-->
Makalh Dan Teori Ekologi Tanah
EKOLOGI TANAH
Penlampauan
Soil ecology is the study of the interactions among soil organisms, and between biotic and abiotic aspects of the soil environment. It is particularly concerned with the cycling of nutrients, formation and stabilization of the pore structure, the spread and vitality of pathogens, and the biodiversity of this rich biological community.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan aneka macam komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik yaitu makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga bekerjasama erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling menghipnotis dan ialah suatu sistem yang mengatakan kesatuan.

Tanah: Sifat dan Karakteristik
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) yaitu serpihan kerak bumi yang tersusun dari mineral dan materi organik. Tanah sangat vital peranannya bagi tiruana kehidupan di bumi lantaran tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup aneka macam mikroorganisme. Bagi sebagian besar binatang darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Ilmu yang mempelajari aneka macam aspek terkena tanah dikenal sebagai ilmu tanah.

Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga sanggup tererosi. Komposisi tanah tidak sama-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara ialah serpihan dari tanah.

Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan menolongan organisme, membentuk badan unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai ''pedogenesis''. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai badan alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap horizon menceritakan terkena asal dan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang sudah dilalui badan tanah tersebut.

Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, sebut bahwa tanah terbentuk dari materi induk yang sudah mengalami modifikasi/pelapukan akhir dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah aneka macam jenis tanah dan sanggup dilakukan pembagian terstruktur mengenai tanah.

Tubuh tanah (solum) tidak lain yaitu batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan ketika ini tidak ada yang lebih renta daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen. Tubuh tanah terbentuk dari adonan materi organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol / humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap materi organik yang terdegradasi.

Tanah organik berwarna hitam dan ialah pembentuk utama lahan gambut dan kelak sanggup menjadi kerikil bara. Tanah organik cenderung mempunyai keasaman tinggi lantaran mengandung beberapa asam organik (substansi humik) hasil dekomposisi aneka macam materi organik. Kelompok tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari fatwa air atau hasil dekomposisi jaenteng makhluk hidup. Tanah organik sanggup ditanami lantaran mempunyai sifat fisik gembur (porus, masukang) sehingga bisa menyimpan cukup air namun lantaran mempunyai keasaman tinggi sebagian besar tumbuhan pangan akan mempersembahkan hasil terbatas dan di bawah capaian optimum.

Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir didominasi oleh pasir, tanah berliat didominasi oleh liat. Tanah dengan komposisi pasir, debu, dan liat yang seimbang dikenal sebagai tanah lempung.

Warna tanah ialah ciri utama yang paling praktis diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelabu, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah sanggup mempunyai lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akhir proses kimia (pengasaman) atau pembersihan (leaching). Tanah berwarna hitam atau petang seringkali mengambarkan kehadiran materi organik yang tinggi, baik lantaran pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna petang juga sanggup disebabkan oleh kehadiran Mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang tidak sama terjadi lantaran imbas kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik / oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik / reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terserius.

Struktur tanah ialah karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa padatan, fasa cair, dan fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (masukang) mempunyai agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga belum sempurnanya makropori.

Mikrohabitat dalam struktur tanah
Di setiap tempat menyerupai dalam tanah, udara maupun air selalu dijumpai mikroba. Umumnya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air ataupun udara. Umumnya materi organik dan senyawa anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof.

Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, liat dan materi organik maupun materi penyemen lain akan membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan memilih keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah. Dalam hal ini akan terbentuk lingkungan mikro dalam suatu struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah sanggup dijumpai aneka macam mikrokoloni menyerupai mikroba heterotrof pengguna materi organik maupun kuman autotrof,dan kuman aerob maupun anaerob. Untuk kehidupannya, setiap jenis mikroba mempunyai kemampuan untuk merubah satu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka mendapat energi dan nutrien. melaluiataubersamaini demikian adanya mikroba dalam tanah mengakibatkan terjadinya daur unsur-unsur menyerupai karbon, nitrogen, fosfor dan unsur lain di alam.

Lingkungan rhizosfer
Akar tumbuhan ialah habitat yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Interaksi antara kuman dan akar tumbuhan akan meningkatkan ketersediaan hara bagi keduanya. Permukaan akar tumbuhan disebut rhizoplgua. Sedangkan rhizosfer yaitu selapis tanah yang menyelimuti permukaan akar tumbuhan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan akar. Tebal tipisnya lapisan rhizosfer antar setiap tanaman.

Rhizosfer ialah habitat yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba oleh lantaran akar tumbuhan menyediakan aneka macam materi organik yang umumnya menstimulir pertumbuhan mikroba. Bahan organik yang dikeluarkan oleh akar dapat
  1. Eksudat akar: materi yang dikeluarkan dari kegiatan sel akar hidup menyerupai gula, asam amino, asam organik, asam lemak dan sterol, factor tumbuh, nukleotida, flavonon, enzim , dan miscellguaous.
  2. Sekresi akar: materi yang dipompakan secara aktif keluar dari akar.
  3. Lisat akar: materi yang dikeluarkan secara pasif ketika autolisis sel akar.
  4. Musigel : materi sekresi akar, sisa sel epidermis, sel tudung akar yang bercampur dengan sisa sel mikroba, produk metabolit, koloid organik dan koloid anorganik.
Enzim utama yang dihasilkan oleh akar yaitu oksidoreduktase, hidrolase, liase, dan transferase. Sedang enzim yang dihasilkan oleh mikroba di rhizosfer yaitu selulase, dehidrogenase, urease, fosfatase dan sulfatase.

melaluiataubersamaini adanya aneka macam senyawa yang menstimulir pertumbuhan mikroba, mengakibatkan jumlah mikroba di lingkungan rhizosfer sangat tinggi. Perbandingan jumlah mikroba dalam rhizosfer (R) dengan tanah bukan rhizosfer (S) yang disebut nisbah R/S, sering digunakan sebagai indeks kerindangan tanah. Semakin rindang tanah, maka indeks R/S semakin kecil, yang mengambarkan nutrisi dalam tanah bukan rhizosfer juga tercukupi (rindang). Sebaliknya semakin tidak rindang tanah, maka indeks R/S semakin besar, yang mengambarkan nutrisi cukup spesialuntuk di lingkungan rhizosfer yang berasal dari materi organik yang dikeluarkan akar, sedang di tanah non-rhizosfer nutrisi tidak mencukupi (tidak rindang). Nilai R/S umumnya berkisar antara 5-20.

Mikroba rhizosfer sanggup memdiberi keuntungan bagi tanaman, oleh karena:
  1. Mikroba sanggup melarutkan dan menyediakan mineral menyerupai N,P, Fe dan unsur lain.
  2. Mikroba sanggup menghasilkan vitamin, asam amino, auxin dan giberelin yang sanggup menstimulir pertumbuhan tanaman.
  3. Mikroba yang patogenik dengan menghasilkan antibiotik.
Pseudomonadaceae ialah kelompok kuman rhizosfer (rhizobacteria) yang sanggup menghasilkan senyawa yang sanggup menstimulir pertumbuhan tanaman. misal spesies yang sudah banyak diteliti sanggup merangsang pertumbuhan tumbuhan yaitu Pseudomonas fluorescens.

Pembentukan Tanah. 
Tanah ialah “tubuh-alamiah” yang tersusun atas lapisan (horison tanah) yang bermacam-macam ketebalannya, tidak sama dengan materi induk dalam hal sifat-sifat morfologi, fisika, kimia, dan karakteristik mineraloginya. Tanah terdiri dari partikel pecahan batuan yang sudah diubah oleh proses kimia dan lingkungan yang meliputi pelapukan dan erosi. Tanah tidak sama dari batuan induknya lantaran interaksi antara, hidrosfer atmosfer litosfer, dan biosfer. Ini yaitu adonan dari konstituen mineral dan organik yang dalam keadaan padat, gas dan air.

Partikel tanah tampak longgar, membentuk struktur tanah yang penuh dengan ruang pori. Pori-pori mengandung larutan tanah (cair) dan udara (gas). Oleh lantaran itu, tanah sering diperlakukan sebagai system. Kebanyakan mempunyai kepadatan antara 1 dan 2 g / cm ³.

Tanah sanggup berasal dari batuan induk (batuan beku, kerikil sedimen tua, batuan metamorfosa) yang melapuk atau dari bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas menyerupai bubuk volkan, materi endapan gres dan lain-lain. Melalui proses pelapukan, permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan berkembang menjadi materi lunak (longgar) yang disebut dengan regolit. Selanjutnya melalui proses pembentukan tanah, serpihan atas regolit berkembang menjadi tanah. Proses pelapukan meliputi beberapa aspek beberapa hal yaitu pelapukan secara fisik, biologik-meknik dan kimia.

Faktor pembentukan tanah, atau pedogenesis, yaitu imbas gabungan proses fisik, kimia, biologi, dan antropogenik pada materi induk tanah. Genesis tanah melibatkan proses yang berbagi lapisan atau horizon dalam profil tanah. Proses ini melibatkan penambahan, kehilangan, transformasi dan translokasi materi yang membentuk tanah. Mineral yang berasal dari batuan lapuk mengalami perubahan yang mengakibatkan pembentukan mineral sekunder dan senyawa lainnya yang larut dalam air, konstituen tersebut dipindahkan (translokasi) dari satu serpihan tanah ke tempat lain oleh air dan kegiatan organisme. Perubahan dan pergerakan material di dalam tanah mengakibatkan terbentuknya horison tanah yang khas.

Pelapukan batuan induk menghasilkan materi induk tanah. misal perkembangan tanah dari materi induknya terjadi pada fatwa lava baru-baru ini di wilayah hangat di bawah hujan lebat dan sangat sering. Dalam iklim menyerupai itu, tumbuhan sangat cepat berkembang pada lava basaltik, meskipun kandungan materi organiknya sangat sedikit. Tumbuhan didukung oleh batuan yang porus yang mengandung air dan unsure hara. Akar tumbuhan tumbuh berkembang, seringkali bersimbiosis dengan dengan mikoriza, secara sedikit demi sedikit merimbak marterial lava dan materi organik tanah akan terakumulasi.

Lima faktor pembentuk tanah yaitu : materi induk, iklim regional, topografi, potensi biotik dan waktu.
Bahan yang membentuk tanah disebut “bahan induk” tanah. Bahan ini meliputi: lapukan batuan dasar primer; materi sekunder diangkut dari lokasi lain, contohnya colluvium dan aluvium; deposit yang sudah ada tetapi adonan atau diubah dengan cara lain - deretan tanah tua, materi organik termasuk gambut atau humus alpine; dan materi antropogenik, menyerupai timbunan sampah atau tambang. Beberapa tanah eksklusif dari pemecahan bebatuan yang mendasarinya mereka kembangkan di tempatnya, tanah ini sering disebut "tanah residu", dan mempunyai sifat kimia umum yang sama menyerupai batuan induknya.

Kebanyakan tanah berasal dari bahan-bahan yang sudah diangkut dari lokasi lain oleh angin, air dan gravitasi. Beberapa di antaranya sudah mengalami perpindahan dari jarak yang jauh, atau spesialuntuk beberapa meter. Bahan yang tertiup angin disebut “loess”

Pelapukan ialah tahap pertama dalam mengubah materi induk menjadi materi tanah. Pada tanah yang terbentuk dari batuan dasar, sanggup terbentuk lapisan tebal materi lapuk disebut saprolit. Saprolit yaitu hasil proses pelapukan yang meliputi: hidrolisis (penggantian kation mineral dengan ion hidrogen), khelasi dari senyawa organik, hidrasi (penyerapan air dengan mineral), solusi mineral dengan air, dan proses fisik yang meliputi beberapa aspek pembekuan dan pencairan atau pembasahan dan pengeenteng. Komposisi mineralogi dan kimia dari materi batuan dasar utama, ditambah sifat-sifat fisik, termasuk ukuran butir dan derajat konsolidasi, laju dan jenis pelapukan, tiruananya menghipnotis sifat-sifat materi tanah yang dihasilkannya.

Proses pembentukan tanah dipertamai dari pelapukan batuan induknya, pelapukan fisik dan pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan induk akan menjadi lebih lunak, longgar dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk belum dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai materi induk tanah (regolith) lantaran masih mengatakan struktur batuan induk. Proses pelapukan terus berlangsung hingga akhirnya materi induk tanah berkembang menjadi tanah. Proses pelapukan ini menjadi pertama terbentuknya tanah. Sehingga faktor yang mendorong pelapukan juga berperan dalam pembentukan tanah.

Curah hujan dan sinar matahari berperan penting dalam proses pelapukan fisik, kedua faktor tersebut ialah komponen iklim. Sehingga sanggup disimpulkan bahwa salah satu faktor pembentuk tanah yaitu iklim. Ada beberapa faktor lain yang memengaruhi proses pembentukan tanah, yaitu organisme, materi induk, topografi, dan waktu. Faktor-faktor tersebut sanggup dirumuskan sebagai diberikut.

Profil Tanah
Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok material, yaitu material hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-jasad hayati), faktor abiotik berupa materi organik, faktor abiotik berupa pasir (sand), debu, (silt), dan liat (clay). Umumnya sekitar 5% penyusun tanah berupa biomass (bioti dan abioti), berperan sangat penting lantaran menghipnotis sifat kimia, fisika dan biologi tanah.

Ekologi tanah mempelajari hubungan antara biota tanah dan lingkungan, serta hubungan antara lingkungan serta biota tanah. Secara berkesinambungan hubungan ini sanggup saling menguntungkan satu sama lain, dan sanggup pula merugikan satu sama lain.

Organisme Tanah.
Organisme tanah atau disebut juga biota tanah ialah tiruana makhluk hidup baik binatang (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari fase hidupnya berada dalam sistem tanah.
  • Organisme tanah sanggup menguntungkan petani lantaran mereka memperbaiki kerindangan tanah dan sanggup memmenolong ketersediaan hara bagi tumbuhan dan memmenolong pengendalian hama penyakit. 
  • Organisme tanah memerlukan makanan, oksigen, air, dan habitat yang layak untuk tumbuh. 
  • Petani sanggup memperkaya organisme tanah dengan jalan menyediakan epilog tanah organic yang cukup, menambah materi organik ke dalam tanah, memelihara drainase tanah yang baik, dan menghindari pengolahan tanah yang berlebihan. 
  • Di bawah permukaan tanah terdapat satu dunia lain yang penuh dengan jasad hidup atau organisme tanah. Organisme tanah ini berfungsi sebegai tenaga kerja bagi para petani lantaran mereka memmenolong menyediakan ketersediaan hara yang dibutuhkan tumbuhan dan memperbaiki struktur tanah. 
Pengelompokan Organisme Tanah
Ada beberapa jenis organisme tanah, diantaranya adalah: 
  1. Pemecah materi organik menyerupai slaters (spesies Isopoda), tungau (mites), kumbang, dan collembola yang memecah-mecah materi organic yang besar menjadi bagian-bagian kecil. 
  2. Pembusuk (decomposer) materi organik menyerupai jamur dan kuman yang memecahkan bahan-bahan cellular. 
  3. Organisme bersimbiosis hidup pada/di dalam akar tumbuhan dan memmenolong tumbuhan untuk mendapat hara dari dalam tanah. Mycorrhiza bersimbiosis dengan tumbuhan dan memmenolong tumbuhan untuk mendapat hara posfor, sedangkan rhizobium memmenolong tumbuhan untuk mendapat nitrogen. 
  4. Pengikat hara yang hidup bebas menyerupai alga dan azotobakter mengikat hara di dalam tanah. 
  5. Pembangun struktur tanah menyerupai akar tanaman, cacing tanah, ulat-ulat, dan jamur tiruananya memmenolong mengikat partikel-partikel tanah sehingga struktur tanah menjadi stabil dan tahan terhadap erosi. 
  6. Patogen menyerupai jenis jamur tertentu, kuman dan nematoda sanggup menyerang jaenteng tanaman. 
  7. Predator atau pemangsa, termasuk protozoa, nematoda parasite dan jenis jamur tertentu, tiruananya memangsa organisme tanah yang lain sebsagai sumber kuliner mereka.
  8. Occupant / penghuni yaitu jenis organisme tanah yang memakai tanah sebagai tempat tinggal sementara pada tahap siklus hidup tertentu, menyerupai ulat (larvae) dan telur cacing.
Berdasarkan peranannya, organisme tanah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (a) organisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, (b) organisme yang merugikan tanaman, dan (c) organisme yang tidak menguntungkan dan tidak merugikan. misal organisme tanah yang menguntungkan: 
  1. Organisme tanah yang sanggup menyumbangkan nitrogen ke tanah dan tanaman, yaitu: kuman pemfiksasi nitrogen (Rhizobium, Azosphirillum, Azotobacter, dll),
  2. Organisme tanah yang sanggup melarutkan fosfat, yaitu: kuman pelarut fosfat (Pseudomonas) dan fungi pelarut fosfat,
  3. Organisme tanah yang sanggup meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, yaitu: cacing tanah
Salah satu organisme tanah yang umum dijumpai yaitu cacing tanah. Cacing tanah mempunyai arti penting bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi rindang. Cacing tanah juga sanggup menigkatkan daya serap air permukaan. Secara singkat sanggup dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan memper-tahankan struktur tanah semoga tetap gembur. Biota tanah lain yang umum dijumpai yaitu Arthropoda. Arthropoda ialah fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol yaitu springtail dan kutu. Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai semacam sistem peredaran darah dan jantung.

Aktivitas biota tanah sanggup meningkatkan kerindangan tanah. Aktivitas biota tanah sanggup diukur dengan mengukur besar respirasi di dalam tanah. Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan memakai oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan kehidupan, menyerupai sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan.

Mikroba tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Mereka memperbanyak diri dan aktif memmenolong penyediaan unsure hara bagi tumbuhan melalui proses simbiosis dengan jalan melepaskan unsur hara yang “terikat” menjadi bentuk yang tersedia bagi akar tanaman. Mikroba tanah ini juga mempunyai kiprah aktif melindungi tumbuhan melawan penyakit “soil-borne diseases”.

Mendaur ulang materi organik tanah
Organisme tanah mendaur ulang (recycle) materi organik dengan cara memakan materi tumbuhan dan binatang yang mati, kotoran binatang dan organisme tanah yang lain. Mereka memecah materi organik menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga sanggup dibusukkan oleh jasad renik menyerupai jamur dan bakteri. Ketika mereka memakan materi organik, sisa kuliner dan kotoran mereka sanggup memmenolong perbaikan struktur dan kerindangan tanah. 

Decomposition of organic matter is largely a biological process that occurs naturally. Its speed is determined by three major factors: soil organisms, the physical environment and the quality of the organic matter (Brussaard, 1994). In the decomposition process, different products are released: carbon dioxide (CO2), energy, water, plant nutrients and resynthesized organic carbon compounds. Successive decomposition of dead material and modified organic matter results in the formation of a more complex organic matter called humus. This process is called humification. Humus affects soil properties. As it slowly decomposes, it colours the soil darker; increases soil aggregation and aggregate stability; increases the CEC (the ability to attract and retain nutrients); and contributes N, P and other nutrients.

Organisme tanah memmenolong meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman.
Ketika organisme tanah memakan materi organik atau kuliner yang lain, sebagian hara yang tersedia disimpan didalam badan mereka dan hara yang tidak diperlukan, dikeluarkan didalam kotoran mereka (sebagai contoh, phosphor dan nitrogen). Hara di dalam kotoran orgnisma tanah ini sanggup diserap oleh akar tanaman.

Sebagian organisme tanah membina hubungan simbiosis dengan akar tumbuhan dan sanggup memmenolong akar tumbuhan menyerap lebih banyak unsur hara dibandingkan kalau tidak ada kerjasama dengan organisme tanah. Sebagai teladan yaitu mycorrhiza, yang memmenolong tumbuhan untuk menyerap lebih banyak posfor, sedangkan rhizobia memmenolong tumbuhan untuk menyerap lebih banyak nitrogen.

Organisme tanah memperbaiki struktur tanah
Bahan sekresi dari organisme tanah sanggup mengikat partikel-partikel tanah menjadi agregate yang lebih besar. misalnya, kuman mengeluarkan kotoran yang berbentuk dan bersifat menyerupai perekat (organic gum). Jamur-jamuran memproduksi materi berupa benang-benang halus yang disebut hifa. Zat perekat dari kuman dan hifa jamur sanggup mengikat partikel-partikel tanah secara besar lengan berkuasa sehingga agregate tanah yang besar pun tidak praktis pecah walaupun basah. Agregate tanah yang besar tersebut sanggup menyimpan air tanah dalam pori-pori halus di antara partikel-partikel tanah untuk digunakan oleh tanaman. Dalam keadaan air berlebihan, air sanggup dengan praktis mengalir keluar melalui pori-pori besar diantara agregate–agregate tanah yang besar.

Organisme tanah yang lebih besar sanggup memperbaiki struktur tanah dengan cara membuat saluran-saluran (lubang-lubang) di dalam tanah (contohnya lubang cacing), dan memmenolong mengaduk-aduk dan mencampur baurkan partikel-partikel tanah, sehingga aerasi (aliran udara) tanah menjadi lebih baik. Pembuatan saluran-saluran dan lubang-lubang ini memperbaiki infiltrasi dan pergerakan air didalam tanah, serta drainase. 

Soil organisms are responsible for soil structure. Biologically created structure improves water holding capacity, equally preventing leaching of nutrients as the nutrients are bound in the bodies of the organisms. Chemical fertiliser, to the contrary, is highly water soluble and leaches very easily. Soils with a healthy micro biological population prevent soil erosion. Soil particles are glued together in a porous granule structures, micro-aggregate, so even heavy rainfall can not displace them.

Organisme tanah sanggup memmenolong mengendalikan gangguan hama dan penyakit 
Organisme tanah yang memakan organisme lain yang lebih kecil sanggup menekan serangan hama penyakit dengan cara mengontrol jenis dan jumlah organisme di dalam tanah. 

Pengelolaan lahan pertanian yang sanggup memperkaya organisme tanah 

Ada beberapa cara yang sanggup dilakukan para petani untuk meningkatkan kegiatan organisme tanah di lahan mereka, diantaranya adalah: 

Menyediakan makanan. 
Petani sanggup menyediakan materi kuliner untuk organisme tanah dengan cara memelihara tumbuhan epilog tanah dan menambah materi organik menyerupai mulsa, kompos, merang, pupuk hijau, dan pupuk sangkar ke dalam tanah yang mereka kelola. 

Menyediakan cukup oksigen (aerasi tanah yang baik). 
Seperti mahluk hidup yang lain, organisme tanah membutuhkan cukup oksigen untuk hidup. Petani sanggup menjamin ketersediaan oksigen yang cukup untuk organisme tanah dengan cara mencegah pemadatan tanah. Pemadatan tanah sanggup mengurangi pori-pori tanah sehingga ketersedian udara menjadi lebih sedikit. Pemadatan tanah sanggup terjadi apabila tanah diinjak-injak oleh binatang dan insan atau dilalui mesin-mesin berat secara berlebihan (trampling), terutama pada ketika tanah sedang basah. 

Menyediakan air. 
Organisme tanah juga membutuhkan air dalam jumlah tertentu. Tetapi kalau terlalu banyak air (dalam tanah yang jenuh), mereka bisa mati lantaran belum sempurnanya oksigen. Petani sanggup mengatur ketersediaan air didalam tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah. Aggergate tanah yang lebih besar sanggup menyimpan air di dalam pori-pori halus, dan sanggup mengeluarkan kelebihan air melalui pori-pori besar. Drainase yang cukup di lahan yang banjir juga sanggup memperbaiki kondisi tanah untuk habitat organisme tanah. 

Melindungi habitat biota.
Petani sanggup mendukung kehidupan organisme tanah dengan cara melindungi habitat mereka. Pemeliharaan tumbuhan epilog tanah yaitu cara yang terbaik untuk melindungi habitat organisme tanah dari ancaman kekeenteng. Penggunaan mulsa juga sanggup melindungi habitat mereka. Penggunaan mulsa organik sanggup juga berfungsi sebagai sumber kuliner bagi organisme tanah. Musa plastik sanggup mengurangi resiko penyakit dan hama tertentu lantaran mulsa tersebut cenderung meningkatkan suhu permukaan tanah dan sanggup menghambat pergerakan hama dari tanah ke tanaman. Tetapi mulsa plastik tidak sanggup meningkatkan materi organik tanah sehingga pendauran ulang unsur hara tidak terjadi. Teknik yang lain yaitu dengan pengolahan tanah yang tepat guna. Pengolahan tanah yang berlebihan sanggup merusak pori-pori tanah dimana organisme tanah hidup.

Cacing Tanah
Cacing tanah dalam aneka macam hal mempunyai arti penting, contohnya bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi rindang, lantaran kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah sudah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga sanggup menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat oleh cacing tanah meningkatkan serius udara dalam tanah. Disamping itu pada ketika animo hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat sanggup dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah semoga tetap gembur.

Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, rindang dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam hingga netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi semoga sanggup berfungsi normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diharapkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC (Anonimous, 2010b).

Faktor-faktor yang menghipnotis ekologis cacing tanah meliputi : (a) kemasaman (pH) tanah, (b) kelengasan tanah, (c) temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) materi organik, (f) jenis tanah, dan (g) suplai nutrisi (Hanafiah, dkk, 2007). Sebanyak 85 % dari berat badan cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai prosedur untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan badan dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeenteng yang berkepantidakboleh memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok. Kelembaban sangat diharapkan untuk menjaga semoga kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi lantaran cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah yaitu antara 15% hingga 30% (Anonimous, 2010a).

Cacing tanah keluar permukaan spesialuntuk pada saat-saat tertentu. Pada siang hari, cacing tanah tidak pernah keluar kepermukaan tanah, kecuali kalau ketika itu terjadi hujan yang cukup menggenangi liangnya. Cacing tanah takut keluar pada siang hari lantaran tidak besar lengan berkuasa terpapar gerah matahari terlalu lama. Pemanasan yang terlalu usang mengakibatkan banyak cairan tubuhnya yang akan menguap. Cairan badan cacing tanah penting untuk menjaga tekanan osmotik koloidal badan dan materi membuat lendir. Lendir yang melapisi permukaan badan salah satunya berfungsi megampangkan proses difusi udara melalui permukaan kulit. Cacing tanah akan keluar terutama pada pagi hari setelah hujan. Hal ini dilakukan lantaran sesaat setelah hujan, biasanya liang mereka terendam air sehingga aerasi dalam liang tidak manis sehingga mereka keluar dalam rangka menghindari keadaan kesusahan bernafas dalam liang. Cacing tanah juga tidak besar lengan berkuasa bila terendam air terlalu usang sehingga cendrung menghindar dari genangan air yang dalam. Dalam keadaan normal mereka akan pergi kepermukaan tanah pada malam hari. Pada malam suhu udara tidak gerah dan kelembaban udara tinggi sehingga cacing tanah bisa bebas keluar untuk beraktivitas. Dalam keadaan terlalu hirau taacuh atau sangat kering cacing tanah segera masuk kedalam liang, beberapa cacing sering terdapat meligkar bantu-membantu dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir. Lendir dalam hal ini berfungsi sebagai isolator yang mempertahankan suhu badan cacing tanah semoga tidak terlalu jauh terpengaruh oleh suhu lingkungan. Posisi melingkar dalam liang memperkecil kontak kulit dengan udara sehingga memperkecil imbas dari suhu udara luar (Anonimous, 2010c).

Peranan Cacing Pada Perubahan Sifat Fisik Tanah
Aktivitas cacing tanah yang menghipnotis struktur tanah meliputi : (1) pencernaan tanah, perombakan materi organik, pengadukannya dengan tanah, dan produksi kotorannya yang diletakkan dipermukaan atau di dalam tanah, (2) penggalian tanah dan transportasi tanah bawah ke atas atau sebaliknya, (3) selama proses (1) dan (2) juga terjadi pembentukan agregat tanah tahan air, perbaikan status aerase tanah dan daya tahan memegang air (Hanafiah, dkk, 2007).

Cacing penghancur serasah (epigeic) ialah kelompok cacing yang hidup di lapisan serasah yang letak dan posisinya di atas permukaan tanah, tubuhnya berwarna petang, tugasnya menghancurkan seresah sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Cacing penggali tanah (guacic dan endogeic) ialah cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa materi organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur serasah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah Kelompok cacing ini memmembuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah sekitarnya (Hairiah, dkk, 1986).

Cacing bisa menggali lubang di sekitar permukaan tanah hingga kedalaman dua meter dan aktivitasnya meningkatkan kadar oksigen tanah hingga 30 persen, memperbesar pori-pori tanah, megampangkan pergerakan akar tanaman, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air. Zat-zat organik dan fraksi liat yang dihasilkan cacing bisa memperbaiki daya ikat antar partikel tanah sehingga menekan terjadinya proses pengikisan/erosi hingga 40 persen (Kartini, 2008). 

Arthropoda Tanah 
Arthropoda ialah fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol yaitu springtail dan kutu. Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai semacam sistem peredaran darah dan jantung (Hanafiah, dkk, 2007).

Arthropoda yaitu filum yang paling besar dalam dunia binatang dan meliputi beberapa aspek serangga, laba-laba, udang, lipan dan binatang sejenis lainnya. Arthropoda yaitu nama lain binatang berbuku-buku. Empat dari lima serpihan (yang hidup hari ini) dari spesies binatang yaitu arthropoda, dengan jumlah di atas satu juta spesies modern yang ditemukan dan rbuntut fosil yang mencapai pertama Cambrian. Arthropoda biasa ditemukan di laut, air tawar, darat, dan lingkungan udara, serta termasuk aneka macam bentuk simbiotis dan parasit. Hampir dari 90% dari seluruh jenis binatang yang diketahui orang yaitu Arthropoda. Arthropoda dianggap berkerabat erat dengan Annelida, contohnya yaitu Peripetus di Afrika Selatan (Anonimous, 2010d). 

Keguakaragaman jenis arthropoda tanah secara meruang-mewaktu bekerjasama dengan keadaan faktor lingkungan abiotik pada setiap komunitas tumbuhan yaitu ketebalan serasah, kandungan materi organik, pH tanah dan suhu udara (Subahar dan Adianto, 2008). 

Mikroba Tanah
Di tanah terdapat milyaran mikrobia contohnya bakteri, fungi, alga, protozoa, dan virus. Tanah ialah lingkungan hidup yang amat kompleks. Kotoran dan jasad binatang serta jaenteng tumbuhan akan terkubur dalam tanah. Semuanya memdiberi konstribusi dalam menyuburkan tanah. Proses penyuburan tanah ini dimenolong oleh mikrobia. Tanpa mikrobia, tiruana jasad tidak akan hancur. Salut untuk mikrobia tanah yang bisa menyeimbangkan kelangsungan hidup di bumi. Jumlah dan jenis mikrobia dalam tanah bergantung pada jumlah dan jenis, kelembaban, tingkat aerasi, suhu, pH, dan pengolahan sanggup menambah jumlah mikrobia tanah.

Mikrobia tanah berupa kuman melalui metode hitungan mikroskopik eksklusif berjumlah milyaran setiap gram tanah, sedangkan hitungan semoga cawan diperoleh jutaan. Bakteri umumnya bersifat heterotrof. contohnya Actinomycetes yang meliputi beberapa aspek jenis-jenis Nocardia, Streptomyces, dan Micromonospora. Organisme ini yang mengakibatkan busuk khas tanah. Actinomycetes berperan menambah kerindangan tanah dengan mengurai senyawa-senyawa kompleks dan bisa membentuk senyawa antibiotik namun jumlahnya sedikit. Antibiotik ini terdapat di sekitar sel-sel Actinomycetes saja. Sedangkan Cyanobacteria berperan dalam transformasi batu-batuan menjadi tanah dan asam-asam yang terbentuk dalam proses metabolisme sanggup melarutkan mineral-mineral bebatuan.

Fungi berjumlah antara ratusan hingga ribuan per gram tanah. Fungi berperan dalam meningkatkan struktur fisik tanah dan dekomposisi bahan-bahan organik kompleks dari jaenteng tumbuhan menyerupai selulosa, lignin, dan pektin. contohnya Penicillium, Mucor, Rhizopus, Fusarium, Cladosporium, Aspergillus, dan Trichomonas. Populasi alga lebih sedikit dibanding fungi dan bakteri. Alga berperan dalam mengakumulasi bahan-bahan organik akhir kegiatan fotosintetik dan bila berasosiasi dengan fungi akan merombak bebatuan menjadi tanah. Misalnya Chlorophyta (alga hijau) dan Chrysophyta (diatom). Rhizosfer ialah tempat pertemuan antara tanah dengan akar tumbuhan. Jumlah mikrobia di tempat perakaran lebih banyak dibanding tanah yang tidak terdapat perakaran, lantaran di tempat perakaran terdapat nutrien-nutrien menyerupai asam amino dan vitamin yang disekresikan oleh jaenteng akar.

Tanah sanggup menyuburkan dirinya sendiri lantaran keberadaan mikroba tanah. Ungkapan ini tidak berlebihan apabila kita mengamati kehidupan mikroba di dalam tanah yang bermanfaa memperbaiki kerindangan tanah. Saat ini sudah dikenali sekitar dua juta mikroba tanah. Dari sekian mikroba yang ditemukan, ada yang mempunyai kegiatan pendukung kerindangan tumbuhan -- sebagai pelarut P, pengikat N bebas, penghasil faktor tumbuh, perombak materi organik. Juga ada mikroba yang menghasilkan biopestisida, perombak materi kimia agro (pestisida), mikroba resisten logam berat (pengakumulasi dan pereduksi), mikroba perombak sianida, dan mikroba distributor denitrifikasi-nitrifikasi.

Tanah yaitu habitat yang sangat kaya akan keragaman mikroorganisme menyerupai bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah-tanah pertanian yang rindang mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada kegiatan mikroba-mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah mempunyai peranan yang menguntungan bagi pertanian. Mikroba tanah antara lain berperan dalam mendegradasi limbah-limbah organik pertanian, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen dari udara, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan tanaman, biokontrol patogen tanaman, memmenolong perembesan unsur hara tanaman, dan membentuk simbiosis menguntungan.

Tiga unsur hara esensial bagi tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan kegiatan mikroba tanah. Hara N bergotong-royong tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara yaitu N. Namun, N udara tidak sanggup eksklusif diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tumbuhan yang sanggup menyerap N dari udara. N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tumbuhan dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. 

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tumbuhan yaitu mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang usang didiberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, lantaran terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang bisa melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Beberapa mikroba tanah juga bisa menghasilkan hormon tumbuhan yang sanggup merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tumbuhan sehingga tumbuhan akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang bisa menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba tanah yang bermanfaa untuk melarutkan unsur hara, memmenolong perembesan unsur hara, maupun merangsang pertumbuhan tumbuhan diformulasikan dalam materi pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer untuk pertanian.

Hasil-hasil temuan bioteknologi terbaru, mikroba antagonis menyerupai penyakit tular tanah sanggup diubah secara alamiah menjadi mikroba yang mempunyai kemampuan menyediakan unsurunsur hara bagi tumbuhan dan melawan penyakit, lantaran berperan sebagai produser antibiotik alias dokter tumbuhan untuk penyakit tular tanah. Mikroba tersebut diperoleh dengan cara isolasi dari alam yang kemudian diperbanyak di laboratorium dan kemudian sanggup digunakan sebagai materi pupuk hayati.

Misalnya Trichoderma dan Gliocladium, kedua mikroba ini berperan pentiong dalam ketersediaan nutrisi tumbuhan dalam tanah. Bio-aktifator yang meliputi mikroba Trichoderma dan Gliocladium sangat bermanfaa bagi tanaman, khususnya dalam proses:
  1. Mempercepat pematangan pupuk sangkar dan meningkatkan kerindangan tanah.
  2. Meningkatkan ketegaran bibit tanaman
  3. Meningkatkan ketahanan tumbuhan terhadap serangan penyakit layu (Fusarium sp) dan layu kuman (pseukdomonas sp) serta penyakit busuk daun (Phytophthora sp), terutama pada tumbuhan tomat, cabai, kubis dan kentang.
  4. Mencegah terjadinya serangan penyakit rebah kecambah (Pythium sp) dan Rhizoctonia, dan akar gada (Plasmodiophora sp) pada pesemaian.
Fungsi Ekosistem Tanah
Respirasi Tanah
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat kegiatan mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah ialah cara yang pertama kali digunakan untuk memilih tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi sudah mempunyai hubungan yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan kegiatan mikroorganisme tanah menyerupai materi organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).

Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan : (1). Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan (2) Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kerindangan tanah yang berkaitar dengan. aktifitas mikroba seperti: (1) Kandungan materi organic; (2) Transformasi N atau P, (3) Hasil antara, (4) pH, dan (5) Rata-rata jumlah mikroorganisme (Andre, 2010).

Respirasi tanah ialah suatu proses yang terjadi lantaran adanya kehidupan mikrobia yang melaksanakan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa ahad populasi maksimum mikrobia dalam tanah, lantaran banyaknya populasi mikrobia menghipnotis keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh lantaran itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah (Ragil, 2009).

Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah teladan tanah yang diinkubasi dalam keadaan yang diatur di laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium yaitu : 1) Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato), 2) Keadaan yang berfluktuasi Untuk keadaan yang stabil, kadar air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan harus dilakukan dengan sebaik mungkin. 

Peningkatan respirasi terjadi bila ada pembasahan dan pengeenteng, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh lantaran itu, peningkatan respirasi sanggup disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan keadaan kegiatan mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato sudah digunakan untuk mempelajari dekomposisi materi organik, dalam penelitian potensi kegiatan mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian (Iswandi, 1989).

Respirasi Tanah ialah pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Metode respirasi tanah masih sering digunakan lantaran cukup peka, konsisten, sederhana dan tidak memerlukan alat yang canggih dan mahal. Pengukuran respirasi tanah ditentukan menurut keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan oleh mikrobia. Laju respirasi maksimum biasanya terjadi setelah beberapa hari atau beberapa hari atau beberapa ahad populasi maksimum mikrobia. Oleh lantaran itu pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikrobia tanah. Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat kegiatan mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah ialah cara yang pertama kali digunakan untuk memilih tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi sudah mempunyai hubungan yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan kegiatan mikroorganisme tanah menyerupai materi organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).

CO2 yang Dilepaskan Akar Tanaman
Tanah ialah media tumbuh bagi tumbuhan yang di dalamnya terdapat akar tumbuhan dan aneka macam macam mikroorganisme. Mikroorganisme dalam tanah biasanya terserius pada tempat sekitar perakaran lantaran akar mengeluarkan beerbagai sekresi yang disebut dengan eksudat. Akar tumbuhan dan mikroorganisme tanah diberinteraksi dalam perembesan unsur hara yang terjadi di rizosfer. Interaksi yang terjadi setiap panjang akar dan umur tumbuhan tidak sama-beda sehingga pemdiberian unsur hara pemanis yang akan didiberikan harus dilakukan pada kondisi yang tepat. Aktivitas mikroorganisme sanggup diketahui dengan mengukur respirasi dan biomassa karbon mikroorganisme (C-organik) tanah (Annisa, 2008).

Respirasi sanggup digolongkan menjadi dua jenis menurut ketersediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan respirasi anaerob. Respirasi aerob ialah proses respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob ialah proses repirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O2. Respirasi banyak mempersembahkan manfaat bagi tumbuhan. Manfaat tersebut terlihat dalam proses respirasi dimana terjadi proses pemecahan senyawa organik, dari proses pemecahan tersebut maka dihasilkanlah senyawa-senyawa antara yang penting sebagai pembentuk badan meliputi asam amino untuk protein; nukleotida untuk asam nukleat; dan prazat karbon untuk pigmen profirin (seperti klorofil dan sitokrom), lemak, sterol, karotenoid, pigmen flavonoid menyerupai antosianin, dan senyawa aromatik tertentu lainnya, menyerupai lignin.

Roots and Rhizosphere Associates
Rhizosphere yaitu daerah-sempit dalam tanah yang secara eksklusif dipengaruhi sekresi akar dan mikroba tanah yang bekerjasama dengannya. Tanah yang bukan baguian dari rizosfir lasimnya disebut dengan istilah “bulk soil”. The rhizosphere contains many bacteria that feed on sloughed-off plant cells, termed rhizodeposition, and the proteins and sugars released by roots. Protozoa and nematodes that graze on bacteria are also more abundant in the rhizosphere. Thus, much of the nutrient cycling and disease suppression needed by plants occurs immediately adjacent to roots.
Distribusi mikroba dalam Rizosfer (Sumber: http://heartspring.net/images/rhizosphere_micro_organisms.jpg ..... diunduh 26/6/2011)

Akar ialah organ tumbuhan yang kiprah utamanya yaitu menyerap air dan unsure hara dari dalam tanah. Selain itu ternyata akar juga bisa melepaskan bermacam-macam senyawa organic dan anorganik ke lingkungan akar. Perubahan sifat kimia tanah yang bekerjasama dengan adanya eksudat akar ini dan produk mikroba yang terkait ialah factor penting yang menghipnotis populasi mikroba, ketersediaan hara, kel;arutan unsur toksik dalam rizosfir, dan dengan demikian menghipnotis kemampuan tumbuhan untuk diberinteraksi dengankondisi kimia tanah yang buruk.

Deposisi senyawa organic rizosfir termasuk lysates, yang dibebaskan oleh autolysis sel dan jaenteng yang mati, eksudat akar, yang dilepaskan sevara pasif (difusat) atau secara aktif (sekresi) dari sel-sel akar yang masih hidup.

Sumber:
  • http://wwwmykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/READING/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf ….. diunduh 27/6/2011)
  • Model for iron (Fe) deficiency-induced changes in root physiology and rhizosphere chemistry associated with Fe acquisition in strategy I plants (Marschner, 1995).
  • A Stimulation of proton extrusion by enhanced activity of the plasmalemma ATPase --- FeIII solubilization in the rhizosphere.
  • B Enhanced exudation of reductants and chelators (carboxylates, phenolics) mediated by diffusion or anion channels --- Fe solubilization by FeIII complexation and FeIII reduction.
  • C Enhanced activity of plasma membrgua (PM)-bound FeIII reductase further stimulated by rhizosphere acidification (A). Reduction of FeIII chelates, liberation of FeII.
  • D Uptake of FeII by a PM-bound FeII transporter.
Model for phosphorus (P) deficiency-induced physiological changes associated with the release of P-mobilizing root exudates in cluster roots of white lupin. Solid lines indicate stimulation, and dotted lines inhibition of biochemical reaction sequences or metabolic pathways in response to P deficiency. SS = Sucrose synthase; FK = Fructokinase; PGM = Phosphoglucomutase; PEP = Phosphoenolpyruvate; PEPC = PEP-carboxylase; MDH = Malate dehydrogenase; ME = Malic enzyme; CS = Citrate synthase; PDC = Pyruvate decarboxylase; ALDH = alcohol dehydrogenase; E-4-P = Erythrose-4-phosphate; DAHP = Dihydroxyacetonephosphate; APase = Acid phosphatase.

Dekomposisi dan Siklus Hara 
Dekomposisi materi organik
Karbon didaur secara aktif antara CO2 anorganik dan macam-macam materi organik penyusun sel hidup. Metabolisme ototrof jasad fotosintetik dan khemolitotrof menghasilkan produksi primer dari perubahan CO2 anorganik menjadi C-organik. Metabolisme respirasi dan fermentasi mikroba heterotrof mengembalikan CO2 anorganik ke atmosfer. Proses perubahan dari C-organik menjadi anorganik intinya yaitu upaya mikroba dan jasad lain untuk memperoleh energi.

Pada proses peruraian materi organik dalam tanah ditemukan beberapa tahap proses. Hewan-hewan tanah termasuk cacing tanah memegang peranan penting pada penghancuran materi organik pada tahap pertama proses. Bahan organik yang masih segar akan dihancurkan secara fisik atau dipotong-potong sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan selanjutnya dikerjakan oleh mikroba. Ensim-ensim yang dihasilkan oleh mikroba merubah senyawa organik secara kimia, hal ini ditandai pada materi organik yang sedang mengalami proses peruraian maka kandungan zat organic yang praktis terurai akan menurun dengan cepat. 

Unsur karbon menyusun kurang lebih 45-50 persen dari bobot kering tumbuhan dan binatang. Apabila materi tersebut dirombak oleh mikroba, O2 akan digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik dan akan dibebaskan CO2. Selama proses peruraian, mikroba akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S, dan unsur lain untuk sintesis sel, jumlahnya berkisar antara 10-70 % tergantung kepada sifat-sifat tanah dan jenis-jenis mikroba yang aktif. Setiap 10 serpihan C diharapkan 1 serpihan N (nisbah C/N=10) untuk membentuk plasma sel. melaluiataubersamaini demikian C-organik yang dibebaskan dalam bentuk CO2 dalam keadaan aerobik spesialuntuk 60-80 % dari seluruh kandungan karbon yang ada. Hasil perombakan mikroba proses aerobik meliputi CO2, NH4, NO3, SO4, H2PO4. Pada proses anaerobik dihasilkan asam-asam organik, CH4, CO2, NH3, H2S, dan zat-zat lain yang berupa senyawa tidak teroksidasi sempurna, serta akan terbentuk biomassa tanah yang gres maupun humus sebagai hasil dekomposisi yang relatif stabil. Secara total, reaksi yang terjadi yaitu sebagai diberikut:

(CH2O)x + O2 CO2 + H2O + hasil antara + nutrien+ humus +sel + energi

Bahan organik
Hubungan Antara Air, Tanah, Dan Organisme Dalam Dekomposisi Bahan Organik Tanah
Untuk hidupnya, insan perlu aneka macam macam tumbuhan untuk aneka macam keperluannya, begitu pula binatang bahkan mikroorganisme yang mempunyai aneka macam fungsi di badan manusia. Sementara itu, kebutuhan abiotik pun juga sangat bermacam-macam menyerupai air, mineral, batu, pasir, tanah, udara, dan sebagainya. misal-contoh tersebut gres mengatakan hubungan secara langsung. Hubungan secara tidak eksklusif akan sanggup mengatakan betapa makhluk hidup tidak sanggup berdiri sendiri dan saling terkait. Sebagai contoh, mikroorganisme pendekomposisi sampah. Jika mikroorganisme tersebut tidak ada, siklus aneka macam unsur di alam akan terhambat, dan akhirnya akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem.

Dekomposasi atau pembusukan yaitu proses ketika makhluk-makhluk pembusuk menyerupai jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan binatang yang mati dan mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Seresah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan aneka macam sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang sudah membusuk (mengalami dekomposisi) berkembang menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah. Lapisan serasah juga ialah dunia kecil di atas tanah, yang menyediakan tempat hidup bagi aneka macam makhluk terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur serta kuman bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang sanggup dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya. 

Siklus Karbon
Siklus karbon yaitu siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi (objek astronomis lainnya bisa jadi mempunyai siklus karbon yang hampir sama meskipun hingga sekarang belum diketahui). Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut yaitu atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater system dan material non-hayati organik menyerupai karbon tanah (soil carbon)), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota bahari hayati dan non-hayati), dan sedimen (termasuk materi bakar fosil). Pergerakan tahuan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi lantaran proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermaca-macam. Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar erat permukaan Bumi, namun demikian bahari dalam serpihan dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.

Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen yaitu suatu proses konversi senyawa yang mengandung unsur nitrogen menjadi aneka macam macam bentuk kimiawi yang lain. Transformasi ini sanggup terjadi secara biologis maupun non-biologis. Beberapa proses penting pada siklus nitrogen, antara lain fiksasi nitrogen, mineralisasi, nitrifikasi, denitrifikasi. Walaupun terdapat sangat banyak molekul nitrogen di dalam atmosfir, nitrogen dalam bentuk gas tidaklah reaktif.[1] Hanya beberapa organisme yang bisa untuk mengkonversinya menjadi senyawa organik dengan proses yang disebut fiksasi nitrogen

Fiksasi nitrogen yang lain terjadi lantaran proses geofisika, menyerupai terjadinya kilat. Kilat mempunyai kiprah yang sangat penting dalam kehidupan, tanpanya tidak akan ada bentuk kehidupan di bumi. Walaupun demikian, sedikit sekali makhluk hidup yang sanggup menyerap senyawa nitrogen yang terbentuk dari alam tersebut. Hampir seluruh makhluk hidup mendapat senyawa nitrogen dari makhluk hidup yang lain. Oleh lantaran itu, reaksi fiksasi nitrogen sering disebut proses topping-up atau fungsi penambahan pada tersedianya cadangan senyawa nitrogen.

Vertebrata secara tidak eksklusif sudah mengonsumsi nitrogen melalui asupan nutrisi dalam bentuk protein maupun asam nukleat. Di dalam tubuh, makromolekul ini dicerna menjadi bentuk yang lebih kecil yaitu asam amino dan komponen dari nukleotida, dan dipergunakan untuk sintesis protein dan asam nukleat yang baru, atau senyawa lainnya. Sekitar setengah dari 20 jenis asam amino yang ditemukan pada protein ialah asam amino esensial bagi vertebrata, artinya asam amino tersebut tidak sanggup dihasilkan dari asupan nutrisi senyawa lain, sedang sisanya sanggup disintesis dengan memakai beberapa materi dasar nutrisi, termasuk senyawa intermediat dari siklus asam sitrat.

Asam amino esensial disintesis oleh organisme invertebrata, biasanya organisme yang mempunyai lintasan metabolisme yang panjang dan membutuhkan energi aktivasi lebih tinggi, yang sudah punah dalam perjalanan evolusi makhluk vertebrata. Nukleotida yang diharapkan dalam sintesis RNA maupun DNA sanggup dihasilkan melalui lintasan metabolisme, sehingga istilah "nukleotida esensial" kurang tepat. Kandungan nitrogen pada purina dan pirimidina yang didapat dari asam amino glutamina, asam aspartat dan glisina, layaknya kandungan karbon dalam ribosa dan deoksiribosa yang didapat dari glukosa.

Kelebihan asam amino yang tidak digunakan dalam proses metabolisme akan dioksidasi guna memperoleh energi. Biasanya kandungan atom karbon dan hidrogen lambat laun akan membentuk CO2 atau H2O, dan kandungan atom nitrogen akan mengalami aneka macam proses hingga menjadi urea untuk kemudian diekskresi. Setiap asam amino mempunyai lintasan metabolismenya masing-masing, lengkap dengan perangkat enzimatiknya.

Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas sanggup ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga sanggup bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan menolongan kilat/ petir. Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ).

Beberapa kuman yang sanggup menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, contohnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat kuman dalam tanah yang sanggup mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga bisa menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaenteng yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh kuman nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh kuman denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. melaluiataubersamaini cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem. 

SIklus nitrogen di alam (Sumber: http://soilcarboncenter.k-state.edu/newsletters/11_30_07_files/image004.jpg ..... diunduh 25/6/2011)

Transformasi nitrogen (N) oleh Mikroba
Unsur N yaitu komponen utama protoplasma, terdapat dalam jumlah besar dalam bentuk teroksidasi. Bahan yang mengandung N sanggup mengalami amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi, tergantung bentuk senyawa-N dan lingkungannya. 

Beberapa reaksi redoks kunci dalam daur N di alam tiruananya dilakukan oleh mikroba. Secara termodinamik N2 gas yaitu bentuk paling stabil dan seimbang. Jumlah N terbesar di udara sebagai gas N2 yang ialah sumber utama N. Untuk memecahkan ikatan rangkap 3 N=N diharapkan energi yang besar, berarti penerapan N2 yaitu proses yang memerlukan energi besar. Hanya sejumlah kecil jasad yang sanggup memakai N2 dalam proses penambatan (fiksasi) N2, yang mengakibatkan N lebih praktis digunakan yaitu dalam bentuk amonia dan nitrat. Oleh lantaran N2 gas ialah sumber utama N maka penambatan N2 secara ekologis sangat penting.

Dalam daur N secara global terjadi pemindahan dari atmosfer ke dalam tanah. Sebagian gas N berupa oksida (N2O), dan sebagian lain berbentuk gas NH3. Pemindahan antara tanah dan air terutama sebagai N-organik, ion ammonium, dan ion nitrat.

a. Penambatan Nitrogen (N2) oleh Bakteri Tanah
Penambatan N2 sanggup terjadi secara simbiotik, nonsimbiotik, dan kimia. Nitrogenase yaitu ensim utama dalam penambatan N2 udara secara biologis. Ensim ini mempunyai dua macam protein, yang satu mengandung Mo dan Fe dan yang lain mengandung Fe. Ensim ini sangat sensitif terhadap O2 dan aktivitasnya memerlukan tekanan O2 sangat rendah. Selain itu juga diharapkan ATP, feredoksin, pereduksi dan mungkin sitokrom dan koensim. Reaksinya yaitu sebagai diberikut:

N2 + 6 e- 2 NH3 (Δ G= 15 Kkal)

Reaksi ini memerlukan energi lantaran G bernilai positif. Amonia yang dibebaskan diasimilasi menjadi asam amino yang selanjutnya disusun menjadi protein. Dalam lingkungan tanah, penambatan N2 terbesar dilakukan oleh kuman Rhizobium (Bakteri yang bersimbiosis dalam perakaran legum). Jumlah N2 yang ditambat oleh kuman ini 2-3 kali lebih besar daripada oleh jasad nonsimbiotik. Bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan kedelai atau alfalfa sanggup menambat lebih dari 300 kg N/ha/th, sedang penambat N yang hidup bebas Azotobacter spesialuntuk bisa menambat 0.5-2.5 kg N/ha/th.

Selain Azotobacter, kuman lain yang sanggup menambat N2 udara yaitu spesies-spesies Beijerinckia, Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Rhodomicrobium, Chlorobium, Chloropseudomonas, Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Klebsiella, Bacillus, Clostridium, Azospirillum, Pseudomonas, Vibrio, Thiobacillus, dan Methanobacillus. Kecepatan penambatan N2 udara oleh jasad non-simbiotik kecil, tetapi mikroba ini distribusinya dalam tanah tersebar luas, sehingga peranannya penting.

Kecepatan penambatan N2 udara oleh Azotobacter dan Azospirillum lebih tinggi di tempat rhizosfer daripada dalam tanah di luar tempat perakaran. Hal ini disebabkan lantaran adanya materi organik dari eksudat akar.

Pada lingkungan tanah tergenang, sianobakteria menyerupai Anabaena dan Nostoc ialah jasad yang paling penting dalam menambat N2 udara. Sebagian sianobakteria membentuk heterosis yang memisahkan nitrogenase yang sensitive terhadap O2 dari ekosistem yang memakai O2 (lingkungan aerobik). Sianobakteria pada tanah sawah yang ditanami padi, dalam keadaan optimum sanggup menambat 100- 150 kg N/ha/tahun. Sianobakteria penambat nitrogen sanggup hidup bersimbiosis dengan jasad lain, menyerupai dengan jamur pada lumut kerak (Lichenes), dengan tumbuhan air Azolla contohnya Anabaena azollae.

b. Amonifikasi
Berbagai tanaman, binatang, dan mikroba sanggup melaksanakan proses amonifikasi. Amonifikasi yaitu proses yang mengubah N-organik menjadi N-ammonia. Bentuk senyawa N dalam jasad hidup dan sisa-sisa organik sebagian besar terdapat dalam bentuk amino penyusun protein. Senyawa N organik yang lain yaitu khitin, peptidoglikan, asam nukleat, selain itu juga terdapat senyawa N-organik yang banyak dibuat dan digunakan sebagai pupuk yaitu urea.

Proses amonifikasi dari senyawa N-organik pada prinsipnya ialah reaksi peruraian protein oleh mikroba. Secara umum proses perombakan protein dimulai dari kiprah ensim protease yang dihasilkan mikroba sehingga dihasilkan asam amino. Selanjutnya tergantung macam asam aminonya dan jenis mikroba yang berperan maka asam-asam amino akan sanggup terdeaminasi melalui aneka macam reaksi dengan hasil akhirnya nitrogen dibebaskan sebagai ammonia. Reaksi umumnya yaitu sebagai diberikut:

protease deaminasi
PROTEIN ----------------- ASAM AMINO ------------------ NH3

Urea yang mengalami proses amonifikasi akan terhidrolisis oleh adanya ensim urease yang dihasilkan oleh mikroba tanah. Urea yang dimasukkan ke dalam tanah akan mengalami proses amonifikasi sebagai diberikut:

urease
CO(NH2)2 + H2O ---------------------- 2 NH3 + CO2

Dalam keadaan asam dan netral amonia berada sebagai ion amonium. Sebagian amonia hasil amonifikasi dibebaskan sebagai gas NH3 ke atmosfer, sehingga lepas dari sistem tanah. Amonia dan bentuk nitrogen lain di eko-atmosfer sanggup mengalami perubahan kimia dan fotokimia, sehingga sanggup kembali ke litosfer dan hidrosfer bantu-membantu air hujan. Ion amonium sanggup diasimilasi tumbuhan dan mikroba, selanjutnya diubah menjadi asam amino atau senyawa N lain. Di dalam sel, ammonia direaksikan oleh glutamat atau glutamin sintase atau mengalami proses aminasi eksklusif dengan asam-ketokarboksilat sehingga berkembang menjadi asam amino.

c. Nitrifikasi
Dalam proses nitrifikasi, ammonia (NH3) atau ion NH4+ dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan reaksi sebagai diberikut:
NH4+ + 1,5 H2O --------------- NO2- + 2 H+ + H2O (Δ G = -66 Kkal)
NO2- + 0,5 O2 ------------------------- NO3- (Δ G = -17 Kkal)

Proses ini dilakukan oleh mikroba khemoototrof, yang memakai energinya untuk asimilasi karbon dalam bentuk CO2. Kedua langkah reaksi yang menghasilkan energy ini dilakukan oleh jasad yang tidak sama, tetapi reaksinya berlangsung bersamaan sehingga jarang terjadi akumulasi NO2-. Dalam reaksi tersebut dihasilkan ion H+, sehingga ada kemungkinan sanggup menurunkan pH lingkungan.

Di dalam tanah, genus utama pengoksidasi ammonia menjadi nitrit yaitu Nitrosomonas dan yang secara umum dikuasai menghasilkan nitrat yaitu Nitrobacter. Mikroba lain yang bisa mengoksidasi ammonia menjadi nitrit yaitu Nitrospira, Nitrosococcus, dan Nitrosolobus. Selain Nitrobacter, mikroba lain yang bisa mengubah nitrit menjadi nitrat yaitu Nitrospira, dan Nitrococcus. Bakteri tanah yang mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan nitrat umumnya mempunyai sifat khemoautotrofik.

Kelompok kuman ini bisa memakai senyawa anorganik sebagai satu-satunya sumber energi dan memakai CO2 sebagai sumber karbon. Selain itu terdapat mikroba heterotrof baik kuman maupun jamur juga berperan dalam proses nitrifikasi.

d. Reduksi Nitrat (Denitrifikasi)
Ion nitrat sanggup diubah menjadi materi organik oleh mikroba melalui proses asimilasi reduksi nitrat. Sekelompok mikroba heterotrof termasuk bakteri, jamur dan algae sanggup mereduksi nitrat. Proses ini memakai sistem ensim nitrat dan nitrit reduktase, membentuk ammonia yang kemudian disintesis menjadi protein.

Pada lingkungan tanpa oksigen, ion nitrit sanggup berfungsi sebagai aseptor elektron terakhir, yang dikenal sebagai proses respirasi nitrat atau asimilasi nitrat.

Dalam proses desimilasi reduksi nitrat, nitrat diubah menjadi materi tereduksi sedang senyawa organik dioksidasi. Pada keadaan anaerob, reaksi ini lebih banyak menghasilkan energi dibandingkan energi yang dihasilkan oleh reaksi fermentasi.

Ada dua tipe desimilasi reduksi nitrat. Sekelompok mikroba fakultatif anaerob menyerupai Alcaligenes, Escherichia, Aeromonas, Enterobacter, Bacillus, Flavobacterium, Nocardia, Spirillum, Staphylococcus, dan Vibrio bisa mereduksi nitrat menjadi nitrit dalam keadaan anaerob. Nitrit yang dihasilkan diekskresikan, sehingga mikroba sanggup mereduksinya melalui hidroksilamin ke ammonium. Ensim yang bekerja pada reaksi tersebut melibatkan sistem ensim nitrat reduktase dan nitrit reduktase.

Mikroba pereduksi nitrat menyerupai Paracoccus denitrificans, Thiobacillus denitrificans dan beberapa Pseudomonas mempunyai tahap reaksi reduksi yang lebih lengkap sebagai diberikut:

NO3- ------------- NO2- ------------- NO ----------- N2O --------------- N2

Reaksi denitrifikasi ini sanggup terjadi dalam keadaan lingkungan anaerob pada tekanan oksigen yang sangat rendah (reduktif). Walaupun demikian denitrifikasi juga sanggup terjadi dalam keadaan aerob apabila terdapat mikrohabitat anion. Mikroba denitrifikasi utama di dalam tanah ialah genera Pseudomonas dan Alcaligenes. Mikroba lain yang juga bisa mereduksi nitrat yaitu Azospirillum, Rhizobium, Rhodo-pseudomonas, dan Propionibacterium.

Siklus Fosfor
Transformasi fosfor oleh mikroba
Mikroba tanah sanggup berperan dalam proses penyediaan unsur hara untuk tanaman. Pada tanah-tanah kahat unsur hara tertentu yang perlu masukan tinggi untuk memanipulasi secara kimia semoga ketersediaannya meningkat, maka penyediaan secara biologis dengan memakai mikroba menjadi sangat penting. Kenyataan di alam, pada rhizosfer (daerah sekitar perakaran) setiap tumbuhan ialah habitat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karenanya penerapan mikroba yang hidup di rhizosfer yang sanggup meningkatkan serapan unsur hara tumbuhan menjadi perhatian utama pada kajian ini. Mikroba yang berperan dalam transformasi P dalam tanah yaitu mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tumbuhan dan mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas di tempat perakaran.

a. Mikorhiza Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM)
Pada keadaan tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, sudah ditemukan adanya simbiosis tumbuhan dengan sejenis jamur yang disebut mikoriza. Mikoriza terdiri atas beberapa macam spesies, simbion untuk tumbuhan pertanian pada umumnya yaitu endomikoriza yang dikenal sebagai vesicular arbuskular mikoriza (VAM). Tanaman memerlukan mikoriza untuk pengambilan unsure hara terutama kemampuannya untuk meningkatkan serapan P, sehingga sanggup memmenolong pertumbuhan tumbuhan terutama pada tanah-tanah kahat P.

Vesikular Arbuskular Mikoriza pada akar tanaman
Sumber: duniapaud1.blogspot.com/search?q=vi-mikroba-dan-kerindangan-tanah.pdf ...... diunduh 23/6/2011

Ektomikoriza pada akar tanaman
Sumber: http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-mikroba-dan-kerindangan-tanah.pdf ...... diunduh 23/6/2011

Perakaran tumbuhan yang terinfeksi mikoriza mempunyai daya serap yang lebih besar terhadap air dan unsur hara, khususnya P, apabila dibandingkan dengan tumbuhan tanpa mikoriza. Hal ini disebabkan adanya miselium jamur mikoriza yang tumbuh keluar dari akar sehingga daya jangkau dan luas permukaan perakaran meningkat, jadinya sanggup memperbesar daya serap akar. Diduga bahwa hifa eksternal mikoriza menyerap ion secara intersepsi dan melalui pertukaran kontak langsung, sehingga perembesan ion oleh tumbuhan dengan cara tersebut menjadi lebih besar, sedangkan perembesan secara difusi dan fatwa massa tetap berlangsung. melaluiataubersamaini demikian pada ketersediaan P yang sama, maka tumbuhan bermikoriza sanggup menyerap P yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tumbuhan tanpa mikoriza.

Tanaman bermikoriza mempunyai daya serap akar yang lebih besar sehingga menimbulkan unsur hara yang sanggup diserap oleh tumbuhan juga meningkat. Oleh lantaran sifat dan cara perembesan unsur hara yang tidak sama satu sama lain, maka jumlah unsur hara yang sanggup diserap oleh adanya miselium jamur mikoriza ini kemungkinan juga tidak sama, dan hal ini sanggup mengakibatkan respon mikoriza pada serapan unsur hara tertentu sangat besar tetapi untuk unsur hara yang lain tidak sama.

Penyerapan unsur hara oleh tumbuhan sanggup secara pasif dan aktif, ada yang beropini bahwa imbas mikoriza lebih faktual pada unsur hara yang terutama diserap tumbuhan secara pasif dan sifat ionnya tidak lincah, menyerupai fosfor yang terutama diserap oleh akar secara difusi. Fosfor ialah unsur penting penyusun ATP, dan ATP ialah bentuk energi tinggi yang sangat berperanan dalam perembesan unsure hara secara aktif, sehingga peningkatan serapan fosfor memungkinkan peningkatan serapan unsur hara lain yang diserap secara aktif oleh perakaran tanaman.

Mikoriza yaitu suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara jamur (mykus) tanah kelompok tertentu dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara benjol terhadap tumbuhan inang, mikoriza sanggup dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ektendomikoriza. Endomikoriza lebih dikenal dengan Vesikular Arbuskular Mikoriza atau disingkat VAM, lantaran pada simbiosis dengan perakaran sanggup membentuk arbuskul dan vesikula di dalam akar tanaman. Berdasarkan struktur arbuskul atau vesikula yang dibentuk, maka VAM sanggup digolongkan ke dalam 2 sub ordo, yaitu Gigaspoinae dan Glominae. Sub ordo Gigaspoinae terdiri atas satu famili Gigaspoceae yang beranggotakan 2 genus yaitu Gigaspora sp. dan Scutellospora sp. Kedua genus ini tidak membentuk struktur vesikula tetapi spesialuntuk membentuk arbuskul apabila berasosiasi dengan akar tumbuhan. Salah satu anggota sub ordo Glominae yaitu Glomus sp.

Vesikular Arbuskular Mikoriza ialah simbiosa antara jamur tanah yang termasuk kelompok Endogonales dengan tiruana tumbuhan yang termasuk dalam Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae dan Angiospermae, kecuali pada family Cruciferae, Chenopodiaceae dan Cyperaceae yang belum diketahui adanya simbiosis dengan jamur tersebut. Simbiosis antara tumbuhan dengan mikoriza terjadi dengan adanya pemdiberian karbohidrat dari tumbuhan kepada jamur dan pemdiberian unsur hara terutama P dari jamur kepada tanaman. Oleh lantaran itu perkembangan mikoriza pada akar sangat tergantung pada tingkat fotosintesis tumbuhan inang. Jamur membutuhkan senyawa carbon yang dihasilkan oleh tumbuhan inang, sehingga kemampuan tumbuhan untuk mensuplai senyawa carbon dari hasil fotosintesis memilih keberhasilan tumbuhan bersimbiosis dengan jamur. Akar tumbuhan sanggup menghasilkan senyawa yang sanggup merangsang pertumbuhan jamur VAM. Senyawa tersebut berupa flavonoid yang disebut eupalitin (3,5-dihidroksi-6,7-dimetoksi-4-hidroksi flavon) yang sanggup merangsang pertumbuhan hifa VAM, selain itu ada senyawa lain yang belum teridentifikasi yang sanggup berfungsi sebagai molekul sinyal untuk terjadinya simbiosis tanaman-VAM.

Bagian penting dari VAM yaitu adanya hifa eksternal yang dibuat diluar akar tanaman. Hifa ini memmenolong memperluas tempat perembesan akar tanaman. Jumlah miselium eksternal sanggup mencapai 80 cm per cm panjang akar, yang perkembangannya dipengaruhi oleh keadaan tanah terutama aerasi. melaluiataubersamaini semakin luasnya tempat perembesan akar maka semakin besar pula daya serap akarnya, sehingga adanya mikoriza pada perakaran tumbuhan akan sanggup meningkatkan perembesan unsur hara. Penyerapan air oleh akar juga menjadi lebih besar, sehingga tumbuhan lebih tahan terhadap kekeenteng. Manfaat lain adanya mikoriza yaitu sanggup meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen akar, dan sanggup memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. 

Vesikular Arbuskular Mikoriza mempunyai struktur hifa eksternal dan hifa internal, hifa gulung, arbuskul dan vesikula. Hifa jamur mikoriza tidak bersekat, tumbuh diantara sel-sel korteks dan bercabang-cabang di dalam sel tersebut. Di dalam jaenteng yang diinfeksi dibuat hifa yang bergelung-gelung atau bercabang-cabang yang sering disebut arbuskul. Arbuskul ialah cabang-cabang hifa dikotom, struktur ini akan tampak sebagai massa protoplasma yang berbutir-butir dan bercampur baur dengan protoplasma sel tanaman. Arbuskul mempunyai hifa bercabang halus yang sanggup meningkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmolema akar, dan diduga berperan sebagai pemindah unsur hara antara jamur dan tumbuhan inang. Arbuskul sanggup dibuat dua hingga tiga hari setelah benjol jamur terjadi pada perakaran. Vesikula mengandung lipida, terutama berfungsi sebagai organ penyimpan. Apabila sel kortek rusak, vesikula sanggup dibebaskan ke dalam tanah, dan selanjutnya sanggup berkecambah dan ialah propagul infektif. Perakaran yang terinfeksi VAM tidak terjadi perubahan faktual secara fisik, sehingga spesialuntuk sanggup dideteksi dengan metode pewarnaan dan diamati dengan mikroskop. Di dalam tanah, mikoriza sanggup membentuk spora yang tumbuh satu-satu atau berkelompok yang disebut sporokarp. Berdasarkan tipe sporanya, dibedakan yang sanggup membentuk klamidospora, yaitu genera Glomus, Sclerocystis, dan Complexipes. Sedangkan yang membentuk asigospora yaitu genera Gigaspora, Acaulospora dan Entrophospora.

Pengaruh yang menguntungkan dari mikoriza untuk pertumbuhan tanaman, yang mengatakan bahwa tumbuhan yang bermikoriza mempunyai berat kering yang lebih besar dari tumbuhan yang tidak bermikoriza. Tanaman yang bermikoriza tumbuh normal sedangkan tumbuhan tanpa mikoriza mengatakan tanda-tanda defisiensi P. Mikoriza memperbaiki pertumbuhan tumbuhan dengan jalan meningkatkan perembesan unsurunsur hara dari dalam tanah, terutama unsur P. Oleh lantaran P ialah hara utama untuk pertumbuhan tanaman, maka imbas benjol mikoriza sangat nyata. melaluiataubersamaini demikian respon pertumbuhan tumbuhan ialah akhir eksklusif ataupun tidak eksklusif dari perbaikan perembesan P. Selain itu juga didukung oleh peningkatan serapan unsur-unsur lain, menyerupai N, S, Zn dan Cu.

b. Mikroba Pelarut Fosfat
Bakteri yang diketahui sanggup melarutkan fosfat yaitu bermacam-macam spesies dari genera Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium. Spesies-spesies kuman yang mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat yaitu Pseudomonas striata, P. rathonis, Bacillus polymyxa, dan Bacillus megaterium. Semua kuman tersebut mempunyai kemampuan yang stabil dalam melarutkan P tidak tersedia dalam tanah dan kerikil fosfat. Kebanyakan kuman yang sanggup melarutkan fosfat yaitu kuman pembentuk spora. Selain bakteri, aneka macam jamur yang diketahui sanggup melarutkan fosfat yaitu bermacam-macam spesies dari genera Aspergillus, Penicillium dan khamir. Beberapa varitas dari spesies jamur Aspergillus niger mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat.

Mikroba pelarut fosfat heterotrof sanggup menghasilkan asam-asam organik. Berbagai asam organik tersebut terutama asam-asam hidroksi sanggup mengikat secara khelat dan membentuk kompleks yang relatif stabil dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe3+, dan Al3+, sehingga fosfat yang tiruanla terikat oleh kation-kation tersebut menjadi terlarut. Beberapa kuman disamping menghasilkan asam organik non-volatil juga sanggup membentuk asam volatil. Asam organik yang dihasilkan oleh satu jenis kuman sanggup bermacam- macam, menyerupai asam glukonat. Pembentukan asam organik menyerupai asam-asam karboksilat yang terjadi selama perombakan materi organik oleh jamur sanggup mengakibatkan larutnya kerikil fosfat. Pelarutan kerikil fosfat sanggup diketahui dengan meningkatnya Ca yang terlepas dari kerikil fosfat. Dari metode tersebut diketahui bahwa pelarutan kerikil fosfat meningkat terus hingga hari ke 90. Peningkatan jumlah asam karboksilat dan total keasaman organik sebanding dengan peningkatan pelarutan kerikil fosfat.

Beberapa mikroba yang bersifat khemolitotrofik juga berperan dalam proses pelarutan fosfat tidak tersedia dalam tanah. Bakteri kelompok Nitrosomonas dan Thiobacillus berturut-turut sanggup menghasilkan asam nitrat dan asam sulfat. Asam-asam tersebut ialah asam besar lengan berkuasa yang bisa melarutkan fosfat yang berbentuk tidak larut.

Jaring-jaring kuliner dalam tanah: 
The living part of the soil is just as critical to plant growth as the physical soil structures. Soil microorganisms are the essential link between mineral reserves and plant growth. The cycles that help nutrients to flow from soil to plant are all interdependent and they work only with the help of the living organisms that constitute the soil community.

Jaring-jaring kuliner dalam tanah (Sumber: http://www.prism.gatech.edu/ gh19/b1510/ecosys.htm ..... diunduh 25/6/2011)

Soil organisms, from bacteria and fungi to protozoans and nematodes, on up to mites, springtails and earthworms, perform a vast array of fertility-maintenance tasks. Organic soil management aims at helping soil organisms maintain fertility; conventional (non-organic) soil management merely substitutes a simplified chemical system to provide nutrients to plants. Once a healthy soil ecosystem is disrupted by the excessive use of soluble synthetic fertilizers, restoring it can be a long and costly process. In many cases, the excessive use of energy-intensive petroleum-based fertilizers and pesticides has destroyed the biological fertility of soil, so growers use ever-larger amounts of these materials to sustain crop growth. Like all living things, the creatures of the soil community need food, water, and air to carry on their activities A basic diet of plenty of organic material, enough moisture, and well-aerated soil will keep their populations thriving.

Soil creatures thrive on raw organic matter with a balanced ratio of carbon to nitrogen, about 25 to 30 parts carbon to 1 part nitrogen. Carbon, the form of carbohydrates, is the main course for soil organisms. Given lots of it, they grow quickly scavenging every scrap of nitrogen from the soil system to go with it. That’s why adding lots of high-carbon materials to your soil can cause nitrogen deficiencies in plants. In the long term, carbon is the ultimate fuel for all soil biological activity and therefore of humus formation and productivity. A balance supply of mineral nutrients is also essential for soil organisms, and micronutrients are important to the many bacterial enzymes involved in their biochemical transformations

Jaring-jaring kuliner dalam tanah (Sumber: http://www.ecowalkthetalk.com/blog/2010/06/14/organic-gardening-importance-of-balanced-soils/ ….. diunduh 25/6/2011)
Biodiversitas Tanah dan Keterkaitannya dengan Proses-proses Soil.

Tanah ialah suatu serpihan dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah ialah diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman wacana biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi ekologinya. Makrofauna tanah ialah kelompok fauna serpihan dari biodiversitas tanah yang berukuran sekitar 2 mm hingga 20 mm. Makrofauna tanah ialah serpihan dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi. Dalam dekomposisi materi organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta mempersembahkan akomodasi lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta aneka macam jenis kuman dan fungi. Peran makrofauna tanah lainnya yaitu dalam perombakan materi tumbuhan dan binatang yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah. melaluiataubersamaini demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk menjaga kerindangan tanah atau kesehatan tanah.

Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah. Salah satu organisme tanah yaitu fauna yang termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta, moluska dan cacing tanah (Wood, 1989). Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi, fatwa karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994). Biomasa cacing tanah sudah diketahui ialah bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH, keberadaan molekul organik, kelembaban tanah dan kualitas humus. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi materi organik. Penentuan bioindikator kualitas tanah diharapkan untuk mengetahui perubahan dalam sistem tanah akhir pengelolaan yang tidak sama. Perbedaan penerapan lahan akan menghipnotis populasi dan komposisi makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional sanggup mengakibatkan terjadinya penurunan secara faktual biodiversitas makrofauna tanah.

Populasi, biomasa dan diversitas makrofauna tanah dipengaruhi oleh praktek penggelolaan lahan dan penerapannya. Sebaliknya, pada lahan terlantar lantaran kualitas lahannya tergolong masih rendah mengakibatkan spesialuntuk makrofauna tanah tertentu yang bisa bertahan hidup, sehingga diversitas makrofauna tanah baik yang aktif di permukaan tanah maupun di dalam tanah juga sangat rendah.

Fauna tanah memerlukan persyaratan tertentu untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Struktur dan komposisi makrofauna tanah sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah hingga netral (Notohadiprawiro, 1998). Hakim dkk (1986) dan Makalew (2001), menerangkan faktor lingkungan yang sanggup menghipnotis kegiatan organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari.

Cahaya matahari ialah salah satu faktor yang sanggup menghipnotis sifat-sifat tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan binatang yang tidak sama mempunyai kebutuhan akan cahaya, air, suhu, dan kelembapan yang tidak sama. Berdasarkan responnya terhadap cahaya, makrofauna tanah ada yang aktif pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Kebanyakan makrofauna permukaaan tanah aktif di malam hari. Selain terkait dengan pembiasaan proses metabolismenya, respon makrofauna tanah terhadap intensitas cahaya matahari lebih disebabkan oleh akitivitas menghindari pemangsaan dari predator. melaluiataubersamaini pergerakaannya yang umumnya lambat, maka kebanyakan jenis makrofauna tanah aktif atau muncul ke permukaan tanah pada malam hari.

Bahan organik tumbuhan ialah sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah, sehingga jenis dan komposisi materi organik tumbuhan memilih kepadatannya. Makrofauna tanah umumnya ialah konsumen sekunder yang tidak sanggup memanfaatkan materi organik kasar/seresah secara langsung, melainkan yang sudah dihancurkan oleh jasad renik tanah.

DAFTAR PUSTAKA;
  • Anderson J.M. 1994. Functional Attributes of Biodiversity in Landuse System: In D.J. Greenland and I. Szabolcs (eds). Soil Resiliense and Sustainable Land Use. CAB International. Oxon
  • Andre. 2010. http://boymarpaung. wordpress. com/ 2009/ 02/ 19/ sifat-biologi-tanah/ 19 Februari 2009. [Diakses pada 17 Maret 2010].
  • Annisa. 2008. http://www.lihatkita.co.cc/2010/01/filum-arthropoda. [Diakses pada 20 Juni 2011].
  • Atkinson, C. F., D.D. Jones and J.J. Gauthier. 1996. Biodegradabilities and microbial activities during composting of municipal solid waste in bench-scale reactors. Compost Science and Utilization. 4,4: 14-23.
  • Baker G.H. 1998. Recognising and responding to the influences of agriculture and other land use practices on soil fauna in Australia. App.Soil Ecol. 9,303-310.
  • Bear, F.E. 1964. Chemistry of the soil, ACS Monograph series No. 160, P. 258.
  • Chefetz, B., F. Adani, P. Genevini, F. Tambone, Y. Hadar, and Y. Chen. 1998. Humic acid transformation during composting of municipal solid waste. Journal of Environmental Quality 27: 794-800.
  • Crossley Jr. D.A., B.R.Mueller dan J.C. Perdue. 1992. Biodiversity of microarthopds in agricultural soil: relations to processes. Agric. Ecosyst. Environ. 40,37-46
  • Day, D.L., M. Krzymien, K. Shaw, W.R. Zaremba, C. Wilson, C. Botden, and B. Thomas. 1998. An investigation of the chemical and physical changes occurring during commercial composting. Compost Science and Utilization 6 (2): 44-66.
  • Doran J.W. dan Parkin. 1994. Definning and assessing soil quality, in J.W. Doran D.C. Coleman D.F. Bezdick and B.A Stewart (eds). Defining Soil Quality for Sustainable Enironment. SSSA Special Publication 35. SSSA. Madison pp 3 -21
  • Epstein E. 1997. The science of composting. Technomic Publishing, Inc., Lancaster, Pennsylvania, p. 83.
  • Finstein , M. S., F.C. Miller, P.F. Strom. 1986. Waste treatment composting as a controlled system. pp. 363-398. In: W. Schenborn (ed). Biotechnology. Vol. 8-Microbial degradations. VCH Verlaqsgedellschaft (German Chemical Society): Weinheim F.R.G.
  • Hairiah, K., Widianto., D. Suprayogo., R. H. Widodo., P. Purnomosidhi., S. Rahayu., M. V. Noordwijk. 1986. Ketebalan Serasah Sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. http://fisika.brawijaya.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_199_1.pdf. [Diunduh pada 13 Juni 2011].
  • Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Dika, Go Ban Hong, H. H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung : Penerbit Universitas Lampung.
  • Hamoda, M. F., H.A. Abu Qdais and J. Newham. 1998. Evaluation of municipal solid waste composting kinetics. Resources, Conservation and Recycling 23: 209-223.
  • Hanafiah, K. A., A. Napoleon dan N. Ghofar., 2005. Biologi Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  • Haug, R. T. 1993. The practical handbook of compost engineering. Lewis publishers, Boca Raton. Florida. 717 p.
  • Howe, C.A. and C.S. Coker. 1992. Co-composting municipal sewage sludge with leaves, yard wastes and other recyclables a case study. In: Air Waste Management Association. 85th Annual Meeting and Exhibition, Kansas City, Missouri, 21-26 June 1992.
  • Iswandi, A. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. IPB. Bogor.
  • Kaiser, J.. 1996. Modeling composting as a microbial ecosystem: a simulation approach. Ecological Modeling, 91 25-37.
  • Kartini, N. L., 2008. Cacing Tanah Indikator Kerindangan Tanah. http://wordpress.com/2008/10/cacing-tanah-indikator-kerindangan-tanah/. [Diakses pada 1 Juni 2011].
  • Komilis, D. P., R.K. Ham and J.K. Park. 2004. Emission of volatile organic compounds during composting of municipal solid wastes. Water Research 38: 1707-1714.
  • Liao, P. H., May, A. C. and Chieng S. T. 1995. Monitoring process efficiency of full-scale in-vessel system for composting fisheries wastes. Bioresource Technology 54: 159-163.
  • Makalew, A. D. N. 2001. “Keguakaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah (TOT)”. Makalah Falsafah sains acara pasca sarjana /S3. Bogor:IPB.
  • Mc Kinley, V. L., J.R. Vestal and A.E. Eralp. 1985. Microbial activity in composting. Biocycle 26 (10): 47-50.
  • McKinley V.L., and J.R. Vestal. 1984. Biokinetic analyses of adaptation and succession: Microbial activity in composting municipal sewage sludge. Applied and Environmental Microbiology. 47 (5). pp.933-941
  • Naylor, L. M. 1996. Composting. Environmental and Science and Pollution series 18 (69): 193-269.
  • Neto, J. T. P., E.I. Stentiford dan D.D. Mara. 1987. Comparative survival of pathogenic indicators in windrow and static pile. pp. 276-295. In: M.de Bertoldi, M. P. Ferranti, P. L' Hermite and F. Zucconi (eds.). Compost: Production, Quality and Use. Elsevier Applied Science, London, United Kingdom.
  • Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Pace, M.G., B.E. Miller dan K.L. Farrel-Poe. 1995. The Composting Process October 1995. Extension, Utah State University. AG- WM 01
  • Palmisano, A C dan M.A. Bartaz. 1996. pp.125-127. In: Microbiology of solid waste. CRC Press.Inc. 2000. Corporate Bld. N.W. Boca Raton. FL 33431 USA.
  • Palmisano, A. C., D.A. Maruscik, C.J. Ritchie, B.S. Schwab, S.R. Harper and R.A. Rapaport. 1993. A novel bioreactor simulating composting of municipal solid waste. Journal of Microbiological Methods 56:135-140.
  • Primack B.R., J.Supriatna , M.Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
  • Reddy, K. R., T.C. Feijtel dan W.H. Patrick. 1986. Effect of soil redox conditions on microbial oxidation of organic matter. pp. 117-153. In: Y. Chen and Y. Avnimelech (eds.). The Role of Organic Matter in Modern Agriculture. Nijhoff, Dordrecht.
  • Rukmana R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Kanisius. Yogyakarta
  • Sharma, V.K., M. Canditelli, F. Fortuna dan Cornacchia. 1997. Processing of urban and agro-industrial residues by aerobic composting: review. Energy Conversion and Management 38 (5): 453-478.
  • Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan tanah. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
  • Wood M. 1989. Soil Biology. Chapman and Hall. New York.
  • Warman, P. R. dan W.C. Termeer. 1996. Composting and evaluation of racetrack manure, grass clippings and sewage sludge. Bioresource Technology 55: 95-101.
  • Young, C. C dan C.H. Chou. 2003. Allelopathy, plant pathogen and crop productivity. pp. 89-105. In: H. C. Huang and S. N. Acharya (eds.). Advances in Plant Disease Management. Research Signpost, Trivandrum, Kerala, India.

LihatTutupKomentar