-->
Anak Paud Tk Tidak Boleh Membaca Menulis?

Bunda... coba kita renungkan kata-kata dibawah ini:

Ada perbedaan antara anak yang didrill terus menerus dibandingkan anak yang dibolehkan untuk melaksanakan percobaan dengan huruf,
kata, dan menulis dalam lingkungan keaksaraan yang bebas tekanan. Anak ialah manusia, bukan robot digital jadi tidakboleh ditekan dengan beban yang diluar kemampuannya.


Siapa yang salah dalam keadaan ini? Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia yang meliputi beberapa aspek kelompok bermain dan taman kanak-kanak sesungguhnya tidak mencatumkan pengajaran baca tulis berhitung. Sampai-sampai, Dra. Diah Harianti, M.Psi, Kepala Pusat Bagian Kurikulum Balitbang Depdiknas, menyebut tuntutan calistung di Taman Kanak-kanak dan seleksi masuk SD sebagai "kecurangan". Toh, anjing menggonggong kafilah silam. Anak-anak yang sudah bisa calistung mendapat kans lebih besar dikala mengikuti tes masuk SD. INI bedanya kurikulum dengan kenyataan. Tidak heran jikalau kemampuan calistung menjadi sasaran kebanyakan orangtua yang anaknya gres duduk di Taman Kanak-kanak bahkan di playgroup, tanpa memperdulikan resiko yang berdampak jelek bagi perkembangan mental anak kedepannya. Alasan mereka, kompetisinya makin ketat, bukan?

Tes seleksi masuk SD pun, kata Diah, saangat tidak dimasukankan alasannya ialah setiap anak Indonesia wajib bersekolah dan bisa bersekolah di mana pun. Tes masuk spesialuntuk untuk mengetahui latar belakang masing-masing anakdidik biar guru sanggup memahami kondisi mereka demi tercapainya tujuan pembelajaran kelak. Padahal, di SD-SD kesukaan berlaku sistem seleksi.
Sayangnya, menyerupai diakui Diah, tidak ada hukuman untuk pelanggar aturan tersebut. Beberapa SD swasta umpamanya banyak yang sudah menentukan ciri khasnya sendiri. "Pemerintah sesungguhnya sudah pernah membuat surat edaran meliputi imbauan bahwa dihentikan ada penyelenggaraan tes masuk SD dan pengajaran baca-tulis di TK.  


Selanjutnya diharap kepada masyarakat "orang tua" untuk menjadi konsumen yang cerdas, dalam memilih forum Paud Bagi Anak, salah satunya dengan menentukan sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tidak mengajarkan baca, tulis, dan hitung (calistung). Padahal, keliru bila orang renta menentukan PAUD yang mengajarkan calistung.

”Banyak orang renta anak usia dini yang terjebak dikala menentukan sekolah PAUD. Mereka menganggap, sekolah PAUD yang mahal, mewah, dan mengajarkan calistung ialah sekolah yang baik,” kata Direktur PAUD Kementerian Pendidikan Nasional Sudjarwo, dalam siaran pers yang diterima Suara Merdeka, Minggu (18/7).

Karena itu, lanjutnya, referensi pengajaran PAUD akan dikembalikan pada jalurnya. Sebab, menurutnya, sekolah PAUD yang elok justru sekolah yang mempersembahkan peluang pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik.
”Calistung ialah beban bagi anak usia dini. Pemdiberian pelajaran calistung di PAUD justru berbahaya dari sisi mental bagi anak itu sendiri,” tandasnya.

Dia menuturkan, pemdiberian pelajaran calistung juga sanggup menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. Sebab, anak bersangkutan bisa menjadi pemberontak. Meski demikian, orang renta sering melaksanakan kesalahan dengan membanggakan anaknya yang lulus Taman Kanak-kanak namun sudah cerdik calistung.

”Untuk itu, Kemendiknas sedang gencar menyosialisasi biar PAUD kembali pada fitrahnya. Payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas Nomor 58 tahun 2009,” ucapnya. Karena SK-nya sudah keluar, Sudjarwo mengingatkan biar PAUD tidak sembarangan mempersembahkan pelajaran calistung. 

Hak Dasar

Kemendiknas juga sudah melaksanakan sosialisasi dengan melalui banyak sekali pertemuan di tingkat kabupaten dan provinsi.

”Kami sangat berharap pemerintah kawasan sanggup menindaklanjuti komitmen sentra untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya,” tukasnya. 
Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Srie Agustina menyatakan, menyosialisasi produk pendidikan ialah belahan dari fungsi dan kiprah BPKN.

Hal itu dilakukan sebagai belahan untuk mempersembahkan sumbangan terhadap konsumen. ”Dalam hal ini, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab, berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak mempunyai empat hak dasar. Salah satunya ialah hak untuk mendapat sumbangan dalam kerugian dari barang dan produk, termasuk produk pendidikan,” paparnya.
 
Sumber : diambil dari Berbagai Sumber !!

LihatTutupKomentar