A. Teori Sistem ( Teori Komunikasi Organisasi)
Scott dalam (Pace dan Faules) menyatakan bahwa “satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi yakni sebagai suatu sistem” (Pace dan Faules, 2010: 63). Ia mengemukakan bahwa bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem yakni individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi; struktur formal, contoh interaksi, contoh status dan peranan yang menyebabkan pengharapan-pengharapan dan lingkungan fisik pekerjaan. Jadi, dalam penelitian ini, gaya kepemimpinan yang termasuk dalam sebuah peranan yang menyebabkan pengharapan-pengharapan dan ialah pecahan penting dalam organisasi.
Proses penghubung utama dalam bagian-bagian tersebut yakni komunikasi. Konsep sistem berserius pada bagian-bagian dan dinamika korelasi yang menumbuhkan kesatuan atau keseluruhan. Setiap pembahasan terkena sistem menyangkut interdependensi.
Interdependensi menerangkan bahwa terdapat kesalingbergantungan di antara komponen-komponen suatu sistem. Suatu perubahan dalam suatu komponen membawa perubahan pada setiap komponen lainnya. Pemahaman atas konsep interdependensi ini ialah pecahan integral dari pendefinisian sistem dan teori sistem (Pace dan Faules, 2010: 63). Penggunaan teori sistem dalam penelitian ini didasarkan pada adanya kesalingtergantungan antara pimpinan dan bawahan dan bawahan kepada pemimpin dalam divisi Humas dalam hal penyelesain tugas, kolaborasi dan sebagainya.
1 Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn
Katz dan Kahn dalam (Pace dan Faules, 2010 : 66) menyatakan bahwa “Hubungan-hubungan antara orang-orang, bukan orang-orang itu sendiri, memungkinkan suatu organisasi bertahan jauh lebih usang daripada orang-orang biologis yang menduduki jabatan-jabatan dalam organisasi”. Maksud dari pernyataan ini yakni korelasi di antara orang-orang dalam suatu organisasi penting dibandingkan dengan korelasi yang berdasarkan jabatan-jabatan atau korelasi secara mekanisme formal. Katz dan kahn menerangkan bahwa kebanyakan interaksi dengan orang lain ialah tindakan komunikatif. Mereka menyatakan bahwa yakni mungkin untuk menggolongkan bentuk-bentuk interaksi sosial menyerupai “Penggunaan kerja sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan ke dalam konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66).
Jadi, pada pandangan ini komunikasi dianggap sebagai proses penghubung utama dalam organisasi. Dan ditetapkan bahwa salah satu bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan. Dalam penelitian terkena anutan informasi vertikal dan horizontal dalam divisi humas ini, tentunya komunikasi ialah proses penghubung yang juga penting dan di dukung oleh salah satu bentuk interaksi sosial yaitu kepemimpinan.
Hawes dalam (Pace dan Faules, 2010: 67) menyampaikan bahwa “Suatu kolektivitas sosial yakni sikap komunikatif yang terpolakan, sikap komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaenteng korelasi tetapi ialah jaenteng itu sendiri”. Maksud pernyataan ini yakni sikap komunikatif berupa komunikasi yakni organisasi itu sendiri. Daniel Katz gotong royong dengan Herbert A. Simon, Robert L. Kahn dan James G.Miller ialah figur utama dalam anutan sikap organisasi dengan pendekatan sistem.
Pendekatan sistem khususnya memusatkan perhatian pada sistem terbuka (Open Sistem). Katz dan Khan dalam (Romli, 2014:51-52) memaparkan bahwa suatu sistem terbuka mempunyai batas-batas yang fleksibel yang memungkinkan komunikasi mengalir dengan simpel ke dalam dan keluar organisasi. Dalam pendekatan ini, komunikasi ditempatkan sebagai sesuatu yang penting. Komunikasi dalam organisasi menghubungkan beberapa subsistem. Ditemukannya kiprah penting komunikasi membawa sumbangan yang tinggi pada penampahan informasi sebagai jalan keluar untuk banyak duduk kasus organisasi. Komunikasi yang makin meningkat dan makin baik, ialah slogannya (Romli, 2014:51-52).
Penelitian ini memakai teori sistem sosial katz dan kahn sebab dalam teori ini disebutkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial menyerupai “Penggunaan kerja sama, pengaruh, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan ke dalam konsep komunikasi” (Pace dan Faules, 2010; 66). Terdapat kepemimpinan sebagai salah satu bentuk interaksi sosial dalam konsep komunikasi. Selain itu teori sistem yang memusatkan perhatian pada sistem terbuka dengan slogan “komunikasi makin meningkat dan makin baik” sesuai dengan kiprah pemimpin dalam pendistribusian pesan kepada bawahan guna mendukung anutan informasi vertikal dan horisontal.
B. Public Relations
Definisi public relations berdasarkan (British) Institute of Public Relations “PR yakni keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka membuat dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya” (Jefkins, 2004:9). Menurut Jefkins “PR yakni tiruana bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan tiruana khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian” (Frank Jefkins, 2004:10). Oxley dalam (Iriantara, 2004:17) mengemukakan tujuan acara PR yakni “mengikhtiarkan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya”. Dimana berdasarkan Lesly dalam ( Iriantara, 2004:17), tujuan PR salah satunya yakni good will karyawan atau organisasi.
1 Khalayak Public Relations
“Khalayak (Public) yakni kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal” (Jefkins, 2004:81).
Dalam penelitian ini, akan berserius pada khalayak utama yaitu administrasi atau pimpinan dan bawahan atau anggota suatu divisi perusahaan/organisasi. Berdasarkan adanya dua jenis publik bagi suatu tubuh atau perusahaan maka tujuan Public Relations pun diarahkan melalui dua macam tugas, yaitu dikenal dengan sebutan Public Relations Internal dan Public Relations Eksternal. Pada penelitian ini, akan berserius pada Public Relations Internal. PR Internal penting untuk memastikan komunikasi antara pimpinan atau atasan dengan bawahan terjalin dengan dekat dan tidak kaku serta meyakini rasa tanggung tanggapan akan kewajibannya terhadap perusahaan.
2 Internal Public Relations
J Jefkins (2004 : 195) mengemukakan tingkat efektivitas PR internal sangat dipengaruhi oleh hal pokok yaitu keterbukaan pihak administrasi serta kesadaran dan pengukuhan pihak administrasi akan nilai dan arti penting komunikasi dengan para pegawai (Jefkins, 2004 : 195). PR harus menyadari bahwa sikap, sifat, tingkah laris dan perbuatan pimpinan dan bawahan sanggup mensugesti nama baik instansi atau perusahaan di mana mereka bekerja. melaluiataubersamaini kesadaran tersebut diperlukan muncul kegairahan kerja dari para pegawainya. Keadaan demikian sanggup diciptakan apabila perusahaan memperhatikan kepentingan pegawainya baik secara ekonomi, sosial maupun secara psikologis (Suhandang, 2004:73-74). Keserasian korelasi di antara para anggota dalam divisi, baik vertikal maupun horizontal diperlukan akan memperkuat tim kerja dalam perusahaan. Adapun yang sanggup dilakukan PR Internal perusahaan untuk membuat keadaan tersebut salah satunya dengan penghargaan terhadap para pegawai yang memperlihatkan prestasi, baik dalam kerja sehari-hari maupun dalam acara lainnya yang menguntungkan perusahaan, seyogianya didiberikan hadiah-hadiah atau penghargaan-penghargaan.
Hal demikian sanggup merangsang para pegawai lainnya (rekan sekerja) untuk berusaha menggandakan akan berbuat menyerupai pegawai yang terbaik itu (Suhandang, 2004:73-74). Suhandang (2004:191) menyatakan Public Relations harus berusaha membuat iklim pergaulan kerja yang di dalamnya terdapat : pergaulan yang luwes dan tidak kaku di antara mereka, penyampaian informasi yang terperinci dan tepat, kesadaran bahwa tiruana kiprah sama pentingnya, saling percaya satu sama lain. Adapun komunikasi ke atas sering mengalami kendala antara lain sebab adanya perbedaan kedudukan/pangkat, pendidikan. Merupakan kewajiban Public Relations untuk menembus hambatan-hambatan itu. Sebab, kurangnya komunikasi dari bawah ke atas sanggup menjadikan pimpinan akan kehilangan partisipasi bawahan, inspirasi bawahan yang bermanfaa tak sanggup dikembangkan, pimpinan akan buta terhadap permasalahan dan pendapat bawahan, serta kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk menilai dan memilih suatu keputusan atau peraturan. Sebaliknya, komunikasi yang diadakan pimpinan besar lengan berkuasa besar kepada para karyawannya. Keharmonisan dari komunikasi sanggup diusahakan PR melalu cara yang formal dan informal menyerupai rapat-rapat, diskusi, pertandingan-pertandingan, darmawisata, dan sebagainya (Suhandang, 2004:191). Keberhasilan departemen PR akan didasarkan pada kolaborasi tim yang dibuat dan proses-proses yang diletakkan untuk memastikan adanya tujuan, motivasi dan organisasi (Beard, 2004:100).
3. Hubungan Public Relations dengan Human Relations
Di dalam suatu perusahaan korelasi humanis penting artinya untuk menumbuhkan suatu group feeling di kalangan para pegawainya, dari tingkat bawah hingga pada tingkat pimpinan. melaluiataubersamaini perasaan segolongan, atau group loyalty, maka tiruana pegawai dari perusahaan itu akan selalu menjaga, memelihara, dan memupuk nama baik perusahaannya. Suasana demikian akan tercapai jika ada korelasi internal yang serasi di antara mereka, dengan kata lain, muncul korelasi yang manusiawi atau korelasi antar menusia di antara mereka, atau adanya korelasi kemanusiaan yang didasari oleh: Harga menghargai satu sama lain, pergaulan yang tidak kaku, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan , kecakapan dan kemampuan masing-masing serta jaminan kesejahteraan yang masuk akal (Suhandang, 2004 : 186-187).
Mengenai korelasi manusiawi dalam suatu lingkungan pekerjaan, Keith Davis melalui Human Relations at Work dalam (Suhandang, 2004 : 187) menyatakan bahwa “from the view point of a manager who has responsibility for leading a group, human relations is the interactions of people into a work situation that motivates them to work together productively, cooperatively, and with economic, psychological, and social satisfactions”.
Dari pengertian tersebut maka ditinjau dari sudut pimpinan yang bertanggung tanggapan dalam hal memimpin kelompoknya, human relations ialah interaksi antara orang-orang ke dalam suatu kerja yang mendorong mereka untuk bekerja secara produktif, kooperatif, sehingga memperoleh kepuasan secara ekonomi, psikologi, dan sosial.
C. Kepemimpinan
Beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para jago :
Stephen P. Robbins dalam (Fahmi, 2012 : 15) mengatakan, kepemimpinan yakni “kemampuan untuk mensugesti suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan”.
Ricky W. Griffin dalam (IFahmi, 2012 : 15) mengatakan, pemimpin yakni “Individu yang bisa mensugesti sikap orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan, pemimpin yakni individu yang diterima orang lain sebagai pemimpin”.
Fahmi (2012:16) mengemukakan “pemimpin dan kepemimpinan dilihat sebagai suatu kesatuan. Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa kepemimpinan” (Fahmi, 2012:16).
Lindgren dalam (Suhandang, 2004: 200) mengemukakan pemimpin yang efektif yakni “ leadership which helps the members of a group or organization to meet their individual needs and to achieve the purpose that brought them together”.
Berdasarkan pengertian Lidgren di atas, disebutkan bahwa kepemimpinan yang memmenolong anggota kelompok untu mencapai kebutuhan langsung dan meraih tujuan kelompok secara bersama-sama. Hersey dan Blanchard dalam (Romli, 2014: 107-108) memformulasikan kiprah pimpinan yang perlu dijalankan yakni telling, selling, participating dan delegating.
Pertama, telling. Pemimpin perlu mendifinisikan secara simpel dan menerangkan kiprah atau kiprah yang dibutuhkan untuk mengerjakan kiprah kepada bawahan. melaluiataubersamaini demikian karyawan tidak menemukan kebingungan dan salah arah dalam menuntaskan aktifitas organisasi.
Kedua, selling. Pemimpin disini perlu mempersembahkan petunjuk yang terperinci bagaimana organisasi harus dijalankan serta mempersembahkan sumbangan yang sanggup memacu produktifitas. Ketiga, participating. Dalam acara organisasi antara pimpinan dan bawahan harus terjalin kerjasama baik. Keduanya menyebarkan informasi, pandangan, pengalaman untuk menetapkan langkah terbaik yang sanggup ditempuh dalam rangka meraih kualitas yang prima.
Keempat, delegating. Dalam prinsip ini pemimpin harus seminimal mungkin mengambil kiprah dalam pengambilan keputusan teknis. Dalam menetapkan operasioanl yang perlu dilakukan maka pimpinan perlu mempersembahkan isyarat dan sumbangan secara personal kepada bawahan untuk sanggup memutuskannya (Romli, 2014:107-108).
1 Gaya Kepemimpinan
Gaya ialah sikap, gerakan, tingkah laris sikap yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan yakni sekumpulan ciri yang dipakai pimpinan untuk mensugesti bawahan biar samasukan organisasi tercapai atau sanggup pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yakni contoh sikap dan taktik yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari sikap seseorang (Rivai dan Mulyadi, 2012 : 42).
Kepemimpinan yang baik yakni keinginan untuk mendengar, dan kepemimpinan yang baik (good leadership) yakni kunci keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan yang baik juga memdiberi kebebasan pada orang untuk mengemukakan pendapat, tidak melihat jabatan atau posisi orang tersebut (Mulyana, 2004: 186).
D. Teori Empat-Sistem
Likert dalam (Pace dan Faules, 2010: 287-288) mengungkapkan salah satu teori gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert (1967). Terdapat empat gaya atau sistem manajerial. Likert membagi gaya manajerial tersebut sebagai diberikut :
1) Penguasa mutlak
Gaya ini berdasarkan pada perkiraan Teori X McGregor. Manajer atau pemimpin memdiberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara yang terbaik untuk memotivasi pegawai yakni dengan memdiberi rasa takut, bahaya dan hukuman. Interaksi atasan-bawahan amat sedikit; tiruana keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata meliputi instruksi dan perintah.
2) Penguasa semi-mutlak
Gaya ini intinya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut beropini maupun mengemukakan keluhan bawahan; namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus terang.
3) Penasihat
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat langsung hingga tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit pementingan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak dan keyakinan kepada bawahan.
4) Pengajak Serta
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan biar organisasi berjalan baik melalui partisipasi konkret pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka, dan berterus terang hampir tanpa rasa takut terhadap hukuman. Secara umum, sistem komunikasi formal dan informal identik, dan ini menjamin integrasi tujuan langsung dan tujuan organisasi yang sebenarnya.
E Teori Kepribadian Perilaku
Pada simpulan tahun 1940-an, terdapat penelitian yang mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana sikap seseorang sanggup memilih keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan ditemukan sifat-sifat, dan pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada Pusat Riset University Of Michigan, dengan samasukan: melokasikan karakteristik sikap kepemimpinan yang dikaitkan dengan keefektifan kinerja. Melalui penelitian mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang tidak sama, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada karyawan.
Pemimpin yang job-centered ialah pemimpin yang berorientasi pada kiprah menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugasnya dengan memakai mekanisme yang sudah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan eksekusi untuk mensugesti sifat-sifat dan prestasi pengikutnya. Perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal yang glamor yang tidak sanggup selalu dipenuhi pemimpin. Sedangkan pemimpin yang berpusat pada bawahan, ialah pemimpin yang mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan memmenolong pengikutnya dalam memuaskan kebutuhan dengan cara membuat lingkungan kerja yang mendukung. Pemimpin yang berpusat pada karyawan mempunyai perhatian terhadap kemajuan, pertumbuhan dan prestasi langsung pengikutnya. Tindakan-tindakan ini diasumsikan sanggup memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok (Rivai dan Mulyadi, 2012:8).
F Teori Kontinum
Tannenbaum dan Schmidt (1957) dalam (Pace dan Faules, 2010:288-289) mereview pengambilan keputusan sebagai konsep utama dalam kontinum sikap kepemimpinan mereka. Mereka mengemukakan butir-butir sikap pada suatu kontinum, dari kepemimpinan terpusat pada atasan, kepada kepemimpinan yang terpusat pada bawahan. Ketujuh butir ini memperlihatkan sifat pemimpin mulai dari mereka yang mempertahankan tingkat pengendalian ketat hingga mereka yang melepaskan kendali kepada bawahan. Kontinum ini sanggup dijelaskan sebagai diberikut:
- Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya.
- Manajer membuat keputusan dan menawarkannya.
- Manajer mengemukakan keputusannya dan memdiberi peluang untuk mempertanyakannya.
- Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih sanggup diubah.
- Manajer memilih beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan.
- Manajer mengizinkan bawahan untuk membuat keputusan.
Kerangka Pemikiran
Pada kerangka pemikiran diatas, yang pertama melihat bagaimana gaya kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berdasarkan teori empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan Likert, yakni gaya penguasa mutlak, semi mutlak, penasihat atau pengajak serta. Kemudian, bagaimana gaya kepemimpinan tersebut sanggup mendukung anutan informasi vertikal dan horizontal, dilihat melalui empat pertanyaan penelitian. Gaya Kepemimpinan memperlihatkan bagaimana anutan informasi secara horizontal meliputi fungsi komunikasi horizontal dan metode komunikasi horizontal. Kemudian gaya kepemimpinan memperlihatkan anutan informasi vertikal diantaranya apa saja jenis informasi vertikal (informasi dari pimpinan kepada bawahan dan informasi dari bawahan kepada pimpinan) dan juga melihat bagaimana pimpinan mengendalikan, mengarahkan, mendorong, melibatkan serta memdiberi ganjaran kepada bawahannya untuk sanggup mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala divisi humas Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.