-->
Sasaran, Kebijaksanaan, Dan Jadwal Repelita Vi
B. PENDIDIKAN
1. Samasukan, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI
Samasukan pernbangunan pendidikan dalam Repelita VI sesuai petunjuk GBHN 1993 yakni mantapnya penataan pendidikan nasional untuk mewujudkan insan yang diberiman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggung balasan kemasyarakatan dan kebangsaan, dengan mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar serta ekspansi pendidikan keahlian dan kejuruan.

Secara lebih rinci samasukan Repelita VI yakni terwujudnya keterkaitan dan kesepadanan yang lebih baik antara pendidikan dan dunia kerja; meningkatnya pernerataan pendidikan di tiruana jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang ditunjukkan oleh angka partisipasi bergairah (APK) pada simpulan Repelita VI sekitar 115 persen untuk SD terrnasuk M1, sekitar 66 persen untuk SLTP termasuk madrasah tsanawiyah (MTs), sekitar 41 persen untuk SLTA termasuk madrasah aliyah (MA), dan sekitar 13 persen untuk PT termasuk akademi tinggi agama (PTA); meningkatnya jumlah guru SD yang berkualifikasi D2, guru SLTP yang berkualifikasi D3 dan guru SLTA yang berkualifikasi S1 dan menurunnya angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas menjadi sekitar 10 persen.

Untuk mencapai samasukan-samasukan pembangunan pendidikan dalam Repelita VI tersebut, ditempuh banyak sekali kebijaksanaan, antara lain melakukan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; membina pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi dan pendidikan luar sekolah; membina guru dan tenaga kependidikan lainnya; membuatkan kurikulum dan buku; melengkapi masukana dan pramasukana pendidikan; meningkatkan kiprah serta masyarakat termasuk dunia perjuangan dalam penyelenggaraan pendidikan; serta meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan.

Berdasarkan pada samasukan dan kebijaksanaan pembangunan pendidikan nasional tersebut, dalam Repelita VI dilaksanakan banyak sekali kegiatan pokok yang mencakup : (1) training pendidikan dasar, (2) training pendidikan menengah, (3) training pendidikan tinggi, (4) pendidikan luar sekolah, (5) pendidikan kedinasan, dan (6) training tenaga kependidikan. Program­program tersebut didukung oleh 6 kegiatan penunjang, dua diantaranya dilaporkan dalam serpihan ini yakni kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan, dan kegiatan pengembangan info pendidikan. Sedangkan kegiatan lainnya dilaporkan pada sektor-sektor yang bersangkutan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan hingga dengan Tahun Keempat Repelita VI
Pembangunan pendidikan diselenggarakan melalui banyak sekali kegiatan pokok dan kegiatan penunjang, yang pokok-pokok pelaksanaannya yakni sebagai diberikut:

a. Program Pokok
1) Program Pembinaan Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar sebagai jenjang pertama dari pendidikan di sekolah ditujukan untuk membuatkan perilaku dan kemampuan serta mempersembahkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diharapkan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan akseptor didik untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut UUSPN, pendidikan dasar mencakup pendidikan selama 6 (enam) tahun pada sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan selama 3 (tiga) tahun pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) atau madrasah tsanawiyah (MTs). Dalam Repelita VI kegiatan ini mencakup training pendidikan prasekolah, training sekolah dasar, training sekolah lanjutan tingkat pertama, dan training sekolah luar biasa.

a) Pembinaan Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah bertuj uan untuk memmenolong meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diharapkan oleh anak didik dalam beradaptasi dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pendidikan prasekolah diselenggarakan antara lain melalui Taman Kanak­- kanak (TK), kelompok bermain dan penitipan anak. Taman Kanak­kanak ialah bentuk satuan pendidikan prasekolah pada jalur sekolah yang menyediakan kegiatan pendidikan dini bagi anak usia empat tahun hingga memasuki pendidikan dasar. Walaupun pendidikan prasekolah tidak ialah prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar, namun pendidikan prasekolah diharapkan sanggup menjadi landasan bagi anak didik untuk melanjutkan ke sekolah dasar sehingga keberhasilan pendidikan pada jenjang sekolah dasar sanggup lebih terjamin.

Dalam penyelenggaraan pendidikan TK, peluang yang seluas-luasnya dibuka bagi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-kanak disertai dengan bimbingan dan pembinaan. Prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam training pendidikan prasekolah tercermin dari meningkatnya jumlah Taman Kanak-kanak yang dikelola oleh masyarakat. Jumlah Taman Kanak-kanak Swasta hingga dengan tahun 1997/98 sudah mencapai sekitar 41 ribu sekolah, sementara jumlah Taman Kanak-kanak Negeri spesialuntuk 131 buah.

Upaya peningkatan mutu pendidikan pada Taman Kanak-kanak dalam Repelita VI dilakukan melalui penyelenggaraan penataran guru, kepala sekolah, dan pengawas Taman Kanak-kanak dalam bidang metodologi mengajar dan administrasi TK, training kurikulum, dan menolongan pengadaan buku perpustakaan, peralatan pendidikan serta pelaksanaan lomba kreativitas guru dan anakdidik. Di samping itu untuk meningkatkan mutu pendidikan prasekolah dibangun Taman Kanak-kanak Pembina yang berfungsi sebagai Taman Kanak-kanak percontohan di banyak sekali propinsi serta dimaksudkan pula sebagai tempat pendidikan dan petes bagi para guru dan pengelola TK. Jumlah Taman Kanak-kanak Pembina hingga dengan tahun 1997/98 yakni 115 buah.

b) Pembinaan Sekolah Dasar
Pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersembahkan bekal kemampuan dasar kepada akseptor didik untuk membuatkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, masyarakat negara, dan anggota umat insan serta mempersiapkan akseptor didik untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP.

Perluasan peluang mencar ilmu di sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah (SD-MI) dilaksanakan terutama melalui Program pertolongan Pembangunan SD (Inpres SD) yang diselenggarakan semenjak tahun 1973, yang kemudian didukung oleh Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam Tahun yang dilancarkan semenjak tahun 1984. Program Inpres SD dan Program Wajib Belajar Enam Tahun sudah mencapai hasil yang cukup memuaskan. Hal ini ditandai dengan tercapainya angka partisipasi murni pada jenjang SD dan MI sebesar 94,8 persen dan angka partisipasi bergairah sebesar 113,6 persen pada tahun 1997/98.

Melalui Program Inpres SD selama Repelita VI sudah ditingkatkan penyediaan banyak sekali fasilitas, yaitu unit gedung gres (UGB), tarnbahan ruang kelas (TRK), rumah dinas guru, rumah dinas kepala sekolah, dan rumah penjaga sekolah serta asrama anakdidik; alat peraga, buku pelajaran pokok dan buku bacaan; serta ditingkatkan pula penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan (BOP) (Tabel XVIII-2). Dalam kurun waktu tersebut, pembangunan UGB mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini sesuai dengan menurunnya jumlah penduduk usia 7-12 tahun sebagai hasil dari kegiatan keluarga berencana, yang menimbulkan menurunnya jumlah anakdidik di sekolah dasar. Oleh lantaran itu pembangunan UGB spesialuntuk diprioritaskan pada tempat permukiman baru, tempat transmigrasi dan tempat terpencil. Pada tahun 1997/98 pembangunan UGB mengalami peningkatan dengan adanya pembangunan gedung MI sebanyak 104 UGB. Selama ini MI yang tersedia belum seluruhnya sanggup menampung anakdidik yang ada sehingga anakdidik harus mencar ilmu secara bergantian yaitu kelas pagi dan kelas siang (double shift). Secara kumulatif dalam lima tahun terakhir ini sudah dibangun sebanyak 2.761 UGB yang terdiri dari 699 UGB pada tahun 1993/94 dan 2.062 UGB selama 4 tahun Repelita VI. Pembangunan TRK dalam kurun waktu yang sama juga meningkat. Pembangunan TRK ditujukan untuk meningkatkan daya tampung bagi sekolah-sekolah yang berada di tempat padat penduduk. TRK dipakai juga untuk melengkapi kemudahan SD Inti yaitu untuk ruang perpustakaan, ruang KKG (Kelompok Kerja Guru), atau ruang serba guna SD Inti ialah SD percontohan yang berfungsi melayani SD-SD di sekitarnya. Secara kumulatif dalam periode tersebut sudah dibangun sebanyak 12.176 TRK, terdiri dari 1.600 TRK pada tahun 1993/94 dan 10.576 TRK selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-2).

Untuk memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak, kepada tempat disediakan menolongan rehabilitasi SD/MI. Sejak tahun 1994195 (tahun pertama Repelita VI) menolongan rehabilitasi SD/MI yang pada tahun sebelumnya menjadi, komponen kegiatan dalam Inpres SD dialihkan melalui Program pertolongan Pembangunan Daerah Tingkat 11 (Inpres Dati 11). Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kiprah Dati 11 terhadap keberadaan SD di wilayahnya. Di samping itu diharapkan supaya rehabilitasi SD/MI sanggup dilaksanakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna lantaran Pemerintah Daerah Dati 11 sanggup lebih leluasa dalam memilih lokasi secara lebih tepat.

Pada tahun 1998/99 sebagai tahun terakhir Repelita VI kegiatan Inpres SD dilanjutkan dengan pembangunan 343 gedung gres SD dan MI terutama di tempat transmigrasi dan permukiman baru; pembangunan 850 rumah kepala sekolah, rumah penjaga sekolah, rumah guru dan asrama anakdidik; pembangunan perhiasan ruang kelas sebanyak 3.033 ruang; pemdiberian menolongan biaya operasional dan perawatan dan training olahraga dan pramuka bagi sekitar 171.300 SD/MI; pengadaan 27 juta buku pelajaran pokok dan 13,5 juta buku bacaan; penataran dan penyetaraan guru SD dan MI setara D2 bagi 255 ribu orang; serta pengadaan 23 ribu set alat peraga pendidikan.

Berbagai upaya pembangunan tersebut sudah menghasilkan peningkatan angka partisipasi pendidikan (Tabel XVII-1). Pada tahun 1997/98 angka partisipasi murni (APM) atau rasio jumlah anakdidik SD/MI berusia 7-12 tahun terhadap jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun mencapai 94,8 persen. APM SD/MI yang sudah dicapai tersebut sudah melampaui samasukan tahun keempat Repelita VI sebesar 94 persen dan bahkan sudah mencapai samasukan simpulan Repelita VI yang juga sebesar 94 persen. Jika dibandingkan dengan APM lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1992/93 yang mencapai 91,5 persen, maka APM tahun 1997/98 mengalami peningkatan sebesar 3,3 persen. Sementara itu angka partisipasi bergairah (APK) atau rasio jumlah anakdidik SD-MI terhadap jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun pada tahun 1997/98 meningkat pula menjadi 113,6 persen dari 107,4 persen pada tahun 1992/93, atau mengalami peningkatan sebesar 6,2 persen dalam kurun waktu lima tahun. APK SD/MI tahun 1997/98 sanggup dikatakan sudah mencapai samasukan tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 113,9 persen.

Meskipun angka partisipasi dan daya tampung selalu meningkat, masih ada sekitar 5,2 persen anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah. Hal ini disebabkan terutama oleh rendahnya kemampuan ekonomi keluarga dan susahnya menjangkau sekolah lantaran tinggal di tempat terpencil dan kebiasaan berpindah-pindah. Guna meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat suku terasing, penduduk yang berpindah-pindah dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah berpendudukjarang,sejak tahun 1995/96 dikembangkan SD satu guru. SD satu guru yakni SD yang mempunyai anakdidik sangat sedikit sehingga pada tahap pertama spesialuntuk dibutuhkan satu guru. Guru tersebut diseleksi secara ketat dan dipersiapkan secara khusus sebelum ditugaskan. Sampai dengan tahun 1997/98 sudah dikembangkan sebanyak 13 SD satu guru di 13 propinsi yaitu di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Irian Jaya.

Guna memdiberi perhatian pada anak penyandang cacat fisik atau mental yang berusia 7-12 tahun yang belum sanggup mengikuti pendidikan di sekolah dilaksanakan kegiatan guru kunjung. Program ini yang dirintis semenjak pertama Repelita V terus dilanjutkan terutama bagi belum dewasa di tempat terpencil. Bagi siswa yang berprestasi dan berasal dari keluarga tidak bisa didiberikan beasiswa. Pada Repelita VI pemdiberian beasiswa terus ditingkatkan. Pada pertama Repelita VI beasiswa didiberikan pada sekitar 30 ribu siswa, dan pada tahun keempat (1997/98) beasiswa didiberikan pada hampir 47 ribu siswa. Program menolongan menyerupai pemdiberian beasiswa ini sudah pula menggugah masyarakat untuk memmenolong, contohnya melalui Yayasan Supersemar, juga melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Lembaga ini juga sudah menyalurkan menolongan ke seluruh propinsi berupa pakaian seragam yang terdiri dari pakaian sekolah, pakaian pramuka dan pakaian olahraga, serta peralatan sekolah.

Dalam upaya mengurangi angka putus sekolah dan angka tinggal kelas sebagai salah satu akhir dari rendahnya mutu gizi dan kesehatan anak, dikembangkan kegiatan makanan perhiasan untuk anak sekolah (PMT-AS). Program ini dinamakan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah atau disingkat PMT-AS dan sudah diujicobakan sebelumnya oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1996/97 kegiatan ini dicanangkan sebagai kegiatan nasional yang terpadu dan lintas sektor dengan sumber pendanaan melalui Inpres Sarana Kesehatan dan ditujukan bagi siswa SD dan MI Negeri dan Swasta yang berlokasi di desa tertinggal (IDT). Pada tahun 1996/97 kegiatan PMT-AS gres menjangkau 21 propinsi di luar pulau Jawa dan Bali yang mencakup beberapa aspek lebih dari 2,3 juta anakdidik di 18.518 SD/MI, tersebar di 14.445 desa tertinggal di 175 kabupaten. Mulai tahun 1997/98 dengan pemberian Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1997 tanggal 15 Januari 1997 kegiatan ini diperluas ke seluruh SD dan MI negeri maupun swasta di desa IDT di seluruh Indonesia yaitu di 297 kabupaten, 26.421 desa/kelurahan IDT serta menjangkau lebih 7,2 juta anakdidik di 49.539 SD/MI. Sesuai dengan hasil ujicoba sebelumnya, PMT-AS didiberikan paling sedikit tiga hari dalam seminggu selama 9 bulan waktu mencar ilmu efektif atau selama 108 hari. Makanan perhiasan yang disiapkan sekurang­kurangnya mengandung 300 kalori dan 5 gram protein. Agar konsumsi makanan perhiasan tersebut menjadi efektif, setiap anak juga didiberi obat cacing setiap 6 bulan sekali atau dua kali setahun. Program ini dimaksudkan juga sebagai upaya meningkatkan gizi dan kesehatan anak sekolah. Salah satu prinsip dari PMT-AS yakni bahwa materi makanan yang menjadi unsur pokok makanan perhiasan harus diperoleh dari hasil pertanian desa setempat atau desa sekitar. melaluiataubersamaini demikian kegiatan ini juga ialah upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dan ekonomi desa. Pada tahu 1998/99 progam ini akan dilanjutkan dengan samasukan yang sama yaitu seluruh SD dan MI di desa-desa tertinggal di seluruh Indonesia dengan menekankan kegiatan pada peningkatan cakupan dan mutu penyelenggaraannya, lantaran didukung oleh data dan sistem info yang lebih baik.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar, melalui kegiatan Inpres SD antara lain dilakukan penambahan jumlah dan jenis buku pelajaran dan buku bacaan, serta pengadaan alat peraga untuk banyak sekali mata pelajaran (Tabel XVTII-2). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sudah dilakukan pengadaan buku pelajaran pokok sebanyak 214,5 juta eksemplar, yaitu 14,9 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 199,6 juta eksemplar selama Repelita VI. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat penyediaan buku pelajaran anak sekolah dasar sehingga memenuhi kebutuhan satu paket (7 buah buku) untuk satu anak. Samasukan paket buku pelajaran untuk tiruana anakdidik sekolah sudah dicapai pada tahun 1997/98, namun lantaran banyak sekali hal terutama dilema lokasi sekolah dan keadaan geografis maka di beberapa lokasi masih terdapat belum sempurnanya buku pelajaran. Pada tahun 1998/99 pengadaan buku pelajaran akan dilanjutkan yaitu guna mengganti buku-buku yang sudah dipakai selama tiga tahun atau lebih dan melengkapi sekolah-sekolah yang masih belum sempurnanya. Dalam rangka meningkatkan minat baca di tingkat sekolah dasar dalam kurun waktu yang sama diadakan buku bacaan untuk perpustakaan sekolah sebanyak 95,7 juta eksemplar, yaitu 22,2 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 73,5 juta eksemplar selama 4 tahun Repelita VI, yang didistribusikan ke seluruh sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah. Pada tahun 1997/98 sudah dilakukan pengadaan peralatan perpustakaan sekolah melalui komponen menolongan operasional dan perawatan.

Untuk meningkatkan pendidikan jasmani (olahraga) dan kepramukaan di sekolah dasar, melalui kegiatan Inpres SD, semenjak tahun 1995/96 sudah didiberikan menolongan olahraga dan pramuka bagi seluruh SD Negeri, SD Swasta dan MTs Swasta. Di samping itu dalam rangka meningkatkan mutu SD dilakukan banyak sekali kegiatan antara lain training kemampuan profesionalisme guru melalui penyelenggaraan kelompok kerja guru (KKG).

Mutu guru SD ditingkatkan melalui banyak sekali penataran dan penyetaraan Diploma II (D2), sesuai dengan ketetapan bahwa pendidikan D2 yakni syarat minimal untuk guru SD-MI. Program penyetaraan D2 mulai dilaksanakan pada tahun 1990/91. Sampai dengan tahun 1997198 guru SD (guru kelas dan guru pendidikan jasmani dan kesehatan) yang mengikuti pendidikan D2 yakni sekitar 400 ribu orang, baik melalui menolongan pemerintah (APBN) maupun secara swadana. Peserta penyetaraan D2 ini juga termasuk guru pendidikan agama SD/MI dari tiruana agama, dan mulai tahun 1997/98 peluang juga didiberikan kepada guru kelas MI. Pada tahun 1998/99 melalui APBN direncanakan akan diterima sekitar 36 ribu orang akseptor baru. melaluiataubersamaini demikian masih ada sekitar 260 ribu guru SD/MI yang belum mengikuti penyetaraan D2.

Untuk menumbuhkembangkan wawasan iptek semenjak dini, dilakukan penyempurnaan kurikulum dan metode mencar ilmu mengajar dan mengembangkannya sesuai dengan perkembangan jiwa dan daya nalar anak. Proporsi mata pelajaran matematika dan IPA dalam kurikulum sekolah dasar diperbesar, serta wawasan iptek diintegrasikan ke dalam tiruana mata pelajaran. Pengembangan wawasan iptek ini diimbangi dengan pembekalan keimanan dan ketaqwaan (imtaq) dan wawasan kebangsaan sehingga diharapkan sanggup membentuk perkembangan pribadi yang utuh, selaras dan seimbang.

c) Pembinaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) bertujuan untuk mempersembahkan bekal kemampuan dasar yang ialah ekspansi serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di SD, yang bermanfaa bagi siswa untuk membuatkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan masyarakat negara, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah. Pembinaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dalam Repelita VI lebih ditekankan pada upaya ekspansi peluang memperoleh pendidikan dan peningkatan mutu sebagai serpihan dari kegiatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Dalam rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, daya tampung SLTP terus ditingkatkan. Dalam lima tahun terakhir ini sudah dilaksanakan pembangunan gedung gres sebanyak 1.860 unit gedung gres (UGB) yaitu sebanyak 205 unit dibangun pada tahun 1993/94 dan 1.655 unit selama 4 tahun Repelita VI. Selain itu dilakukan pula pembangunan 25.357 ribu ruang kelas gres (RKB), yaitu 1.878 ruang pada tahun 1993/94 dan 23.479 ruang selama 4 tahun Repelita VI. Pada tahun 1997/98 pembangunan lebih diarahkan pada penambahan RKB untuk menambah daya tampung dari sekolah-sekolah yang calon anakdidiknya meningkat. Jumlah tersebut belum termasuk pembangunan gedung gres dan perhiasan ruang kelas pada MTs dan pada SLTP swasta. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, dalam kurun waktu yang sama sudah pula dibangun 502 ruang

Iaboratorium IPA, yaitu 184 ruang pada tahun 1993/94 dan 318 ruang selama 4 tahun Repelita VI, serta 1.569 ruang perpustakaan, yang dibangun sebanyak 902 ruang pada tahun 1993/94 dan sebanyak 667 ruang selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-2).

Penambahan banyak sekali kemudahan tersebut sudah berhasil meningkatkan angka partisipasi bergairah (APK) pada tingkat SLTP (tidak termasuk MTs) yaitu rasio antara jumlah anakdidik SLTP dengan jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun dari 43,4 persen pada tahun 1993/94 menjadi 58,7 persen pada tahun 1997/98. atau mengalami peningkatan sebesar 15,3 persen (Tabel XVIII-3). Apabila anakdidik MTs diperhitungkan, maka APK pada tahun 1997/98 yakni sebesar 72,5 persen atau 19,8 persen lebih tinggi dibandingkan APK tahun 1993/94 sebesar 52,7 persen. melaluiataubersamaini demikian APK SLTP-MTs yang dicapai pada 1997/98. sudah melampaui samasukan tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 62,9 persen dan bahkan melampaui samasukan simpulan Repelita VI sebesar 66,2 persen. Sementara itu jumlah lulusan SD-MI yang melanjutkan ke SLTP pada tahun 1997/98 yakni sekitar 2.774,7 ribu orang atau 68,8 persen dari jumlah seluruh lulusan SD-MI. Angka melanjutkan ini meningkat sebesar 12,7 persen kalau dibandingkan dengan tahun 1993194 yaitu sebesar 56,1 persen. melaluiataubersamaini meningkatnya angka melanjutkan ini, jumlah anakdidik SLTP meningkat pula dari 5.746,3 ribu orang pada tahun 1993/94 menjadi 7.879,5 ribu orang pada tahun 1997/98.

Bagi lulusan SD-MI yang tidak sanggup meneruskan pendidikan ke SLTP dan MTs reguler dikembangkan SLTP Terbuka terutama bagi belum dewasa yang kurang bisa secara sosial-ekonomi dan mempunyai waktu yang terbatas untuk mengikuti pendidikan di SLTP reguler lantaran harus bekerja memmenolong orangtuanya. Tempat

mencar ilmu SLTP Terbuka diubahsuaikan dengan keadaan setempat menyerupai di pondok, balai pertemuan atau tempat kegiatan mencar ilmu (TKB). Setiap SLTP Terbuka menginduk kepada satu SLTP reguler. Murid SLTP Terbuka mencar ilmu secara berdikari dengan mempelajari materi yang disediakan dalam bentuk modul. Jumlah SLTP Terbuka terus meningkat sehingga hingga tahun 1997/98 sudah dikembangkan SLTP Terbuka di 1.417 Iokasi yang tersebar di 27 propinsi. melaluiataubersamaini jumlah TKB sebanyak 9.363 buah tersebut secara keseluruhan sanggup ditampung hampir 121 ribu orang siswa. Bagi siswa SLTP yang berasal dari keluarga tidak bisa didiberikan beasiswa dalam upaya memperluas peluang memperoleh pendidikan.

Guna menunjang peningkatan mutu pendidikan pada jenjang SLTP, penyediaan buku pelajaran pokok SLTP terus dilanjutkan supaya setiap siswa sanggup memperoleh buku pelajaran lengkap (rasio 1 : 1). Selama lima tahun hingga dengan tahun 1997/98 sudah dilakukan pengadaan sebanyak 98 juta eksemplar, yaitu 10 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 88 juta eksemplar selama 4 tahun Repelita VI, yang berarti sudah memenuhi kebutuhan buku pelajaran. Namun demikian guna mengganti buku yang sudah dipakai selama tiga tahun atau lebih, pada tahun 1998/99 direncanakan pengadaan buku pelajaran sebanyak sekitar 25 juta eksemplar. Selain itu diadakan pula buku perpustakaan sebanyak 6,3 juta eksemplar.

Sejalan dengan peningkatan daya tampung SLTP mutu proses mencar ilmu mengajar juga menerima perhatian. Untuk itu mutu guru ditingkatkan melalui banyak sekali jenis dan jenjang petes dan penataran. Salah satu kegiatan yang dilakukan yakni penyetaraan guru setara Diploma-III (D3) bagi mereka yang belum mencapai jenjang tersebut. Sampai dengan tahun 1997/98 guru SLTP yang mengikuti pendidikan D3 yakni sebanyak 77,7 ribu orang. Pada tahun anggaran 1998/99 akan dilaksanakan penyetaraan guru setara D3 bagi 14.100 orang guru. Dari sekitar 434 ribu guru SLTP (negeri dan swasta) masih ada sekitar 185 ribu orang yang belum mengikuti penyetaraan D3 atau sekitar 42,7 persen.

Seperti pada tingkat sekolah dasar, untuk menumbuhkan dan membuatkan wawasan iptek semenjak dini, proporsi mata pelajaran matematika dan IPA dalam kurikulum SLTP sudah ditingkatkan. Sehubungan dengan itu, wawasan iptek diupayakan diintegrasikan ke dalam tiruana mata pelajaran baik di dalam materi asuh maupun oleh guru pada dikala kegiatan belajar-mengajar. Untuk membuatkan sifat kepemimpinan, kreativitas, dan bela negara, kegiatan ekstrakurikuler di SLTP ditingkatkan melalui banyak sekali kegiatan menyerupai organisasi pramuka, palang merah dewasa (PMR), budaya, kesenian, olahraga, dan organisasi kesiswaan lainnya. Di samping itu dalarn rangka meningkatkan imtaq bagi siswa di sejumlah SLTP sudah dilakukan pula training pesantren kilat untuk mengisi kegiatan liburan di setiap catur wulan.

d) Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Pendidikan luar biasa bertujuan memmenolong akseptor didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SLTP) yang menyandang kelainan fisik dan atau mental supaya bisa membuatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat, dalam mengadakan kekerabatan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta sanggup membuatkan kemampuan bekerja atau untuk mengikuti pendidikan selanjutnya.

Sekolah Luar Biasa (SLB) ialah satuan pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi akseptor didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental. Partisipasi masyarakat dalam membuatkan sekolah luar biasa sangat menonjol. Hal ini sanggup dilihat dari jumlah sekolah luar biasa yang dikelola swasta. Dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan di SLB dikembangkan dan dibangun secara sedikit demi sedikit SLB pembina negeri. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah SLB sudah mencapai 1.154 sekolah, yang terdiri dari 30 SLB Pembina Negeri, 223 SDLB swasta, 165 SLB Terpadu dan 736 SLB Swasta. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah luar biasa sudah diadakan 858 ribu buku perpustakaan, 21,1 ribu buku braille, 5 ribu talking book, serta 358,5 ribu alat peraga pendidikan. Sementara itu untuk menunjang komunikasi bagi penyandang tuna rungu penyempurnaan engkaus bahasa aba-aba terus ditingkatkan melalui penambahan kosa kata baru. Selain itu dilakukan pula penataran guru, bimbingan eksklusif ke sekolah, serta petes bagi pengelola SLB

LihatTutupKomentar