-->
Pembelajaran Keterampilan Berbicara Melalui Pendekatan
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENDEKATAN PENGALAMAN BERBAHASA DI SEKOLAH DASAR
Abstract
Speaking skills must be controlled by the Primary School students because these skills directly were linked with all the activities learning the student in the Primary School. The success studied the student in joining the process of the activity learning in the school really was determined by their speaking capacity command. Because through the speaking activity the student could reveal the idea, the idea, or results of his thinking to the other person orally so as the other person knew the intention or the idea of the student. The student who could not speak well and truly will experience the difficulty in joining the activity learning for all the subjects. Therefore, the teacher must be able to choose some or united various methods learning that in accordance with the condition for the student and the avaigoyahity of other supporting means. Moreover, the teacher might also create the new model in the implementation learning speking skills. One of the alternatives that could be carried out in learning speaking skills spoke the student the Primary School was the application of the very polite experience approach in learning speaking skills the student the Primary School. 
Key word: skills spoke, the experience approach spoke, the Primary School 

Penlampauan
Kehidupan insan tidak sanggup lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa ialah masukana untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat insan sebagai makhluk sosial yang perlu diberinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling tepat dan bisa membawakan pikiran dan perasaan baik terkena hal-hal yang bersifat konkrit maupun yang bersifat abnormal (Effendi, 1985:5). Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi insan dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih praktis menyerap dan memberikan informasi baik secara mulut maupun tulisan. 

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut biar terampil berbahasa. melaluiataubersamaini demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak spesialuntuk menekankan pada teori saja, tetapi siswa dituntut untuk bisa memakai bahasa sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi.

Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa ialah berbicara, alasannya keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 1986:86). Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang sanggup diwariskan secara turun temurun walaupun intinya secara alamiah setiap insan sanggup berbicara. Namun, keterampilan berbicara secara formal memerlukan tes dan pengarahan yang intensif. Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu maupun kelompok. Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih praktis dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat memberikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan bermanfaa dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan. Akan tetapi, problem yang terjadi di lapangan ialah tidak tiruana siswa mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh alasannya itu, training keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin.

Pentingnya keterampilan berbicara atau menceritakan dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, ia akan memperoleh laba sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, laba profesional diperoleh sewaktu memakai bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, memberikan fakta-fakta dan pengetahuan, membuktikan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa mulut tersebut megampangkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan wangsit atau gagasan kepada orang lain.

Pentingnya penguasaan keterampilan berbicara untuk siswa SD juga ditetapkan oleh Farris (Supriyadi, 2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai siswa biar bisa menyebarkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir mereka akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan wangsit kepada orang lain secara lisan. 

Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa SD lantaran keterampilan ini secara pribadi berkaitan dengan seluruh proses berguru siswa di Sekolah Dasar. Keberhasilan berguru siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak bisa berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesusahan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk tiruana mata pelajaran. 

Menurut pandangan whole language berbicara tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan ialah satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan teresebut sanggup dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu sanggup dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahasa sekaligus, melainkan sanggup spesialuntuk menggabungkan dua keterampilan berbahasa saja sepanjang acara berbahasa yang dilakukan bermakna.

Menurut Badudu (1993:131) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang SD hingga Sekolah Menengah Atas masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi materi, guru kurang mengajak siswa untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses pembelajaran di kelas yang tidak relevan dengan yang diharapkan, menjadikan kemampuan berbicara siswa menjadi rendah. Salah satu alternatif yang sanggup dilakukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa SD ialah penerapan pendekatan pengalaman berbahasa dalam pembelajaran berbicara siswa Sekolah Dasar. 

a. Pengertian Keterampilan Berbicara
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara ialah acara berbahasa kedua yang dilakukan insan dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah acara mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian insan berguru untuk mengucapkan dan alhasil terampil berbicara.

Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan memberikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 1983:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara ialah suatu sistem gejala yang sanggup didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot badan insan demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara ialah suatu bentuk sikap insan yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.

Berdasarkan pendapat di atas, sanggup disimpulkan bahwa berbicara diartikan sebagai suatu alat untuk mengkombinasikan gagasan-gagasan yang disusun serta menyebarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara ialah instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara pribadi apakah sang pembicara memahami atau tidak baik materi omongan maupun para penyimaknya, apakah ia bersikap hening serta sanggup mengikuti keadaan atau tidak, pada ketika ia bersikap hening serta sanggup mengikuti keadaan atau tidak, pada ketika ia mengkombinasikan gagasan-gagasannya apakah ia waspada serta antusias ataukah tidak. 

b. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan insan selalu mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara ialah untuk berkomunikasi. Agar sanggup memberikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, ia harus bisa mengevaluasi imbas komunikasi terhadap pendengarnya, dan ia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya sanggup dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.

Berdasarkan uraian di `atas maka sanggup disimpulkan bahwa seseorang melaksanakan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang lain dengana maksud apa yang dibicarakan sanggup diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya kekerabatan timbal balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.

c. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara
Berbicara atau kegiatan komunikasi mulut ialah kegiatan individu dalam perjuangan memberikan pesan secara mulut kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan sanggup hingga kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang sanggup menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada ketika berbicara diharapkan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan memberikan wangsit dengan lancar dan teratur. 

Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai diberikut. Faktor kebahasaan, mencakup a) ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang sesuai, c) pilihan kata, d) ketepatan penerapan kalimat serta tata bahasanya, e) ketepatan samasukan pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan, mencakup a) sikap yang wajar, hening dan tidak kaku, b) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan menghargai orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaenteng suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) penguasaan topik.

Berdasarkan uraian di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara ialah faktor urutan kebahasaan (linguitik) dan non kebahasaan (nonlinguistik). 

d. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara
Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang menjadikan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, yaitu:
  1. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.
  2. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, contohnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak cuilan tubuh, dan
  3. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, contohnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.
e. Pengertian Pendekatan
Pendekatan dalam pembelajaran kemampuan berbahasa dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Muchlisoh (1996:15) mengemukakan bahwa pendekatan ialah cara yang dianggap terbaik untuk mencapai sesuatu. Pendekatan ialah suatu metode atau cara yang dipakai untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi ini sesuai dengan keinginan dalam proses berguru mengajar, yaitu siswa sanggup memahami suatu konsep pengetahuan dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, pendekatan dalam proses berguru mengajar selalu mengalami perkembangan.

f. Pengertian Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Pendekatan Pengalaman Berbahasa ialah alih kata dari istilah Language Experience Approach (LEA). Seperti dikutip oleh Harjasujana(1997:196-197) bahwa Huff mendefinisikan LEA menurut makna yang terkandung dalam unsur-unsur kata pembentuknya, terutama kata experience dan language. Menurut Huff, experience ialah pengalaman seseorang yang diperoleh dari acara tertentu. Sementara itu, language ialah cerminan dari empat aspek keterampilan berbahasa yang mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. LEA dimaknai sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran berbicara yang melibatkan kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sebagai cerminan dari pengalaman berbahasa anak.

Oka (Harjasujana, 1997:187) menyampaikan bahwa pendekatan pengalaman berbahasa ialah metode pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yang menggabungkan pembelajaran berbicara dengan pengalaman bahasa anak yang mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembelajaran itu mencakup kemampuan berpikir dan kemampuan mengungkapkan bahasa.

Menurut Harjasujana (1997:197), hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pendekatan Pengalaman Berbahasa (PPB) adalah.
  • PBB ialah suatu pendekatan pengajaran.
  • Materi asuh digali dari pembelajar sendiri atau pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri
  • Pelaksanaan pembelajarannya melibatkan seluruh aspek keterampilan berbahasa siswa secara integratif. 
g. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Keunggulan Pendekatan Pengalaman Berbahasa ialah sebagai diberikut.
  1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa dimulai dengan soal perkembangan bahasa anak. Maksudnya, materi materi asuh yang dipakai untuk pengajaran berbicara sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak. Tugas untuk menentukan materi yang cocok menjadi enteng lantaran wacana yang dipakai sudah dengan sendirinya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak. 
  2. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa mengintegrasikan tiruana kegiatan kebahasaan. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, belum dewasa mendengarkan, berbicara, membaca, dan terkadang menuliskan wacana yang tengah dikembangkan.
  3. Pendekatan Pengalaman Berbahasa mempunyai sifat wajar.
4. Pendekatan Pengalaman Berbahasa tidak memerlukan banyak biaya.
Suatu pendekatan yang diterapkan niscaya mempunyai kelemahan di balik keunggulannya. Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa ialah sebagai diberikut.
  1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa spesialuntuk dipakai pada pengajaran penguasaan ketrampilan berbahasa tingkat pertama. Selanjutnya, Pendekatan Pengalaman Berbahasa sanggup dikembangkan pada pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis untuk tingkat lanjut. Hal ini sanggup dikembangkan lantaran ada belum dewasa yang duduk di kelas atas namun kemampuan penguasaan keterampilan berbahasanya masih berada pada peringkat permulaan.
  2. PBB menuntut waktu yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
  3. PBB menuntut biar selalu menyadari adanya sejumlah keterampilan dan sejumlah kosakata sehingga guru harus mengetahui apa yang akan diajarkan dan kapan mengajarkannya.
Dari paparan di atas sanggup disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pengajaran kemampuan berbahasa dengan memakai pendekatan pengalaman berbahasa ada beberapa keunggulan dan kelemahan di dalamnya. Oleh lantaran itu, alangkah baiknya kalau kelemahan-kelemahan tersebut diatasi terlebih lampau.
Teknik mengatasi kelemahan tersebut diantaranya sebagai diberikut:
  • Guru terlebih lampau harus mengetahui taraf keterampilan berbahasa siswa. Sesudah itu guru sanggup menerapkan Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
  • Karena Pendekatan Pengalaman Berbahasa menuntut waktu yang lebih banyak dari metode yang lain, maka guru terlebh lampau membuat metode yang tepat dalam pembelajran berbicara denga Pendekatan Pengalaman Berbahasa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tujuan pembelajaran sanggup tercapai.
  • Karena dalam pembelajaran memakai Pendekatan Pengalaman Berbahasa melibatkan tiruana keterampilan berbahasa menyerupai menyimak, membaca, dan menulis, serta sejumlah kosakata, maka guru harus sanggup menentukan tema-temayang sesuai dengan kemampuan berpikir anak, dan kapan harus mengajarkannya kepada siswa.
h. Tujuan dan Asumsi Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Menurut Space (Harjasujana, 1997:198) perkiraan dasar penerapan PBB ini ialah ekspresi bahasa mulut siswa yang didasarkan pada pikiran, perasaan, dan pengalamannya sendiri yang sanggup ditulis dan dibca. Kegiatan ini sanggup disamakan sebagaimana halnya siswa membaca ide-ide orang lain yang sudah dituangkan ke dalam wujud tulisan.

Menurut Huff (Harjasujana, 1997:198) Pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan bahwa belum dewasa akan lebih praktis mengenali tulisannya sendiri, lantaran kata-kata yang tertuang dalam goresan pena tersebut ialah refleksi atau cerminan dari kehidupannya sehari-hari. Bahasa yang dipakai ialah bahasa yang dekat dengan kehidupannya yaitu bahasa yang menggambarkan latar belakang pengalaman pribadinya.

Pendekatan Pengalaman Berbahasa ialah suatu pendekatan yang bisa dipakai untuk pengajaran berbicara yang diikuti oleh keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa mulut anak ialah landasan utama dalam pengelolaan pembelajaran berbicara. Pendekatan Pengalaman berbahasa ini sangat menekankan arti pentingnya kondisi pertama pembelajar dalam hal kemampuan bahasa lisan. melaluiataubersamaini demikian, pelaksanaan pembelajaran berbicara senantiasa dipertamai oleh penggalian pengalaman berbahasa anak yang diungkapkan secara lisan, kemudian direkam ke dalam bentuk goresan pena maupun dalam bentuk kaset. Hasil rekaman inilah yang kemudian dijadikan alat untuk pembelajaran berbicara. melaluiataubersamaini kata lain, pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan berguru dari anak, untk anak, dan oleh anak.

Harapan dari pembelajaran dengan pendekatan menyerupai inii ialah pembelajar akan lebih berhasil mabadunga semenjak pertama si pembelajar meyakini dirinya bisa dan bisa melaksanakan sesuatu. melaluiataubersamaini materi asuh yang digali dari siswa sendiri, siswa diharapkan lebih praktis memahami dalam pembelajaran. melaluiataubersamaini cara menyerupai ini siswa akan mempunyai rasa percaya diri dan menganggap tiruana yang dipelajari ialah sesuatu yang bermakna (memiliki nilai guna).

i. Prosedur PBB dalam Pembelajaran Berbicara
Prosedur Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pengajaran berbicara mempunyai empat langkah sebagai diberikut.
1) Mengidentifikasi minat, latar belakang pengalaman, dan akomodasi bahasa mulut anak.
Pada langkah ini, guru berdialog atau mengadakan percakapan enteng dengan anak. Misalnya bertanya wacana nama, kesukaan, wacana diberita atau insiden nyata di sekitar lingkungan daerah tinggal atau lingkungan sekolah. Langkah ini dimaksudkan untuk merancang dan membangkitkan skemata anak, sehingga ia sanggup mengeluarkan pikiran dan perasaannya pada ketika guru memintanya.

2) Merencanakan dan mendiskusikan pengalaman anak atau topik tertentu yang dipilih anak.
Langkah ini dimaksudkan untuk menggali pengalaman bahasa anak. Melalui rangsangan tertentu yang kemudian dijadikan topik diskusi, guru membimbing anak untuk sanggup mengekspresikan pengalamannya melalui bahasa lisan.

3) Mencatat dan merekam bahasa (cerita) anak
Pembelajaran pada tahap ini, siswa menuliskan ataupun membacakan hasil tulisannya di depan kelas. Hal ini dimaksudkan bahwa bacaan-bacaan lain yang ditulis orang lain dihasilkan melalui proses yang sama menyerupai yang dilihat dan dialaminya pada ketika itu.

4) Mengembangkan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan
Pada langkah ini, barulah pembelajran yang sebetulnya dimulai. Berdasarkan hasil rekaman pengalaman berbahasa siswa, guru mengpertamai pembelajaran berbicara. melaluiataubersamaini cara membacakan ataupun memperdengarkan hasil rekaman pada siswa, guru mengajarkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan berbicara serta melatih keterampilan berbicara siswa hingga alhasil siswa mempunyai keberanian dan keterampilan dalam memberikan gagasan, pendapat, ide, dan menceritakan kembali kepada orang lain baik secara mulut maupun secara tertulis.

j. Penilaian Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan berguru perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Teknik yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana siswa bisa berbicara ialah tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara mempersembahkan peluang kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada perjuangan perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran diberikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa menurut pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan mencakup materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.
  • Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?
  • Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya bunyi serta rekaman suku kata memuaskan?
  • Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa acuan internall memahami bahasa yang digunakan?
  • Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
  • Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?
Penilaian yang dipakai untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui kiprah menceritakan. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut ialah format penilaian berbicara/menceritakan yang dimodifikasi dari penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).

Penutup
Setiap kegiatan pembelajaran diharapkan sanggup mencapai sasaran hasil berguru tertentu. Salah satu sasaran hasil berguru yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran berbicara di sekolah dasar ialah siswa. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa SD lantaran keterampilan ini secara pribadi berkaitan dengan seluruh proses berguru siswa di SD. Keberhasilan berguru siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak bisa berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesusahan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk tiruana mata pelajaran. 

Pembelajaran berbicara di sekolah dasar dilaksanakan dengan banyak sekali metode. Setiap metode pembelajaran berbicara mempunyai kelebihan dan belum sempurnanya masing-masing. Metode yang satu akan melengkapi metode yang lain. Guru sanggup menentukan salah satu atau menggabungkan banyak sekali metode sesuai dengan kondisi siswa dan tersedianya masukana pendukung lainnya. Selain itu, guru juga boleh membuat model gres dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara.

Pendekatan pengalaman berbahasa ialah salah satu metode yang sanggup dipakai oleh guru untuk meningkatkan kelancaran dalam berbicara di sekolah dasar, lantaran dalam pendekatan pengalaman berbahasa, materi dikembangkan oleh guru bahu-membahu dengan anakdidiknya secara tatap muka. Dalam kegiatan pengembangan materi itu sanggup dikembangkan tiruana keterampilan berbahasa; menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. melaluiataubersamaini padukannya tiruana keterampilan dalam suatu kegiatan itu guru dituntut untuk lebih kreatif.

Daftar Pustaka
  • Burhan Nurgiyantoro.1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
  • Cox, Carole.1998. Teaching language arts (a student-and response-centered classroom).New York: A Viacom Company.
  • Haryadi. 1997. Berbicara (Suatu Pengantar) Diktat Perkuliahan: IKIP Yogyakarta.
  • Haryadi dan Zamzani.1996/1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud Dirjen Dikti cuilan Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
  • Muchlisoh, dkk.1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3 Modul 1-9. Jakarta:Depdikbud.
  • Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
  • Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
  • Badudu (1993:131)
  • Tarigan, Djago.1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:Depdikbud.
  • Tompkins, Gail E & Hosskisson.1993. Language arts: content and teaching strategies. New York: Macmillan College Publishing Company.
  • Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.

LihatTutupKomentar