-->
Cara Memarahi Anak
MEMARAHI ANAK DENGAN KASIH SAYANG
Semua orang bau tanah akung dengan anaknya, namun dalam keseharian anak sering berperilaku yang menjengkelkan, sehingga membuat orang tuanya marah. Acap kali orang bau tanah tidak sanggup mengendalikan emosi hingga memukul atau melaksanakan kekerasan fisik pada anak. Kadang kala orang bau tanah menegur anak bukan ingin meluruskan kesalahan, tetapi justru meluapkan amarah. Sebagai orang bau tanah perlu berguru secara terus-menerus untuk meredakan emosi ketika menghadapi anak. Jika tidak, teguran seseorang akan tidak efektif. Bahkan, justru semakin memberikan "kebadungannya". Ancaman yang didiberikan tidak menghentikan kebadungan anak, justru membuat anak berontak dan menentang. Anak merasa orang bau tanah tidak menyayanginya lagi. Selain itu, seseorang sering lupa memberikan apa yang seharusnya dikerjakan anak mabadunga seseorang asyik melontarkan ancaman. Orang bau tanah murka kepada anak ialah teguran sehingga anak berperilaku yang baik. Perlu seseorang lakukan duduk gotong royong anak dalam suasana yang mesra untuk berbicara tentang berperilaku yang baik, dan membangun komunikasi antara orang bau tanah dan anak terutama pada anak usia dini.
Kata kunci; memarahi, kasih akung

SCOLDING CHILDREN WITH LOVE
All parents affectionate with their children, but children often behave in everyday life are annoying, so as to make her parents angry. Often time’s parents cannot control their emotions by hitting or physical violence on children. Sometimes parents admonish children not want to straighten out the mistake, but rather to vent anger. As parents need to learn continuously to relieve emotions when dealing with children. If not, someone will not be effective reprimand. In fact, it even shows the "mischief ". Do not stop the threat posed delinquency, it makes children rebel and oppose. Children feel their parents do not love her anymore. In addition, one often forgets indicate what should be done when a child engrossed someone made ​​threats. Parents angry with the child so that the child is reprimanded good behavior. Need someone to do kids sitting together in a cordial atmosphere to talk about good behavior, and establishing communication between parents and children, especially in early childhood.
Keywords; scold, affection

Penlampauan
Setiap anak mempunyai potensi yang ada dalam dirinya yang harus dioptimalkan sehingga menjadi kekuatan, pendorong untuk mencapai cita-citanya. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut hendaknya digali semenjak anak usia dini dengan demikian akan terwujud. Kadang kala yang mengetahui pertama kali anak mempunyai potensi di bidang olah raga, seni, sains dan sebagainya bukanlah orang tua, tetapi justru gurunya. Padahal anak ialah aset keluarga, bangsa dan negara. Seharusnya orang bau tanah lebih doloe mengetahui potensi yang dimiliki anaknya. Kaprikornus tugas orang bau tanah sangat kuat di dalam mewujudkan potensi anak sehingga anak sanggup tumbuh dan berkembang dengan optimal. 

Salah satu ciri khas anak usia dini ialah sang peniru ulung. Meniru seseorang dalam hal orang bau tanah yang ia anggap menjadi model utamanya. Dimulai dari perkataan seseorang, cara berbicaranya, tingkah lakunya, hingga hal-hal detail yang tidak luput dari kelima indera anak. Sesuatu yang dilihat, didengar, dirasa, diraba, dan diciumnya akan membuahkan informasi, sehingga tiruana informasi tersebut akan diproses di otak. Informasi yang unik bagi anak, akan dengan praktis menjadi ingatan jangka panjang, begitupun sebaliknya. Untuk itu ketika orang bau tanah mempersembahkan respon unik terhadap perkataan maupun sikap anak, maka respon unik tersebut akan praktis diingat anak dan praktis ditiru anak. Begitu juga dengan cara orang bau tanah memarahi anak. Saat seorang anak berkata kotor, orang tuanya mempersembahkan respon unik dengan berteriak dan eksklusif mengomeli anaknya dengan perkataan berangasan pula. Tentunya, respon orang bau tanah tersebut akan praktis diingat anak, dan ketika anak berada dalam kondisi lain anak juga cenderung menggandakan respon orang tuanya dengan berteriak dan berkata kasar.

Terkadang orang bau tanah kurang menyadari akan kiprahnya sebagai modeling bagi anak. Seharusnya orang bau tanah berguru untuk memahami karakteristik anak sebagai sang peniru ulung. Hal ini dikarenakan bahwa anak bukanlah orang berilmu balig cukup akal yang berbentuk mini. Anak ialah makhluk yang ingin ditauladani, dihargai, diakung, dan diperlakukan dengan baik oleh lingkungannya terutama orang bau tanah dalam hal ini ibu. 

Bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, sebagian orang bau tanah kurang memahami karakteristik anak sebagai sang peniru ulung, menganggap bahwa bahan ialah satu-satunya hal yang paling anak butuhkan dan menyerahkan pendidikan anak pada sekolah sepenuhnya, sehingga anak, kurang dihargai, kurang diakung, diabaikan kebutuhan-kebutuhan primernya, kurang diperlakukan dengan baik oleh orang bau tanah dan lingkungannya. Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saman (Tesis: 2002) penolakan kawan pada masa kanak-kanak menjadi salah satu faktor yang akan menghambat prestasi akademik, tumbuhnya duduk kasus emosi dan menyebabkan resiko kenakakalan remaja. 

Pada ketika menghadapi sikap anak yang kurang sangat bahagia, orang bau tanah cenderung eksklusif murka dengan penuh emosi seperti anak tersebut ialah musuhnya. Bahkan anak menjadi korban lantaran amarah orang bau tanah ibarat yang saksikan di media masa maupun elektronik. Orang bau tanah tak segan-segan memukul anaknya yang masih kecil sehingga ada beberapa masalah seorang anak harus kehilangan anggota tubuhnya dan cacat seumur hidup. Selain itu, sering terjadi orang bau tanah memarahi anaknya untuk mengikuti keinginannya, kalau tidak anak didiberikan ganjaran atau hukuman. Kadang-kadang eksekusi yang didiberikan tidak didasarkan pada kesalahan, dan usia anak. 

Penyebab lain lantaran orang bau tanah tidak punya banyak waktu untuk anaknya. Untuk itu orang bau tanah rela mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pendidikan anaknya. Orang bau tanah tidak menyadari dampak negatif bila hal tersebut terjadi pada anak. Kebutuhan primer anak bukan spesialuntuk bahan semata, melainkan mendapatkan kasih akung, belaian, perhatian yang cukup, tauladan dari kedua orang tua, mempunyai waktu bermain bersama, menjalin keakraban, kekerabatan emosional yang erat antara orang bau tanah dengan anak. Sesudah orang bau tanah mencari nafkah dan pulang ke rumah, mereka lelah dengan acara seharian dan mengabaikan waktu untuk bermain dengan anak, lambat laun kekerabatan yang seharusnya terjalin dengan serasi usang kelabuaan berkembang menjadi kurang harmonis. Anak cenderung meminta perhatian lebih sehingga anak menunjukkan sikap yang bisa membuat orang bau tanah murka tugas orang bau tanah teramat vital. 

Berdasarkan hal tersebut, Bredekamp (1987:1) menyarankan orang bau tanah penting memahami fase perkembangan anak sesuai dengan DAP (Developmentally Appropriate Practice). Orang bau tanah yang paham karakteristik anak sebagai sang peniru ulung, akan berhati-hati dalam bertutur kata, bertingkah laku, dan bertindak ketika anaknya melaksanakan kesalahan. Sebaiknya dalam memarahi anak diadaptasi dengan tingkat usia, serta kesalahan anak, lantaran akan berdampak jelek pada perkembangan kepribadian anak. Orang bau tanah memarahi anak dengan cara yang tidak baik semenjak kecil akan ditiru dan akan membekas hingga berilmu balig cukup akal nanti. Penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang hal tersebut, ada beberapa cara yang sempurna memarahi anak dengan sapaan yang sopan, lemah lembut dan tidak menyakitinya baik fisik maupun nonfisik, sehingga anak sanggup berkembang secara optimal. Orang bau tanah harus menyadari kiprahnya dalam mendidik anak dan berguru mendapatkan anak apa adanya, sabar menghadapi anak, perlu melaksanakan pendekatan secara psikologis, mempersembahkan kebutuhan primer anak lainnya ibarat menjadi tauladan, menghargai, mempersembahkan kasih akung, memperlakukan dengan baik sehingga anak sanggup berkembang menjadi pribadi yang baik sesuai dengan pencapaian kurikulum 2013. 

Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini ialah hal-hal apa yang perlu diperhatikan orang tua, guru dalam memarahi anak?
Tujuan
Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memarahi anak terutama bagi orang tua, guru
Manfaat
Hasil goresan pena ini diharapkan sanggup bermanfaaf baik bagi orang tua, guru sebagai diberikut:
  1. Orang tua: sebagai masukan ketika memarahi anak dengan penuh kasih akung, kelembutan sehingga anak tidak merasa disudutkan, hal ini akan memmenolong tumbuhkembang anak secara optimal
  2. Guru pendidikan anak usia dini: akan menerapkan ilmu yang dimiliki sebagai masukan dalam menghadapi duduk kasus anak di kelas sehingga menjadi teladan, sanggup membuat suasana serasi antara guru dengan anak dengan demikian anak merasa aman, nyaman dan betah berada di sekolah.
Pembahasan
Kajian Teori
Pengertian Memarahi, Kasih Sayang
Siapa yang tidak pernah marah? tentunya tiruana orang bau tanah pernah marah, namun murka dalam artian mendidik bukan membalas dendam apalagi kepada anak usia dini yang belum mengerti apa-apa. Hansten dan Washburn yang diterjemahkan oleh Tjandrasa (2001:94) beropini bahwa murka ialah “Harapan yang tidak terpenuhi”. Terkait dengan harapan orang bau tanah kepada anaknya yang tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dorongan kuat orang bau tanah untuk murka pada anaknya.

Berger (2004:63) menyatakan bahwa “Nagging and scolding are common manifestation of a sense of victimhood. The one on the receiving end feels like a victim too.There is a kind of closeness, finally, since then everybody feels bad, but there is no real comunication, sharing, or intimacy.” Mencermati pendapat di atas bermakna bahwa mengomel dan memarahi ialah perwujudan dari perasaan seseorang yang merasa dirinya sebagai korban. Orang yang dimarahi juga merasa dirinya sebagai korban. Pada pertamanya ada semacam keakraban kedua belah pihak. Namun semenjak ketika itu kedua belah pihak merasa hubungannya tidak baik, lantaran belum adanya komunikasi, dan rasa untuk mengembangkan atau keintiman yang terjadi ketika keduanya berselisih. Pandangan tidak sama dari pendapat sebelumnya yang lebih menekankan alasan seseorang untuk marah, pendapat ini lebih menekankan pada perasaan atau kekerabatan dari kedua belah pihak yang terlibat.

Wiryono (2008:37) Memarahi ialah cara mendidik yang paling buruk. Pada ketika memarahi anak, kita tidak sedang mendidik, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan orang bau tanah lantaran tidak bisa mengatasi duduk kasus dengan baik. Untuk itu memarahi anak dengan cara yang tidak mendidik harus dihindari. Hal ini bukannya membuat anak memahami apa kesalahannya, malah mempersembahkan dampak negatif terhadap perkembangannya.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, yang dimaksud memarahi ialah perwujudan dari perasaan orang bau tanah yang merasa dirinya sebagai korban dalam melampiaskan setumpuk kekesalannya sebagai bentuk kekecewaan atas ketidaksesuaian harapannya terhadap anak.

Kasih akung mempunyai tugas penting untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Ditinjau dari definisi kasih akung berdasarkan Floyd and Morman dalam Floyd (2008:47) “Reasoned that, if affection is a resource that contributes to long term viability and fertility, then parents ought to give more affection to their biological children.” Pendapat ini bermakna bahwa Floyd dan Morman beralasan bahwa, kalau kasih akung ialah sumber daya yang mempersembahkan donasi untuk kelangsungan hidup jangka panjang dan kerindangan, maka orang bau tanah harus mempersembahkan lebih banyak kasih akung kepada anak-anaknya.

Sudut pandang tidak sama dari Twardosz, Schwartz, Fox, and Cunningham dalam Floyd (2008:29) yang menyatakan bahwa “Affection coding scheme emphasized both active (e.g. Hugging, kissing, patting) and pasive (e.g. Smiling, sitting on another’s lap) nonverbal expressions of affection, as well as verbal statements expressing love, praise or friendship.” Memaknai pendapat tersebut bahwa sikap kasih akung ditandai dengan cara aktif maupun pasif. Aktif (misalnya memeluk, mencium, menepuk-nepuk) sedangkan secara pasif (misalnya tersenyum, duduk di pangkuan) ekspresi non verbal kasih akung, serta keterangan verbal mengungkapkan cinta, kebanggaan atau perteman dekatan. Pendapat ini lebih menekankan pada bentuk-bentuk kasih akung baik secara verbal maupun nonlisan. Ungkapan kasih akung pada anak banyak caranya. Tinggal orang tualah yang bijak untuk menentukan wujud kasih akung yang tepat, dan diadaptasi dengan kondisi anak.

Bowlby dalam Waele (2010:314) “John Bowbly and other psychologist like him, for example, reminded us that children need affection in the early years of their lives and that affection comes in the form of attachment and bonding with the people in the child’s immediate enviroment-parents and immediate family being the first candidates.” Mencermati pendapat ini, berarti bahwa Bowlby dan psikolog lain ibarat dia, mengingatkan kita bahwa belum dewasa membutuhkan kasih akung pada tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Kasih akung dalam bentuk kelekatan dan ikatan di lingkungan-orang bau tanah anak dan keluarga dekat menjadi hal yang paling utama. Pendapat ini menegaskan pentingnya kasih akung didiberikan pada anak usia dini yang diwujudkan dalam sebuah kekerabatan emosional yang serasi antara orang bau tanah dan anak.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, yang dimaksud dengan kasih akung ialah adalah sumber daya yang mempersembahkan donasi untuk kelangsungan hidup anak usia dini yang sanggup orang bau tanah wujudkan dalam bentuk aktif maupun pasif, sehingga terciptanya kelekatan dan ikatan emosional yang serasi antara orang bau tanah dan anak.

Orang bau tanah sebagai model bagi anak. Apa yang dilakukan orang bau tanah akan ditiru oleh anak. Untuk itu orang bau tanah harus mempersembahkan pola yang baik kepada anaknya sehingga menempel hingga dewasa. Terkadang orang bau tanah harus memarahi anak. Ini bukan berarti seseorang meninggalkan kelembutan, alasannya memarahi dan sikap lemah-lembut bukanlah dua hal yang berperihalan. Saat memarahi anak orang bau tanah mempersembahkan senyuman. Lemah-lembut ialah kualitas sikap, sebagai sifat dari apa yang orang bau tanah lakukan. Sedangkan memarahi bukan murka ialah tindakan untuk memperbaiki sikap anak.

Gunakan metode bonding atau kontak fisik antara orang bau tanah dan anak sebagai cuilan yang penting dalam proses pertumbuhan. Dekapan untuk merangkul anak, duduk bersama di dingklik kemudian memeluknya. Melalui bahasa tubuh, anak tahu bahwa orang bau tanah mengawasinya. Senada apa yang dikemukakan oleh Lighter (1999:80-81) adakala metode bonding ini, anak masih mengabaikan orang tua. Dalam hal ini orang bau tanah terus menggunakannya dengan sabar hingga anak menghentikan kebiasaan buruknya.

Orang bau tanah acapkali tidak bisa meredakan emosi pada ketika menghadapi sikap anak yang menjengkelkan. Orang bau tanah menegur anak bukan lantaran ingin meluruskan kesalahan, tetapi lantaran ingin meluapkan amarah dan kejengkelan. Tidak praktis memang, tetapi orang bau tanah perlu terus-menerus berguru meredakan emosi atau mengontrol emosi ketika menghadapi sikap anak. Sesuai yang dikemukakan oleh Strongman (1996:231) kontrol emosional sebagai kemampuan untuk mengontrol proses mental dan banyak sekali tindakan diri dalam insiden tertentu. Artinya seseorang yang mengontol emosinya ketika menghadapi sesuatu duduk kasus dengan baik, lebih lanjut dikatakan Goleman (1996:45) bahwa seseorang sanggup menguasai diri sendiri, seleranya, nafsunya, biar bertindak benar terhadap orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas seseorang akan sanggup mengatur suasana hati dengan menjaga biar beban yang dihadapi dalam menghadapi anak tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan selalu berempati apapun yang dihadapi. Tunjukkan kelembutan dan kasih akung ketika menegur anak sehingga mereka merasa tidak takut. Betapa pun susah dan masih sering gagal, seseorang perlu berusaha terus untuk menenangkan emosi ketika menghadapi anak. Ada beberapa catatan yang sanggup perhatikan: Ajarkan Kepada Mereka Konsekuensi, Bukan Ancaman.

Anak-anak berguru dari orang tua. Mereka suka mengancam lantaran orang bau tanah sering menghadapi mereka dengan gaya mengancam. Mereka melihat bahwa dengan cara mengancam, apa yang diinginkannya sanggup tercapai. Dari seseorang, mereka juga berguru meluapkan kemarahannya untuk memberikan "keakuannya".

Tidak dipungkiri, banyak dampak luar yang bisa mengubah sikap anak. Teman-kawan sebaya, khususnya yang sangat dekat dengan anak, sanggup mensugesti anak. Ia menggandakan kawannya dari cara bicara, bertindak, mengekspresi-kan kemarahan, hingga dengan kata-kata yang diucapkan. Kadang anak memahami apa yang dikatakan, tetapi terkadang anak tidak tahu apa maksudnya. Anak spesialuntuk menirukan apa yang didengar.

Ancaman tidak banyak bermanfaa untuk menghentikan kebadungan anak atau sikap yang membuat seseorang marah. Sebaliknya, bahaya justru membuat anak berguru berontak dan menentang. Salah satu sebabnya, anak merasa orang bau tanah tidak mengasihi ketika orang bau tanah meneriakkan bahaya di indera pendengaran mereka. Selain itu, orang bau tanah sering lupa memberikan apa yang seharusnya dikerjakan anak mabadunga orang bau tanah asyik melontarkan ancaman.

Hal-hal yang harus diperhatikan orang bau tanah dalam memarahi anak
1. Hindari Bertindak Kasar Pada Anak
Orang bau tanah sebaiknya mempersembahkan klarifikasi terkena kesalahan anak. Sediakan waktu yang baik untuk berbicara dengan anak dengan memupuk suasana yang mesra, lembut, penuh kasih akung dengan anak untuk berbicara tentang berperilaku yang baik. Selain orang tua, guru di sekolah berperan penting untuk memupuk berperilaku baik, ibarat yang dikemukakan oleh Read and Patterson (1980:68) guru/orang bau tanah harus mempersembahkan rasa aman. Guru/orang bau tanah perlu mempunyai kestabilan emosi biar lebih praktis menerapkan apa yang diharapkan. 

Kaprikornus jelaslah guru dan orang bau tanah sanggup mengenali anak, apapun yang terjadi dengan anak, sebaiknya diberikan klarifikasi terlebih lampau tidak eksklusif bertindak kasar. Karena kedua figur ini harus bekerja secara sinergik sehingga suasana serasi tercipta saling menyayangi, penuh kesabaran, dan penuh perhatian di mana pun berada. 
2. Membuat Kesepakatan Bersama Anak
Membuat kesepakatan bersama. Misalnya, mintalah kepada anak biar anak hening ketika ibu sedang bekerja. Sampaikan keinginan kepada orang bau tanah dengan cara yang baik bila anak menginginkan sesuatu, dan bersabar bila belum terpenuhi. Adanya komitmen dengan anak orang bau tanah sanggup membicarakan konsekuensi apa yang diterima bila anak mengamuk di ketika ibu bekerja. Sampaikan konsekuensi ini dengan nada yang akrab. Hindari bahaya yang membuat anak tertekan. Beri kebebasan kepada anak untuk melaksanakan sesuai dengan keinginannya. Senada yang dikemukakan Gilmore dalam Ringer (1990:35) bahwa kebebasan mengerjakan sesuatu tanpa mengharapkan orang lain. Bila anak melaksanakan hal-hal yang tidak diinginkan, orang bau tanah bisa mengingatkan kembali kepada anak dan dengan nada baik, penuh kelembutan. Orang bau tanah acapkali praktis kehilangan kendali, tetapi tidakboleh lupa untuk konsisten.

3. Berbicara dengan sopan dari hati ke hati
Perilaku yang menjengkelkan memang praktis diingat, lebih membekas dan cenderung orang bau tanah untuk segera bertindak. Sebaliknya sikap positif cenderung kurang sanggup mendorong orang bau tanah untuk memdiberi komentar, kecuali kalau sikap tersebut benar-benar sangat mengesankan. Orang bau tanah praktis ingat sikap negatif anak, sementara anak mungkin tidak bisa melupakan tindakan orang bau tanah yang menyakitkan hatinya. Biasakan mempersembahkan model yang baik kepada anak ketika berbicara atau meminta sesuatu, sehingga keluarga ialah daerah yang nyaman sangat senang anak. Keluarga ialah daerah strategis untuk memotivasi anak mewujudkan prestasi, ibarat yang dikemukakan oleh Woolfolk (2002:350-351) keluarga daerah membina dan memdiberi penguatan, diberi peluang anak memecahkan permasalahannya sendiri. Keluarga, ialah daerah untuk memotivasi anak bukan melemahkan gambaran diri anak, ibarat gambaran diberikut ini. Salah satu kebiasaan umum orang bau tanah berbicara dengan kata yang kurang baik tidak pada tempatnya sehingga melemahkan gambaran dirinya, "Ibu sudah berkali-kali bilang, tapi Anggi tidak mau mendengar." Ungkapan tersebut memang efektif untuk membuat anak membisu sesaat lantaran harga dirinya jatuh, tetapi bukan lantaran menyadari kesalahan. Jika ini sering terjadi, anak akan mempunyai konsep diri dan harga diri (self esteem) lemah. Anak memandang dirinya secara negatif, sehingga lupa kebaikan dan keunggulan yang dimilikinya.

Kaprikornus jelaslah keluarga dalam hal ini orang bau tanah menjaga kesantunan berbahasa kepada anaknya ketika marah, orang bau tanah akan selalu menjaga dengan baik kata- kata yang kurang yummy didengar harus dikikis dari sekarang, sehingga akan memmenolong mengoptimalisasi perkembangannya.

4. Biasakan Memdiberikan Kata-kata Positif
Setiap orang bau tanah berhak mempersembahkan kehangatan, kasih akung, perhatian serta pertolongan sehingga ketika anak berada di rumah ia merasa nyaman, kondusif tanpa gangguan apa pun. Untuk itu orang bau tanah harus mengerti kebutuhannya. Apa yang dilakukan orang bau tanah terhadap anak seharusnya disampaikan dengan kata-kata yang positif, tidak mempermalukan. Ada satu gambaran sebagai diberikut; hari minggu, jam 14.00 wib Thorif terbangun dari pulas siangnya ia melihat adiknya terpulas pulas. Kemudian Thorif mengajak adiknya berumur satu setengah tahun bercanda, padahal adiknya gres saja terpulas sebelumnya adiknya gres tenang.

Dari kejadian itu, ibunya sempat murka hampir tidak sanggup mengendalikan emosi, tetapi segera tersadar bahwa yang dilakukan oleh anaknya, ini salah satu bentuk dari rasa akung kepada adiknya. Nah, apa yang terjadi kalau orang bau tanah mencela anak? Apalagi hingga menghardiknya, itikad baik itu bisa berkembang menjadi kemarahan sehingga anak justru mengembangkan permusuhan kepada adiknya. Secara tidak eksklusif Ia sanggup berguru membenci adiknya. Ini ialah salah satu pola yang dilakukan oleh anak. Tidak jarang anak menampakkan sikap "negatif", padahal ia tidak bermaksud demikian, lantaran anak tersebut belum mengerti apa yang dilakukannya.

Berdasarkan gambaran di atas maka orang bau tanah anak tersebut mempunyai kecerdasan emosional. Salovey dalam Goleman (1995:43-44) merumuskan lima dimensi kecerdasan emosional (1) kemampuan untuk mengenali diri sendiri, (2) Mengelola dan mengekspresikan diri sendiri dengan tepat, (3) Memotivasi diri sendiri, (4) Mengenali orang lain, (5) Membina kekerabatan baik dengan orang lain. Artinya dari kutipan di atas orang bau tanah harus menjaga, mengatur emosi seseorang biar tidak menyebabkan stres ketika menghadapi anak. Tentunya akan menjadi perhatian orang tua, hendaknya hindari murka dengan penuh emosi yang tinggi, mencela anak ialah hal yang kurang baik sehingga akan membuat seseorang tidak sanggup mengontrol emosi dengan baik. Apalagi anak kadang-kadang tidak mengerti apa yang barusan diucapkannya

Seseorang terkadang keliru menangkap maksud anak, praktis terjebak dengan apa yang dilihat. Karenanya orang bau tanah perlu berguru untuk lebih terkendali dalam menilai anak, padahal anak punya maksud baik, tetapi justru orang bau tanah berpikir negatif terhadap anak sehingga justru mematikan inisiatif-insiatif positifnya. Bahkan andaikan ia memang melaksanakan tindakan yang negatif, dan ia tahu tindakannya kurang baik, yang diharapkan ialah memberikan seharusnya bertindak positif. Orang bau tanah meluruskan sikap anak, dengan memberikan kata-kata yang positif. Orang bau tanah sibuk mencela anak, ia lupa untuk bertanya, "Kenapa anak saya berbuat demikian?" Di samping itu, perkataan negatif akan melemahkan gambaran diri, harga diri dan percaya diri anak. Kadang kala orang bau tanah tidak merasa melontarkan kata yang tidak sopan kepada anak, padahal menyudutkan anak. Misalnya, “Andi kenapa tidak mau mendengar nasehat bapak? Andi selalu saja keras kepala." Andi tidak mendengarkan pesan yang tersirat orang tua. Pada hal orang bau tanah dalam hal ini bukan mencela anak, tetapi memdiberi perlindungan.

Sauri dan Hufad (2007:71) menyampaikan bahwa di keluargalah pertama kali anak mendapat pendidikan sehingga keluarga turut mensugesti tumbuh kembang anak, ibarat penanaman nilai moral, kesopanan, kecerdasan, dan budaya. Dari pendapat di atas di keluarga anak diajarkan nilai-nilai yang baik, anak ialah kawan bagi orang bau tanah dengan demikian akan termotivasi untuk mengembangkan kepribadian yang diharapkan.

Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan Sulastri (2002) tugas orang bau tanah ialah untuk, memotivasi, mengawasi dan menjadi kawan bermain bagi anak http://digilib.HG .ac.id/gdl.php?mod=browse&op+rend&id=junfumm-gdl-sI2001-sri5496-2002, diakses tanggal 20maret 2014.

Kaprikornus dari pendapat tersebut bahwa keluarga daerah menanamkan kebiasaan yang baik, mendorong anak, menjadi kawan bermain anak, menjadi daerah curahan hati sehingga sanggup mengurangi kebadungan yang tidak diinginkan.

5. Jangan Katakan "Jangan"
Sering terdengar pembicaraan orang bau tanah dengan anaknya, "Ayo, tidakboleh main pasir di teras, nanti mama pukul." Ayo tidakboleh main kotor lagi lantaran mama sudah memmembersihkankan badanmu. Banyak lagi gambaran yang seseorang dengar bersifat negatif. Kata yang lebih sering diucapkan oleh orang bau tanah pada anak melebihi kata "tidakboleh". Orang bau tanah memakai kata "tidakboleh" begitu melihat anak melaksanakan tindakan yang kurang disukai. Orang bau tanah juga memakai kata "tidakboleh", bahkan di ketika orang bau tanah mengharapkan anak melaksanakan yang lain. Padahal kata "tidakboleh" tidak membuat anak praktis mengerti apa yang seharusnya dilakukan. Akibatnya, anak susah memenuhi harapan orang tua, sementara orang bau tanah semakin jengkel lantaran merasa nasehatnya tidak didengar. Orang bau tanah sebaiknya mengajak anak untuk bermain. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Davida (2004) menstimulasi anak usia prasekolah sanggup dilakukan dengan bermain. Bermain secara tidak eksklusif akan membuat anak mengembangkan kemampuan fisik motorik, sosial, emosional dan kognisinya (Jurnal vol 3 Surabaya Prodi Ilmu keperawatan FKIP Unair). Berdasarkan pendapat di atas orang bau tanah sanggup meluangkan waktu walaupun sibuk dengan mengajak anak bermain sehingga sanggup mengembangkan tiruana aspek perkembangan.

Pada usia dini anak dikatakan masa keemasan, berdasarkan Campbell & Dickinson (1996:16) pada usia ini anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Dari pendapat di atas, maka apa yang didengar maupun yang dilihat anak akan cepat ditiru, cara orang bau tanah memarahinya, dan bisa melakukan, mempunyai kreativitas tanpa kita diduga sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Erikson dalam Carol and Nita (1998:35) anak pada tahap ini berada pada tahap inisiative versus guilt, yang ditandai bisa melaksanakan dan merencanakan kreativitasnya sendiri berafiliasi dengan belum dewasa lain. Kaprikornus jelaslah berdasarkan kajian di atas orang bau tanah sebaiknya memperhatikan perkembangan anak tidak menuntut terlalu banyak dari anak. Kadang-kadang tanpa disadari masih ada sebagian orang bau tanah yang mempersembahkan larangan, serta aturan-aturan yang mengikat anak, padahal anak sanggup melaksanakan hal-hal yang bisa diraihnya. Kaprikornus dari pendapat di atas keadaan ini akan menjadikan anak merasa bersalah atau menjadikan satu kegagalan. Anak pada tahap ini dihadapkan dengan insiden unik dan menuntut penyesuaian diri.

Penyesuaian diri sangat diharapkan anak ketika ia berada di lingkungan anak yang lain, Maxim (1993:83) menyampaikan bahwa anak mengalami stres dan ketegangan dalam perjuangan untuk mencocokkan tingkah laris dengan tuntutan seseorang. Kaprikornus dari pendapat di atas anak sanggup mengikuti keadaan dengan lingkungan tentu perlu bimbingan terutama orang bau tanah sehingga untuk menumbuhkan kepercayaan diri sesuai dengan perkembangannya untuk meraih sukses. 

Orang bau tanah sanggup menumbuhkan kepercayaan diri pada anak secara baik. Jangan katakan "tidakboleh" pada ketika ia sedang melaksanakan kesalahan. Tunjukkanlah apa yang seharusnya dilakukan. Bersabarlah hingga ia menuntaskan maksudnya. Kalau orang bau tanah tidak mau anaknya bermain pasir di teras, katakanlah, "Sayang, anak ibu main pasirnya di teras saja, ya?" Singkat, padat, terperinci dan positif dengan nada bunyi lemah lembut dan santun. Anak niscaya senang mendengarnya karenanya ia mau melaksanakan apa yang diinginkan. 

Kapan sebaiknya orang bau tanah sampaikan larangan? Saat terbaik ialah ketika anak sedang dekat dengan orang tua. Dalam suasana netral, larangan yang didiberikan pada anak akan lebih efektif. Anak lebih praktis memahami. Mereka sanggup menerimanya. Bukan menganggapnya sebagai serangan kepada dirinya. Pujian perlu didiberikan ketika anak berhasil melaksanakan suatu tindakan dengan baik, asal kebanggaan didiberikan dengan tidak berlebihan. Kesabaran, ketenangan, kelembutan menghadapi belum dewasa ketika marah, dengan memakai cara yang sempurna sehingga tidak mensugesti perkembangannya.

Kesimpulan
Orang bau tanah ialah model bagi anak, tiruana tingkah laris orang bau tanah akan praktis ditiru, lantaran pada usia dini ini termasuk masa golden age. Untuk itu dalam memarahi anak orang bau tanah sebaiknya harus bisa berusaha untuk mempunyai rasa tenggang rasa pada anak mempersembahkan pola dengan tutur kata yang penuh kelembutan serta penuh kasih akung. Ada berberapa hal yang harus diperhatikan orang bau tanah dalam memarahi anak biar anak tidak merasa disudutkan, (1) Hindari bertindak berangasan pada anak, (2) Membuat kesepakatan bersama anak, (3) Berbicara dengan hati ke hati, (4) Cukup perilakunya saja yang dicela, (5) Berikan kata-kata yang positif yang diharapkan ialah memberikan bahwa ia seharusnya bertindak positif dengan nada bunyi lemah lembut dan santun. Anak niscaya senang mendengarnya karenanya ia mau melaksanakan apa yang diinginkan.

Kepustakaan
  • Bredekamp, Sue. 1987. Developmentally Appropriate Practice. Washington: NAEYC.
  • Berger, Elizabeth. 2004. Raising Kids with Character: Developing Trust and Personal Integrity in Children. USA: Rowman & Litttlefield Publisher, Inc. 
  • Carol, Seefedt dan Barbour Nita. 1998. Early Childhood Education an Introduction Columbus: Prentice-Hill Inc.
  • Davida. 2004. Permainan yang Mengasah Keterampilan Nurse. Jurnal Vol.3. Surabaya Program Studi Ilmu Keperawatan FKIP UNAIR.
  • Campbell, Linda., Bruce Campbell& Dee Dickinson.1996. Teaching And Learning Through Multiple Intelegence. USA: Allyn & Bacon.
  • Floyd, Kory. 2008. Comunicating Affection: Interpersonal Behavior and Social Contex Cambridge UK: Cambridge University Press.
  • Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intellegence. Boston: Books Published.
  • _______________ 1996. Emotional Intelligence pada Anak, Alih Bahasa T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Hansten, Ruth I. & Washburn, Marilynn J. 2001. Kecakapan Pendelegasian Klinis. Alih Bahasa: Meitasari. Alih Bahasa: Tjandrasa. Jakarta: EGC Medical Publisher.
  • Lighter, Dawn. 1999. 50 Teknik Efektif Menanamkan Tingkah Laku Positif pada Anak, Alih Bahasa Caterine Wicaksono. Yogyakarta: Kanisius.
  • Maxim, George W. 1993. The Very Young Guilding Children From Infancy Through the Early Years. New York: Macmillan Publishing Company.
  • Read, Katherine dan June Patterson. 1980. The Nursery School and Kindergarden. New York: Holt Rinehart and Witson.
  • Ringer, Robert.1990. Habits of Hihhly Successful People: Powerfull Strategies for Personal Triumph, Malaysia: Wyn Wood Press.
  • Saman, A. 2002. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Sosial Remaja (Studi pada Siswa SMU Negeri se Kota Makassar. Tesis Bandung: PPS Universitas Padjajaran.
  • Sauri, Sofayan dan Hufad, Achmad dalam Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Pendidikan Disiplin Ilmu Bagian 3. Bandung: IMTIMA.
  • Strongman, K T. 1996. The Psychology of Emotion: Theories of Emotion in Perspective (4th ed). Chichester, England: Wiley & Sons Ltd.
  • Sulastri, Sri. 2002. Pengaruh Peran Orang Tua pada Kegiatan Bermain Bagi Anak Balita Terhadap Proses Tumbuhkembang di RW III Kelurahan Bendogerit Kecamatan Sanan Wetan Blitar, Bandung:http://digilib.HG.ac.id/gdl.php?mod +browse&op=rend&id=juntumm-gdl-sI2001-sri5496-2002 diakses tanggal 20 maret 2014.
  • Waele, Martin De. 2010. Governing the World: The Ethical Imperative. USA: Trafford.
  • Wiryono, Edy. 2008. Ayah Edi: Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Sulit Diatur? 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk Anak. Jakarta: Grasindo.
  • Woolfolk, Anita E. 2002. Education Psychology. Boston: Allyn dan Bacon.

LihatTutupKomentar