ [الأعراف: ٣٨] 
Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman: "Masuklah engkau sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan insan yang sudah terlampau sebelum engkau… [al-A’raaf/ 7:38]

Yang mukmin masuk syurga, berdasarkan dominan ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Shubahanhu wa ta’alla: Dan bagi orang yang takut dikala menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb engkau yang manakah yang engkau dustakan. Kedua nirwana itu mempunyai pohon-pohon dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb engkau yang manakah yang engkau dustakan? Di dalam kedua nirwana itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb engkau yang manakah yang engkau dustakan? Di dalam kedua nirwana itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb engkau yang manakah yang engkau dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua nirwana itu sanggup (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb engkau yang manakah yang engkau dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh insan sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].

Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk nirwana tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan binatang yang tidak mempunyai pahala dan dosa. 

Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang beropini bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab. 
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan ia rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam duduk masalah ini), yaitu hisab sanggup dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemdiberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata "hisab" ialah pengertian pertama, maka terperinci mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap mempunyai kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini terperinci keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka mempunyai tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang mempunyai kebajikan, maka dientengkan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih enteng adzabnya dari Abu Lahab. Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ زِدۡنَٰهُمۡ عَذَابٗا
فَوۡقَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُواْ يُفۡسِدُونَ
  ﴾ [النحل: ٨٨] 
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah Shubahanhu wa ta’alla, Kami menambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].

قال الله تعالى: ﴿إِنَّمَاٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَةٞ فِي ٱلۡكُفۡرِۖ ﴾ [التوبة: ٣٧] 
Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu ialah menambah kekafiran. [at Taubah / 9:37].

Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menandakan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.

melaluiataubersamaini klarifikasi Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya ialah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaa bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka.Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman


قال الله تعالى: ﴿ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ وَلِقَآئِهِۦ فَحَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَلَانُقِيمُلَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِوَزۡنٗا ﴾ [الكهف: ١٠٥] 
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan -Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu evaluasi bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18 : 105].

Amalan Orang Kafir di Dunia
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaa baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, menyerupai keluhuran budi pekerti, menunda penagihan proteksi bagi yang tidak bisa membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan didiberi akhirnya di dunia.

Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, tiruana amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir spesialuntuk dibalas di dunia saja. Hingga bila hadir hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”. Demikian ini, lantaran Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَاعَمِلُواْمِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗمَّنثُورًا﴾ [الفرقان: ٢٣] 
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan/ 25 : 23].

قال الله تعالى: ﴿مَّثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْبِرَبِّهِمۡۖ أَعۡمَٰلُهُمۡ كَرَمَادٍٱشۡتَدَّتۡ بِهِ ٱلرِّيحُ فِي يَوۡمٍ عَاصِفٖۖ لَّايَقۡدِرُونَ مِمَّاكَسَبُواْعَلَىٰ شَيۡءٖۚذَٰلِكَ هُوَ ٱلضَّلَٰلُ ٱلۡبَعِيدُ﴾ [ابراهيم: ١٨] 
Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka ialah menyerupai bubuk yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak sanggup mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang sudah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu ialah kesesatan yang jauh. [Ibrahim / 14 : 18].

Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia sanggup meentengkan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat tanggapan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia spesialuntuk diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak mempunyai amal kebaikan di dunia, maka dimenambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya


Teknik Hisab
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu, dan Allah Shubahanhu wa ta’alla sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda ia :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلِهِ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ » [رواه مسلم]
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, spesialuntuk melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, spesialuntuk melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian spesialuntuk melihat neraka ada di hadapannya.

Kemudian didiberikan kitab yang sudah ditulis malaikat supaya dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allah Shubahanahu wa ta’alla sebut :

قال الله تعالى: ﴿وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُشۡفِقِينَ مِمَّافِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَا لهذا ٱلۡكِتَٰبِ لَايُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْماعَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَايَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا  ﴾ [الكهف: ٤٩] 
Dan diletakkanlah kitab, kemudian engkau akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat tiruananya?” Dan mereka mendapati apa yang sudah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 : 49].

Allah Shubahanhu wa ta’alla memang menulis tiruana amalan hamba -Nya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firman -Nya:

قال الله تعالى: ﴿فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ﴾ [الزلزلة:8-7] 
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, pasti dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, pasti dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah / 99:7-8].

قال الله تعالى: ﴿يَوۡمَ يَبۡعَثُهُمُ ٱللَّهُ جَمِيعٗافَيُنَبِّئُهُم بِمَاعَمِلُوٓاْۚ أَحۡصَىٰهُ ٱللَّهُ وَنَسُوهُۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ﴾ [المجادلة: ٦] 
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah Shubahanhu wa ta’alla tiruananya, kemudian didiberitakan-Nya kepada mereka apa yang sudah mereka kerjakan. Allah Shubahanhu wa ta’alla mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka sudah melupakannya. Dan Allah Shubahanhu wa ta’alla Maha Menyaksikan segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].

Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak sanggup mengingkarinya, lantaran bumi menceritakan tiruana amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota badan pun berbicara wacana perbuatan yang sudah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Shubahanhu wa ta’alla :

قال الله تعالى: ﴿إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا ١ وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا ٢ وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا﴾ [الزلزلة:1-4
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi sudah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan insan bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan diberitanya, [al Zalzalah / 99 : 1-4].

قال الله تعالى: ﴿ٱلۡيَوۡم َنَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُأَرۡجُلُهُم بِمَاكَانُواْيَكۡسِبُونَ﴾ [يس:٦٥] 

Pada hari ini Kami tutup verbal mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memdiberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang lampau mereka usahakan. [Yaasin / 36:65]

Teknik Hisab Seorang Mukmin dan Kafir
Allah Shubahanhu wa ta’alla yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. -Dia spesialuntuk memaparkan dan menandakan tiruana amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, kemudian Allah Shubahanhu wa ta’alla berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan kini Aku ampuni tiruananya”.
Demikian dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ » [رواه البخاري]
Aku sudah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Shubahanhu wa ta’alla mendekati seorang mukmin, kemudian meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), kemudian (Allah Shubahanhu wa ta’alla ) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawaban,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan tiruana dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya sudah binasa, Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman,’Aku sudah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku kini mengampunimu,’ kemudian ia didiberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan munafik, maka Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman : ‘Orang-orang inilah yang sudah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah Shubahanhu wa ta’alla (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari].

Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan tiruana makhluk. Kepada mereka disampaikan tiruana nikmat Allah Shubahanhu wa ta’alla, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


(( فَيَلْقَى الْعَبْدَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى قَالَ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّانِيَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّالِثَ فَيَقُولُ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ آمَنْتُ بِكَ وَبِكِتَابِكَ وَبِرُسُلِكَ وَصَلَّيْتُ وَصُمْتُ وَتَصَدَّقْتُ وَيُثْنِي بِخَيْرٍ مَا اسْتَطَاعَ فَيَقُولُ هَاهُنَا إِذًا قَالَ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ الْآنَ نَبْعَثُ شَاهِدَنَا عَلَيْكَ وَيَتَفَكَّرُ فِي نَفْسِهِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْهَدُ عَلَيَّ فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ وَعِظَامِهِ انْطِقِي فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ بِعَمَلِهِ وَذَلِكَ لِيُعْذِرَ مِنْ نَفْسِهِ وَذَلِكَ الْمُنَافِقُ وَذَلِكَ الَّذِي يَسْخَطُ اللَّهُ عَلَيْهِ )) [رواه مسلم] 

Lalu Allah Shubahanhu wa ta’alla menemui hamba -Nya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku sudah memuliakanmu, mengakibatkan engkau sebagai pemimpin, berkeluargakanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta megampangkanmu memimpin dan mempunyai harta banyak?" Maka ia menjawaban: “Benar”. Allah Shubahanhu wa ta’alla berkata lagi: “Apakah engkau sudah meyakini akan menjumpai -Ku?” Maka ia menjawaban: “Tidak,” maka Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman: “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau sudah melupakan -Ku”. Kemudian (Allah Shubahanhu wa ta’alla) menemui orang yang ketiga dan memberikan menyerupai yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawaban: "Wahai Rabbku! Aku sudah diberiman kepada -Mu, kepada kitab suci -Mu dan rasul-rasul -Mu. Juga saya sudah shalat, bershadaqah," dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah Shubahanhu wa ta’alla menjawaban: "Kalau begitu, kini (pembuktiannya)," kemudian dikatakan kepadanya: "Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu," dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: "Bicaralah!" Lalu paha, daging dan tulangnya menceritakan wacana amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah Shubahanhu wa ta’alla murkai. [HR Muslim].

Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah Shubahanhu wa ta’alla. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah Shubahanhu wa ta’alla

Oleh lantaran itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaa dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada amalan yang sudah kita perbuat. cepatdangampang-gampangan Allah Shubahanhu wa ta’alla mempersembahkan taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaan -Nya. 

Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.

LihatTutupKomentar