-->
Masuk Sd Dengan Mencuri Start Di Paud Merugikan Anak
Kali ini admint mencoba menulis ulang sebuah artikel yang menarikdanunik dan sanggup menjadi materi  MASUK SD DENGAN MENCURI START DI PAUD MERUGIKAN ANAK
Kali ini admint mencoba menulis ulang sebuah artikel yang menarikdanunik dan sanggup menjadi materi renungan bagi terutama para guru, pendidik PAUD, dan orang bau tanah kita, yang menitipkan anak-anaknya di lembag-lembag PAUD khususnya tentang dilematika mengajar membaca dan menulis pada Anak Usia Dini di PAUD dan Taman Kanak-kanak tersebut. sebagai diberikut :

Apakah Anda gelisah kalau si 5-6 tahun belum bisa baca tulis dan berhitung?
Kalau jawabanannya "ya", selamat bergabung bersama 61,5% responden nakita. Padahal, mereka atau mungkin Anda tahu lulusan Taman Kanak-kanak tidak diwajibkan sanggup membaca. Toh ini kolam buah simalakama. Kalau si kecil tidak diajarkan membaca, menulis dan berhitung (calistung), bisa-bisa ia tidak lolos tes masuk ke SD kesukaan.

Memang, sih, ibarat dikatakan sebuah sumber di SD swasta kesukaan, tes calistung bukan ialah pokok dari keseluruhan tes. Meskipun anak belum bisa calistung bukan berarti beliau eksklusif gagal. "Masih banyak evaluasi lain yang akan memilih apakah anak akan diterima atau tidak," ujar salah seorang staf penguji ini. Misalnya, tes motorik halus, kasar, auditori, visual, daya pikir, dan bahasa. "Hanya, bila anak bisa calistung, maka ada nilai tambah yang mungkin akan menciptakannya lebih berpeluang untuk diterima. Kalaupun tidak lulus lebih cenderung alasannya ialah anak tidak bisa diajak komunikasi, pemalu, egonya tinggi, dan kemandiriannya sangat rendah. Lagi pula tes ini dilakukan mengingat banyaknya peminat yang ingin masuk sehingga mau tidak mau harus ada seleksi."

Hal yang sama juga dilakukan oleh salah satu sekolah kesukaan yang ada di daerah Depok. Menurut sumber yang ialah staf litbang di sekolah tersebut, calistung termasuk tes yang diujikan di sekolah ini. Namun, lanjutnya, kemampuan anak dalam calistung tidak memilih beliau akan diterima di sekolah tersebut. Begitu pula sebaliknya. Jika kemampuan calistungnya manis tapi kemandiriannya sangat kurang, mungkin saja anak tidak lulus. Boleh dibilang, tes ini spesialuntuk untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak dalam hal calistung.

Salah satu pengajar SD swasta di Grogol Jakarta Barat pun mengakui tes calistung yang diadakan di sekolah spesialuntuk sebagai proses seleksi saja mengingat banyaknya peminat yang ingin masuk. Tentu, seleksi yang dilakukan tidak terlalu formal, tetap memerhatikan sifat anak yang masih ingin bebas dan tidak ingin ditekan.
Terlepas bahwa calistung spesialuntuk ialah salah satu materi tes seleksi SD yang tidak memilih kelulusan, pada kenyataannya sekolah-sekolah kesukaan menginginkan anakdidik-anakdidik yang berkompetensi tinggi. Logisnya, kalau bisa menjaring anakdidik yang sudah lancar calistung dasar, untuk apa susah-susah mengajari anak yang kemampuannya lebih rendah?

Lihat saja pelajaran belum dewasa kelas 1 SD sekarang. Di minggu-minggu pertama sekolah, mereka eksklusif dihadapkan pada lembar-lembar padat teks yang menuntut kemampuan membaca. Bayangkan kalau si anak belum bisa dan gurunya menuntut demikian, sudah sanggup dipastikan ia bakal merasa tertekan.

Siapa yang salah dalam keadaan ini? Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia yang meliputi beberapa aspek kelompok bermain dan taman kanak-kanak bergotong-royong tidak mencatumkan pengajaran baca tulis berhitung. Sampai-sampai, Dra. Diah Harianti, M.Psi, Kepala Pusat Bagian Kurikulum Balitbang Depdiknas, menyebut tuntutan calistung di Taman Kanak-kanak dan seleksi masuk SD sebagai "kecurangan". Toh, anjing menggonggong kafilah silam. Anak-anak yang sudah bisa calistung menerima kans lebih besar dikala mengikuti tes masuk SD. INI bedanya kurikulum dengan kenyataan. Tidak heran kalau kemampuan calistung menjadi sasaran kebanyakan orangtua yang anaknya gres duduk di Taman Kanak-kanak bahkan di playgroup. Alasan mereka, kompetisinya makin ketat, bukan?

Tes seleksi masuk SD pun, kata Diah, amat tidak dimasukankan alasannya ialah setiap anak Indonesia wajib bersekolah dan bisa bersekolah di mana pun. Tes masuk spesialuntuk untuk mengetahui latar belakang masing-masing anakdidik biar guru sanggup memahami kondisi mereka demi tercapainya tujuan pembelajaran kelak. Padahal, di SD-SD kesukaan berlaku sistem seleksi.

Sayangnya, ibarat diakui Diah, tidak ada hukuman untuk pelanggar hukum tersebut. Beberapa SD swasta umpamanya banyak yang sudah memilih ciri khasnya sendiri. "Pemerintah bergotong-royong sudah pernah membuat surat edaran meliputi imbauan bahwa dilarang ada penyelenggaraan tes masuk SD dan pengajaran baca-tulis di TK. Hanya saja memang tidak ada tindakan berupa sanksi." Alasannya, masing-masing sekolah mempunyai hak otonomi, sehingga Depdiknas tidak sanggup berbuat banyak. Lo? Jadi, Diah menyerahkan tiruananya kembali kepada para orangtua.

Sumber : Disunting dari Majalah Nakita, dengan sedikit perubahan dan penambahan !!.

LihatTutupKomentar