-->
Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm) Dan Pemberdayaan Masyarakat
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dan Pemberdayaan Masyarakat 
ABSTRAK
Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan bergulir ialah satu aspek penting akan tetapi kelembagaainnya masih perlu penyempurnaan. Makalah ini mengulas salah satu alternataif kelembagaan yang mungkin dilakukan. 

Pembahasan memakai metode deskriptif wacana kasus perguliran dana mikro yang dilakukan sebagai belahan dari kegiatan dedikasi kepada masyarakat (PKM) memakai penelitian aksi.

melaluiataubersamaini memakai skema perguliran dana mikro yang disebut skema rutin, kegiatan PKM sanggup mempersembahkan hasil yang baik bagi pemberdayaan masyarakat. Kelurahan sebagai basis kegiatan sanggup memanfaatkan forum masyarakat yang sudah ada menjadi unsur pokok bagi pencapaian hasil berdaya tersebut, meskipun masih diharapkan adaptasi kalau akan diterapkan di level wilayah yang lebih luas, apalagi kalau diharapkan sanggup mensinergikan antara kegiatan PKM, pemberdayaan masyarakat dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Hal-hal pokok yang dicakup dalam model ini ialah kelurahan sebagai basis kegiatan, LKM berbadan aturan sebagai pelaksana, lingkungan Rt sebagai serius kerja, dan pendampingan berkelanjutan dilakukan secara intensif.
Kata Kunci : dedikasi kepada masyarakat, perguliran dana mikro, pemberdayaan masyarakat

Latar Belakang, Masalah dan Tujuan
Pemberdayaan masyarakat ialah salah satu aspek penting yang harus dilakukan pada ketika ini sebab ketidakberdayaan masyarakat menjadi salah satu sumber dari permasalahan nasional yang sedang dihadapi ketika ini. Ketidakberdayaan itu mulai dari kelompok yang paling kecil, keluarga atau rumahtangga, hingga dengan kelompok yang besar, menyerupai lembaga-lembaga pemerintahan.

Seperti diketahui, khususnya di Jakarta, ketika ini di wilayah kelurahan banyak terdapat program-program pemberdayaan masyarakat, yang berupa perguliran dana untuk dipergunakan bagi kepentingan pemberdayaan rakyat tersebut. Program-program tersebut antara lain terdiri atas : Jaring Pengaman Sosial (JPS), P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan), Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dan program-program pengembangan masyarakat lainnya yang berasal dari departemen pemerintah menyerupai dari Kementrian Pertanian dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah.

Dari program-program yang pernah dan sedang dilaksanakan hingga kini tersebut, kalau kita total jumlah uang yang sudah disalurkan oleh tiruana kegiatan di Jakarta ada dana sekitar Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) di setiap kelurahan. Jumlah ini ialah jumlah dana yang sangat besar sekali untuk orde reformasi ini yang belum pernah terjadi sebelumnya di kurun Orde Baru. Bemasukan itu gres berupa uang tunai dan belum dalam bentuk lain menyerupai peralatan yang didiberikan oleh program-program pemberdayaan oleh departemen-departemen teknis.

Pertanyaan yang timbul kini ialah apakah masyarakat di tingkat kelurahan tersebut bisa untuk melaksanakan perguliran uang dari dana yang masuk ke wilayah tersebut sehingga sanggup terjadi proses distribusi pendapatan atau distribusi ekonomi yang lebih merata di kalangan masyarakat kelurahan sebagai satu kesatuan wilayah otonomi ?

Pertanyaan lain yang timbul ialah hingga seberapa jauh kepentingan integral “pemberdayaan masyarakat” sudah diimplementasikan di lapangan di satu kesatuan wilayah “kelurahan” ?

Kedua pertanyaan yang muncul tersebut ialah hal yang menarikdanunik untuk diamati, dikaji dan dianalisis, dan kemudian dicarikan kemungkinan-kemungkinan pengembangannya di masa depan biar sanggup dicapai salah satu tujuan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa “masyarakat mandiri”

Salah satu jawabanan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut ialah dikembangkannya kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang ialah salah satu dharma dari tiga dharma yang ada di sekolah tinggi tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan dedikasi kepada masyarakat. Pada masyarakat yang berkembang, PKM harusnya menjadi “motor penggerak” sekolah tinggi tinggi untuk membuatkan lembaganya dan juga untuk membuatkan masyarakatnya sebagai lingkungan ekstern, serta yang tidak kalah pentingnya ialah PKM sanggup menjadi sumber bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi.

Apa orientasi dari PKM biar sanggup mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dimaksud ? Merujuk pada uraian jago dikemukakan bahwa aksentuasi terhadap aspek tertentu sebagai prioritas gagasan penyempurnaan kegiatan penanggulangan kemiskinan ialah dengan membentuk forum yang bertanggung-jawaban mengkoordinasi kegiatan yang seriusnya berpola pemberdayaan (Sumodiningrat, 2001 : 12). 

Uraian diberikut mempersembahkan satu pola kasus pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan PKM, hasil yang diperoleh dan analisis atas hasil tersebut dari sisi pandang pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat : Kasus Perguliran Dana Mikro di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Kegiatan ini ialah salah satu dari kegiatan PKM oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma. Kegiatan ini bermula dari kegiatan pengentasan kemiskinan berhubungan dengan BKKBN pada tahun 1996 yang lalu. Dari pengalaman yang ada dan menurut analisis terhadap hasil yang diperoleh kemudian dikembangkan kegiatan PKM berupa perguliran dana mikro kepada kelompok masyarakat. Kegiatan berupa pendampingan kelompok, di mana setiap bulan dilakukan pertemuan rutin kelompok.

Kegiatan perguliran dana mikro kredit kelompok berdikari masyarakat kelurahan Lenteng Agung, tepatnya dilaksanakan di Rt 11 dan Rt 12, Rw 07. Kegiatan dimulai tanggal 01 Juli 2004 hingga dengan kini dan sudah mempunyai jumlah akseptor sebanyak 15 orang, tiruana akseptor mikro kredit ialah ibu-ibu (100%). Peserta tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu akseptor tetap atau orisinil jumlahnya sebanyak 7 orang, mereka tiruana pedagang (100%) dan akseptor pemanis dengan jumlah sebanyak 8 orang terdiri atas 3 orang pedagang dan 5 orang ibu rumahtangga. Peserta tetap ialah akseptor yang sudah diseleksi dari kegiatan perguliran dana sebelumnya serta mempunyai perjuangan atau wiraswasta, sedangkan akseptor pemanis ialah akseptor yang belum pernah mengikuti kegiatan perguliran sebelumnya. Peserta pemanis bisa dilayani sebab ada rekomendasi dari anggota sebelumnya dan kelompok sanggup memperoleh akumulasi dana berdikari dari kas yang dibayarkan oleh peserta.

Pola Perguliran dengan Skema Rutin
Pola perguliran dana mikro dilakukan dengan mempersembahkan dana stimulan kepada kelompok masyarakat, dengan pendampingan diperkenalkan pola perguliran yang diinginkan, dan kemudian dilakukan proses monitoring dan penilaian terhadap proses dan hasil yang diperoleh. 

Pelaksanaan perguliran menyerupai pada tabel di atas uraiannya ialah sebagai diberikut :
  • modal pertama perguliran ialah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
  • jumlah akseptor yang menerima pinjaman dana bergulir pada ketika pertama 5 orang, sehingga masing-masing menerima pinjaman sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
  • jangka waktu cicilan ialah 5 (lima) bulan, menyerupai diputuskan oleh peserta, sehingga besarnya cicilan ialah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per bulan. 
  • untuk masing-masing akseptor dikenai kewajiban untuk membayar kas kelompok sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) setiap kali pembayaran cicilan sebagai dana kas untuk kelompok, menyerupai diputuskan oleh peserta.
  • pada setiap bulannya akan terjadi kondisi-kondisi sebagai diberikut :
a. penambahan akseptor yang didiberi pinjaman dana minimal sebanyak 1 orang. Dana berasal dari cicilan akseptor sebelumnya dan akumulasi kas kelompok.
b. penambahan kas kelompok minimal sebesar Rp. 50.000,-
  • akhir tahap perguliran I (periode cicilan ke 6) :
  • dimenambahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
  • diperoleh total kas sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) dan total sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), sehingga total pemanis modal untuk perguliran ialah sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga lima puluh ribu rupiah). Penggunaan pemanis modal ini diputuskan oleh peserta.
  • saat ini jumlah akseptor total ialah 10 orang, atau sudah bertambah sebanyak 5 orang dari ketika pertama perguliran dimulai.
  • pada tamat tahap perguliran diberikutnya yaitu tahap II, diperoleh hasil sebagai diberikut :
  • tambahan total kas sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dan total pemanis sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 660.000,- (enam ratus enam puluh ribu rupiah), ditambah dengan sisa pemanis dana pada putaran satu sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga total pemanis modal untuk perguliran putaran diberikutnya ialah sebesar Rp. 1.210.000,- (satu juta dua ratus sepuluh ribu rupiah).
  • tambahan akseptor sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
  • pada tamat tahap perguliran diberikutnya, III dan seterusnya, diperoleh hasil sebagai diberikut :
  • tambahan total kas sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan total pemanis sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 0,- (nol rupiah), sehingga total pemanis modal untuk perguliran putaran diberikutnya ialah sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). pemanis akseptor sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
  • begitu seterusnya, hingga dengan kelompok membubarkan diri atau dibubarkan. Pertambahan dana pada putaran selanjutnya oleh sebab itu spesialuntuk berasal dari akumulasi kas yang didiberikan oleh masing-masing akseptor perguliran dana. Pertambahan dana dari akumulasi sisa dana angsuran tidak terjadi lagi, sebab tiruana habis dialokasikan kepada akseptor gres diberikutnya. 
melaluiataubersamaini demikian tidak ada dana yang disimpan oleh pengelola sebab tiruana dana yang terkumpul dialokasikan untuk digulirkan kepada peserta, kalau ada dana tersisa maka jumlahnya akan sedikit dan kalau sudah mencapai jumlah untuk satu paket perguliran yaitu Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) maka dana tersebut bisa eksklusif kembali digulirkan kepada akseptor gres lainnya.

Dalam pelaksanaan di lapangan semenjak bulan Juli 2004 hingga dengan Juni 2010, dari segi realisasi proses perguliran dengan skema rutin sejumlah hasil yang diperoleh ialah :
  1. proses perguliran dana sanggup berjalan menyerupai yang direncanakan, di mana dana yang didiberikan sebagai dana stimulan kepada kelompok sudah mengalami peningkatan jumlah. Sampai dengan tamat kegiatan pengamatan, Juni 2010, pola rutin ini sudah memasuki tahap perguliran yang banyak.
  2. pada tamat periode perguliran satu, kelompok sudah sanggup menghimpun dana bagi pengembalian pinjaman (jika modal pertama berasal dari luar) sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah) atau lebih kurang 50% dari jumlah modal pinjaman. Sisa pinjaman sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah) dibayar dengan pemanis modal pada periode perguliran dana diberikutnya, atau lebih kurang sebanyak 3 kali periode perguliran. Sesudah itu kelompok tidak mempunyai kewajiban kepada pihak luar. (dengan perkiraan bahwa kelompok tidak memperoleh pemanis modal apapun atau tidak melaksanakan transaksi peminjaman apapun selama periode pengembalian cicilan berlangsung). Secara keseluruhan jangka waktu pengembalian pinjaman paling usang ialah 20 (dua puluh) bulan.
  3. pada tamat periode perguliran satu, selain yang menyerupai disebutkan di item 1, pada kelompok masih terdapat uang sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta rupiah) yang bergulir. Jumlah uang ini kemudian menjadi modal berdikari bagi kelompok, yang sanggup dipergulirkan secara terus-menerus. 
Sesudah periode perguliran satu berakhir, kelompok masih memperoleh akumulasi modal berdikari yang berasal dari pemanis jasa dan pemanis kas dari skema perguliran yang ada.

Dalam proses perguliran, dengan memakai data semenjak tahun 2009 maka secara kuantitatif hasil yang diperoleh diantaranya ialah :
  • jumlah dana yang digulirkan ialah sebesar Rp. 21.100.000,- (dua puluh satu juta seratus rupiah), dengan rata-rata dana yang disalurkan per bulan ialah Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah), dan rata-rata kas yang diperoleh per bulan ialah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Dana kas tersebut berfungsi sebagai pemanis modal dana perguliran kelompok.
  • terjadi tunggakan oleh akseptor akan tetapi tunggakan tersebut pada tamat periode perguliran sanggup dilunasi sepenuhnya. Jika dihitung dalam persentase maka 6 orang akseptor tetap (40%) ialah akseptor yang sangat lancar dalam pengembalian pinjaman, 3 orang (20%) lancar, 3 orang (20%) kurang lancar, ada 3 orang sisanya (20%) meragukan. 
  • perkembangan perjuangan akseptor yang melaksanakan perjuangan ekonomi umumnya tetap atau survive 
Selain pola perguliran memakai skema rutin, pada kelompok juga dilakukan perguliran dana memakai pola dadakan. Pola ini didiberikan berupa peminjaman dana dalam jumlah terbatas, menyerupai Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), dalam jangka waktu spesialuntuk satu bulan atau paling usang dua bulan, dan dengan alasan yang mendesak.

Analisis dan Pembahasan : PKM dan Pemberdayaan Masyarakat 
Kegiatan PKM yang dilaksanakan ditujukan selain untuk melaksanakan salah satu dharma sekolah tinggi tinggi juga untuk sanggup memberdayakan masyarakat. melaluiataubersamaini merujuk pada sejumlah pustaka maka sanggup disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat, ada 4 ciri yang harus sanggup diidentifikasi dari kegiatan yang dilakukan, yang mencakup beberapa aspek :
  1. keberlanjutan (sustainability), maksudnya bahwa proses pemberdayaan berlangsung sepanjang waktu dalam jangka panjang bahkan sehabis fasilitator sudah tidak lagi bertugas (Bossel, 1999)
  2. mandiri (self-sustain), di mana masyarakat tidak lagi mempunyai ketergantungan yang besar kepada pihak dari luar wilayah mereka (Djohani, 1996; Rowlands dalam Eade, 1996; World Bank, 2002)
  3. integratif (integrative), pemberdayaan melibatkan segala aspek yang ada di dalam masyarakat (Robbins, 1991; Sen, 1999; Friedmann, 1992)
  4. partisipatif (participative), pemberdayaan melibatkan tiruana pihak yang terkait (stakeholder) di dalam masyarakat di mana proses tersebut dilaksanakan (World Bank, 2002; Conger dan Kanungo, 1988; Ohama, 2001)
Sesudah dilakukan pelaksanaan yang cukup usang lebih kurang 6 tahun memakai skema perguliran dana mikro yang ditentukan maka pencapaian hasil dibandingkan dengan indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang sudah diputuskan dijelaskan dalam uraian diberikut.

Pola perguliran dana alternatif yang dilakukan, yaitu pola perguliran dengan skema rutin, sanggup ditindaklanjuti bagi kegiatan diberikutnya. Pertama kali sudah dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan dari skema rutin. Uraian sejelasnya ialah sebagai diberikut :
a. Kekuatan
  • modal pertama yang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan jumlah modal sanggup dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan.
  • pengelolaan sederhana, eksklusif dikelola oleh masyarakat, sedangkan pihak luar sanggup berfungsi sebagai fasilitator dan pengawas pelaksanaan. Lingkup masyarakat yang tidak terlalu luas, yaitu lingkup wilayah Rt, membuat pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan perguliran dana menjadi baik.
  • dapat memenuhi hampir tiruana indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dengan pola perguliran yang sudah diputuskan, dengan demikian pola tersebut sanggup diharapkan untuk memmenolong masyarakat melaksanakan pemberdayaan diri mereka. Masyarakat sanggup mengembalikan pinjaman (jika pinjaman berasal dari luar masyarakat), mereka sanggup mempunyai modal mandiri, dan mereka juga sanggup memperoleh akumulasi dari modal berdikari yang mereka miliki.
  • pinjaman sanggup secara fleksibel dipakai untuk konsumsi atau untuk usaha, walaupun serius penerapan ialah pada konsumsi. Fokus ini secara tidak eksklusif sanggup memmenolong masyarakat untuk menyediakan modal sendiri sehingga sanggup terhindar dari pola simpan-pinjam yang merugikan dari sumber modal yang lain, menyerupai bank keliling.
  • dalam jangka panjang, akan terjadi akumulasi modal berdikari yang lebih besar, dengan demikian pemenuhan modal yang dibutuhkan oleh masyarakat oleh mereka sendiri semakin terbuka peluangnya. Hal itu juga berarti ketergantungan masyarakat terhadap sumber modal dari luar lingkungannya semakin diperkecil.
b. Kelemahan
  • jangka waktu pengembalian kepada pihak peminjam dari luar relatif lama, sekitar 4 periode perguliran. Dalam kasus di atas pengembalian berlangsung selama 20 bulan, walaupun pengembalian untuk 50% pertama sanggup dilakukan pada periode pertama perguliran (5 bulan pertama perguliran).
  • pertambahan akseptor untuk setiap kali tahap cicilan spesialuntuk 1 (satu) orang, hal tersebut akan sanggup mengakibatkan timbulnya jumlah antrian calon peminjam.
  • pola perguliran harus dilakukan secara “ketat”, tidak fleksibel, di mana skema pinjaman sudah ditentukan khususnya dengan pertambahan peserta, dalam pelaksanaan yang sudah terjadi, pertambahan akseptor setiap periode cicilan spesialuntuk satu orang. melaluiataubersamaini demikian kalau diinginkan sasaran yang tidak sama maka perlu dilakukan modifikasi pada pola yang diputuskan.
  • pengawasan yang ketat oleh masyarakat atas pengelolaan perguliran spesialuntuk sanggup dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas sehingga mengakibatkan ekspansi cakupan pelayanan pada wilayah yang lebih besar, menyerupai lingkungan wilayah 1 kelurahan, perlu modifikasi lebih lanjut
Dari tiruana uraian yang dibahas maka pola perguliran dengan skema di atas kalau ingin diharapkan melayani aspek ekonomi produktif perlu dimodifikasi lebih lanjut, akan tetapi dari pengamatan pola tersebut terlihat diterima oleh kelompok masyarakat sebagai alternatif penyedia dana masyarakat. Oleh sebab itu pola perguliran tersebut sanggup diistilahkan dengan perguliran dana untuk “ekonomi kesejahteraan” sebab berserius pada penyediaan dana bagi kebutuhan konsumsi masyarakat dan bukan termasuk penyedia dana bagi kegiatan ekonomi produktif.

Penutup
Dari pelaksanaan kegiatan dan analisis yang dilakukan, sanggup disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat sanggup dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan dedikasi kepada masyarakat. Keempat ciri berdaya yang diuraikan, hampir tiruananya sanggup dicapai oleh kelompok memakai pola perguliran dana yang ada. Namun demikian masih diharapkan perbaikan terhadap pola perguliran dana yang sudah dilakukan. Model pemberdayaan masyarakat yang dipakai ialah model pemberdayaan masyarakat berbasis kelurahan (Budiman, 2007). Model ini menekankan pelaksanaan kegiatan di tingkat paling kecil yaitu kelurahan memakai forum masyarakat yang memang sudah ada sebelumnya atau forum yang gres dibuat berupa kelompok-kelompok masyarakat. Model ini menekankan pada proses pengawasan yang ketat terhadap kegiatan yang dilakukan, sehingga kalau ada duduk kasus yang muncul sanggup dengan segera dicarikan penyelesaiannya. Model ini juga sanggup dilakukan secara partisipatif di mana keterlibatan akseptor dalam kegiatan mempunyai intensitas tinggi, mulai dari perencanaan hingga dengan penentuan tindak-lanjut terhadap apa yang sudah dicapai sebelumnya.

Ada sejumlah alasan yang dikemukakan dalam pengajuan model tersebut, di antaranya ialah :
  1. Kelompok kecil yang dimaksud minimal ialah di level kelurahan. Kelurahan menjadi salah satu samasukan sebab di kelurahan pada ketika ini masih menjadi wilayah otonom di mana masyarakatnya cukup banyak akan tetapi dengan keragaman yang cukup tinggi, khususnya lagi di kawasan perkotaan, sehingga kesuksesan kegiatan pemberdayaan di level kelurahan diharapkan sanggup menjadi dasar bagi pengembangan ekspansi kegiatan pemberdayaan dalam skala yang lebih besar.
  2. dalam pelaksanaan pola administrasi diharapkan wilayah pengawasan yang terjangkau dan dari penelitian ditemukan bahwa wilayah kelurahan/desa ialah wilayah dalam jangkauan yang sempurna bagi pelaksanaan pengawasan program. Warga yang masih mempunyai ikatan yang dekat sehingga mereka mengenal dengan baik antara sesama masyarakat dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas menyerupai kecamatan.
  3. luas wilayah pengawasan tersebut berkaitan dengan proses pemeliharaan keberlanjutan dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan. Dalam wilayah kelurahan/desa salah satu ciri kondisi berdaya dari masyarakat akan lebih praktis diwujudkan yaitu keberlanjutan.
  4. dalam proses pemberdayaan ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, dan tahap pertama ialah konsolidasi organisasi (konsolidasi internal). Pada tahap ini dilakukan identifikasi sumberdaya yang sanggup dimanfaatkan bagi pelaksanaan kerja dan kelurahan ialah lingkup yang sempurna terjangkau untuk melaksanakan itu dalam waktu yang relatif singkat dan dengan hasil yang relatif lebih baik. 
Model pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan berpijak pada beberapa hal pokok utama, yaitu :
  1. wilayah yang menjadi serius kerja ialah wilayah kelurahan/desa, di mana lurah/kepala desa dan aparatnya menjadi koordinator bagi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat menyerupai kegiatan perguliran dana mikro yang ialah salah satu belahan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan masyarakat kelurahan.
  2. pengelola keuangan dana bergulir ialah forum keuangan mikro (LKM) yang berbadan hukum, hal itu dimaksudkan untuk sanggup menjamin adanya jalan masuk dana yang lebih besar kepada sumber dana lainnya menyerupai perbankan dan forum keuangan non-perbankan lainnya, dan untuk sanggup menjamin kepastian aturan terhadap akseptor yang kemudian mengalami tunggakan pembayaran pinjaman
  3. lingkungan rt menjadi lingkungan yang menjadi serius bagi pelaksanaan perguliran dana mikro, di mana penyeleksian calon akseptor dan pengawasan perguliran melalui kelompok masyarakat yang sengaja dibuat di lingkungan tersebut. Kelompok juga menjadi hal penting sebab kontrol akseptor perguliran tidak sanggup dilakukan oleh perorangan sesama akseptor atau individu lainnya, kontrol melalui kelompok mempersembahkan efek yang lebih besar dibanding dengan kontrol oleh perorangan.
  4. untuk sanggup mencapai keberlanjutan dari segi proses, dilakukan pendampingan oleh pendamping yang direkrut oleh pemerintah daerah. Model ditujukan sanggup mencapai keberhasilan dalam jangka panjang maka untuk itu pemilihan pendamping didasarkan pada kesediaan untuk sanggup bekerja secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Salah satu alternatif yang sanggup dijadikan pendamping ialah sekolah tinggi tinggi, di mana terdapat dharma dedikasi kepada masyarakat. Pemerintah pusat, propinsi atau kotamadya, mempersembahkan tunjangan guna proses training kepada akseptor dan kelompok, khususnya dalam hal kewirausahaan dan pengelolaan keuangan keluarga. Disamping itu departemen terkait, menyerupai Departemen Sosial dan Departemen Koperasi dan UKM, sanggup mempersembahkan pendampingan pula kepada kelompok atau LKM sesuai dengan kegiatan departemen masing-masing dengan koordinasi dengan kegiatan pembangunan kelurahan. Departemen-departemen teknis terkait juga diharapkan sanggup mempersembahkan tunjangan bagi pemdiberian dana-dana sosial bagi anggota masyarakat yang memang tidak atau belum bisa untuk melaksanakan kegiatan ekonomi produktif yaitu anak-anak, orang cacat dan orang lanjut usia.
Jika PKM dan proses pemberdayaan masyarakat akan dikaitkan dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam kegiatan CSR itu sendiri belum ada kesamaan bahasa dalam merumuskan dan memaknai CSR (Wahyudi dan Azheri, 2008 : 31). Di satu sisi CSR berkaitan dengan harmonisasi dengan lingkungan dan di sisi yang lain CSR juga menuntut adanya akad perusahaan dalam proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Dari sisi cakupan, CSR mencakup beberapa aspek minimal 4 aspek eksternal di luar perusahaan yaitu pasar, kondisi lokasi kerja, masyarakat, dan lingkungan. melaluiataubersamaini demikian mengaitkan CSR dengan kedua hal tersebut ialah mungkin, akan tetapi kalau melihat proses pemberdayaan biar sanggup mencapai hasil terbaik membutuhkan pendampingan secara intensif dan dalam jangka panjang maka CSR seharusnya juga bisa mencari alternatif pola yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat di mana CSR akan dilaksanakan.

Sebagai catatan akhir, diberikut disajikan beberapa tips bagi kelancaran perguliran dana mikro, yaitu :
  • dalam kelompok, harus dipilih ketua kelompok yang memang sanggup mendapatkan amanah oleh tiruana anggota
  • lingkungan yang dilibatkan ialah lingkungan kecil, yang paling sempurna dan terkecil ialah rukun tetangga (rt), sebagai basis kelompok
  • jumlah dana yang digulirkan diperhitungkan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar. Dalam kasus di atas Rp. 500.000,- per orang ialah pengembangan dari pola sebelumnya yang spesialuntuk berjumlah Rp. 200.000,- per orang yang dianggap sebagai yang paling sempurna sesuai dengan lingkungan di mana perguliran dilakukan pada waktu itu dan sesuai dengan tujuan perguliran dana yang bisa untuk kepentingan konsumsi selain untuk perjuangan ekonomi.
  • perlu dilakukan pertemuan rutin bulanan, sebagai wadah bagi anggota masyarakat melaksanakan kontrol atas perguliran dana yang dilakukan dan kinerja dari masing-masing peserta
  • jika dimungkinkan akan sangat baik kalau dilakukan pendampingan oleh fasilitator hingga dengan kelompok menjadi berdikari : dalam pengambilan keputusan dan dalam hal dana. Pendampingan terutama diharapkan untuk membenahi pencatatan dan pengembangan perjuangan yang dilakukan oleh masing-masing anggota.
  • dalam kaitannya dengan CSR, kegiatan CSR sendiri harus mempersembahkan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan jenis kegiatan produktifnya sendiri, eksklusif atau tidak eksklusif terkait dengan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan. 
Daftar Pustaka;
  • Budiman, 2007, Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Perguliran Dana Mikro pada Masyarakat Perkotaan, Disertasi pada Universitas Gunadarma, Jakarta.
  • _______, 1999, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Kuliah Kerja Nyata Usaha (KKNU) dan Magang Kewirausahaan (MKU) 31 Agustus 1998 s/d 31 Januari 1999, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma, Jakarta.
  • Bossel, Hartmut; 1999; Indicators for Sustainable Development : Theory, Methods, Applications; International Institute for Sustainable Development, Canada. 
  • Conger, Jay A., Rabindra N. Kanungo,.Jul 1988, The Empowerment Process : Integrating Theory And Practice; dalam Academy of Management. The Academy of Management Review. Briarcliff Manor:.Vol.13, Iss. 3; pg. 471, 12 pgs
  • Djohani, Rianingsih (editor), 1996, Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara, Bandung. 
  • Friedman, John, 1992, Empowerment : The Politics of Alternative Development, Blackwell Publishers, Cambridge, USA. 
  • Ohama, Yutaka, 2001, Conceptual Framework of Participatory Local Social Development (PLSD) diselenggarakan oleh JICA, Nagoya. 
  • Sen, Amartya, 1999, dalam Marris, Robin, 1999, Ending Poverty, Thames & Hudson, Slovenia.
  • Sumodiningrat, Gunawan, 2001, Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta..
  • Robbins, Stephen P, 1991, Management, 3rd ed.; Prentice-Hall Int. 
  • Rowlands, Jo, 1996, Empowerment Examined, dalam Deborah Eade (ed.) Development and Social Diversity, Oxfam, UK, hal. 86 – 92. 
  • Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri, 2008, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, In-Trans Publishing, Malang-Jawa Timur.
  • World Bank, Poverty Reduction and Economic Management (PREM); 2002; Empowerment and Poverty Reduction : A Sourcebook; World Bank.

LihatTutupKomentar