-->
Pengertian Dan Ruang Lingkup Komunikasi Antar Budaya
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
A. KAB SEBAGAI FENOMENA SOSIAL
ISSUE GLOBAL VILLAGE
Dunia sedang menyusut. Proses itu disebut globalisasi. Karena proses ini berjalan terus, M. Habib Chirzin (1995) mengusulkan diselenggarakannya pendidikan global di Indonesia. Para pendidik diharapkan menanamkan nilai-nilai yang berorientasikan perdamaian dan berbagi kemampuan kerjasama antarbangsa dan antar budaya. 

Di samping itu ada wacana, bahwa dunia ini akan membentuk sebuah satu desa ‘bernama bumi’. Di mana semakin tiruana ras, etnik, dan budaya yang tidak sama-beda dipersatukan. 

Ciri khusus global village:
  • Adanya impian akan keseragaman yang meningkat
  • Adanya impian akan pengalaman yang sama
  • Meningkatnya imbas media elektronik.
Dampak global village: 
  • Semakin meningkatnya kontak komunikasi dan korelasi antar aneka macam bangsa dan negara.
  • Situasi demikian, mempelajari KAB menjandi sangat penting.
Faktor yang mendorong perkembangan KAB sanggup dilihat dari tiga segi: 
  • Segi internasional
  • Segi domestik
  • Segi pribadi
+SEGI INTERNASIONAL
  1. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi sudah menyatukan dunia dengan penduduk yang tidak sama pandangan politik, sistem sosial, dan kepercayaan. 
  2. Pada hakekatnya proses KAB bertujuan:
  • Meningkatkan pengetahuan kita ihwal diri sendiri dengan menandakan perilaku-perilaku komunikatif yang tidak kita sadari.
  • Menjelaskan kendala-kendala terhadap pemahaman atas poses lintas budaya yang selama ini hampir tak teratasi.
+SEGI DOMESTIK
  1. Perubahan dunia internasional berdampak pada situasi domestik.
  2. Di AS, asal studi KAB, muncul kelompok minoritas sub-budaya baru:
  • Golongan imigran asal timur
  • Kelompok mafia
  • Kaum feminis
  • Kaum homoseksual
  • Kelompok kulit hitam,dll
FENOMEA SOSIAL YANG MUNCUL DARI SEGI DOMESTIK: 
  • Kontak-kontak gres seringkali menemui kegagalan yang disebabkan perbedaan bahasa, pengertian ihwal penerapan waktu, pakaian, warna kulit, dan yang lebih mendalam dan kompleks lantaran menyangkut perbedaan nilai dan cara memandang kehidupan. 
FENOMENA SOSIAL DI INDONESIA MENDORONG STUDI KAB: 
  • Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia ialah masyarakat majemuk. 
  • Adanya pergeseran sistem nilai dalam masyarakat sebagai akhir pembangunan di segala sektor kehidupan. 
  • Derasnya arus gosip yang dibawa oleh media massa modern dan para wisatawan yang memperlancar kotak-kotak antarbudaya. 
  • Pertambahan penduduk menuntuk peningkatan masukana dan pramasukana (kualitas dan kuantitas) 
+SEGI PRIBADI 
  1. Manusia sebagai mahluk sosial 
  2. Syarat yang dibutuhkan individu untuk melaksanakan KAB: 
  • Adanya sikap menghormati anggota budaya lain sebagai manusia 
  • Adanya sikap menghormati budaya lain sebagaimana adanya, bukan sebagaimana kita kehendaki 
  • Adanya sikap menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak tidak sama dari cara kita bertindak 
  • Komunikator lintas budaya yang kompeten harus menyenangi hidup bersama orang dari budaya lain. 
MANFAAT STUDI KAB SECARA PRIBADI:
  • Perasaan bahagia dan puas dalam memilih sesuatu yang gres (kebudayaan orang lain yang belum pernah diketahui sebelumnya).
  • Dapat memmenolong menghindari masalah-masalah komunikasi (persepsi kelompok)
  • Kesempatan kerja terbuka bagi individu yang berwawasan KAB.
  • Memdiberikan peluang mempersepsikan diri sendiri.
  • Menyadari bias budaya sendiri.
  • Lebih peka secara budaya
  • Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk membuat korelasi yang abadi dan memuaskan orang tersebut
  • Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
  • Memmenolong menyadari bahwa system-sistem nilai yang tidak sama sanggup dipelajari secara sistematis dibandingkan dan dipahami.
  • Memmenolong mamahami kontak antarbudaya sebagai suatu cara memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan, dan keterbatasan-keterbatasannya. 
GEGAR BUDAYA (CULTURE SHOCK) 
  • Individu yang gagal mengadaptasi budaya lain akan menderita gegar budaya (culture shock): 
  • Kecemasan yang disebabkan oleh hilangnya gejala dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial.
B. PENGERTIAN & DIMENSI KAB 
  • Dalam korelasi antar bangsa terdapat dua bentuk komunikasi, Komunikasi Antarbudaya (intercultural communications) dan Komunikasi internasional (international communications) 
  1. Menurut Gerald Maletzke, komunikasi antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antar insan yang tidak sama budayanya.
  2. Sedangkan komunikasi internasional ialah proses komunikasi antarbangsa yang secara fisik dipisahkan oleh batas-batas teritorial negara.
BEBERAPA DEFINISI KAB
  • KAB ialah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang mempunyai kebudayaan lain. (Sitaram,1970)
  • KAB ialah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang mengatakan adanya perbedaan budaya seperi bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan.(Stewart, 1974)
  • KAB ialah proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang tidak sama kebudayaannya. (Maletzke,1976)
  • Pertukaran makna berbentuk symbol yang dilakukan dua orang tidak sama latar belakang budaya. 
  • Setiap proses derma informasi, gagasan, atau perasaan di antara mereka yang tidak sama latar belakang budayanya. Proses derma gosip itu dilakukan secara ekspresi dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau menolongan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan. 
Komunikasi Antarbudaya memenuhi syarat sebagai salah satu kajian Ilmu Komunikasi (Hammer, 1995): 
  1. secara teoritis memindahkan serius dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan.
  2. membawa konsep makro kebudayaan ke mikro kebudayaan
  3. menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi
  4. membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang menghipnotis perilaku.
Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal asumsi: 
  • komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
  • dalam KAB terkandung isi dan korelasi antarpribadi
  • gaya personal menghipnotis komunikasi antarpribadi
  • KAB bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian
  • komunikasi perpusat pada kebudayaan
  • efektivitas antarbudaya ialah tujuan komunikasi antarbudaya
Untuk mendapatkan kejelasan ihwal aneka macam konseptualisasi ihwal kebudayaan dalam konteks KAB terdapat tiga dimensi:
  • Dimensi 1: Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para pelaku komunikasi
  • Dimensi 2: Konteks sosial kawasan terjadinya KAB 
  • Dimensi 3: Saluran komunikasi yang dilalui pesan-pesan KAB, verbal dan non-verbal.
n DIMENSI 1
Menunjuk bahwa istilah kebudayaan sudah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas organisasi sosial.

n DIMENSI 2
Memdiberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektas-espektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laris yang khusus.

n DIMENSI 3
Saluran komunikasi sanggup dibagi menjadi dua yaitu antarpribadi atau perorangan dan media massa. 

C. CONTOH KASUS
Pengalaman unik yang timbul akhir perbedaan budaya
Bagi orang Indonesia yg hadir di Jepang, ketika registrasi, contohnya membuat KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana yang first name. Hampir setiap ketika saya harus selalu menandakan perbedaan tradisi antara Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan mempunyai family name.

Umumnya hal ini sanggup difahami dan tidak menjadikan masalah. Tetapi adakalanya kami harus memilih satu nama sebagai family name, contohnya ketika menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk kepentingan pekerjaan. Saat itu saya terpaksa menggunakan nama “Nugroho” sebagai family name semoga tidak mempersusah problem administrasi.

Demikian juga ketika anak saya lahir, kami diberi nama Kartika Utami Nurhayati. Nama anak saya walaupun panjang tidak ada satu pun yang ialah nama keluarga. Tetapi ketika registrasi, pihak pemerintah Jepang (kuyakusho) meminta saya untuk menetapkan satu nama yang dicatat sebagai keluarga, lantaran jika tidak akan susah dalam pengurusan manajemen asuransi. Akhirnya nama “Nurhayati” yang letak dan posisinya paling belakang saya daftarkan sebagai nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa guah, lantaran dalam keluarga kami tidak ada yang mempunyai nama keluarga yang sama.

Masih berkaitan dengan nama, ialah problem tanda tangan dan inkan (stempel). Di Indonesia dalam aneka macam urusan adminstrasi formal sebagai tanda pengesahan, tiap orang membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan ini harus konstan. 

Banyak orang yang mempunyai tanda tangan berasal dari inisial nama, tetapi dengan cara penulisan yang unik yang membedakan dengan orang lain yang mungkin mempunyai nama sama. Tanda tangan ini juga yang harus dibubuhkan di paspor ketika seorang Indonesia akan berangkat ke Jepang. 

Tetapi begitu datang di Jepang, tanda tangan yang tiruanla mempunyai kiprah penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan di Jepang tidak mempunyai kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam membubuhkan tanda tangan ialah dengan menggunakan inkan (stempel). Biasanya inkan ini bertuliskan nama keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang digunakan di Jepang. Antara lain :
  • “Mitomein” (認印) digunakan untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting, contohnya ketika mendapatkan barang kiriman, mengisi aplikasi.
  • “Jitsuin” (実印) digunakan untuk keperluan penting, ibarat membeli rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan.
  • “Ginkoin” (銀行印) digunakan untuk membuka rekening di bank
  • “Jitsuin” dan “ginkoin” sangat jarang digunakan dan harus disimpan baik-baik. Karena jika hilang akan menjadikan problem fokus dalam bisnis.
Bagi orang ajaib ketika masuk ke Jepang harus membuat inkan. Untuk membuat rekening bank, kita dilarang menggunakan tanda tangan, dan harus menggunakan inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian tanda tangan. Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang Jepang jika diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya mereka menuliskan nama lengkap mereka dalam abjad kanji.

Barangkali lantaran inilah maka jika saya diminta seorang petugas pengiriman barang, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti terima, ia berkata “tolong tuliskan nama lengkap anda”, padahal itu di kolom signature. Sepertinya untuk mereka, tanda tangan sama dengan menulis nama lengkap.

CONTOH KASUS 2
Perbandingan Nilai Budaya Jawa dan Tionghoa
Budaya Jawa disini yang diambil ialah kebudayaan yang banyak menghipnotis orang-orang orisinil Indonesia (bukan masyarakat keturunan) yang berasal dari pulau Jawa saja.

Sedangkan pada budaya cinanya yang diambil ialah kebudayaan yang banyak dianut oleh masyarakat Cina yang banyak tersebar di pulau Jawa khususnya lahir dan cukup usang di pulau Jawa.

Dari situ sanggup kita tarik kesimpulan bahwa di Indonesia Etnis Tionghoa sanggup dibedakan menjadi 2 yaitu: 
  • Tionghoa Totok dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang gres menetap di Indonesia selama 1-2 generasi, dan biasanya masih memegang teguh nilai tradisi cina yang berasal dari nenek moyangnya.
  • Tionghoa Peranakan dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang sudah menetap lebih dari 3 generasi, Sekarang ini orang-orang Tionghoa yang ada di Indonesia ialah Tionghoa peranakan,karena tradisi nenek moyang dari cina sudah usang mulai menuntur dan orang-orang ini lebih banyak mengikuti tradisi budaya yang ada di Indonesia,walaupun dalam hal-hal tertentu masih mempunyai kesamaan.
Dari buku "Kultur Cina dan Jawa (Pemahaman menuju asimilasi kultur)" oleh Drs. P. Hariyono. Dapat dikutip berdasarkan C. dan F. Kluckhohn (Koentjaraningrat) Perbandingan nilai budaya Jawa dan Cina sanggup dipisahkan menjadi beberapa persepsi sebagai diberikut:
  1. Mengenai Hakekat Hidup, kedua budaya ini sama-sama mempunyai persamaan persepsi bahwa menggangap hidup itu penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan yang harus diterima oleh setiap manusia, keduanya juga optimis untuk berusaha dan memperbaiki kondisi namun dengan cara yang tidak sama.
  2. Hakekat Karya dan Etos Kerja, Pada persepsi ini ada perbedaan yang sangat signifikan. Orang Jawa hampir tidak ada motivasi besar lengan berkuasa untuk bekerja, mereka bekerja spesialuntuk untuk menyambung hidup dan lebih bahagia mengosongkan hidup untuk dunia akherat kelak. Sedangkan orang Tionghoa, meskipun kehidupan di dunia dan di akherat harus di kejar tiruana, mereka mempunyai motivasi yang besar lengan berkuasa untuk bekerja guna berbakti pada orang bau tanah dan keluarga.
  3. Hubungan antara Manusia dan Alam, Kedua-duanya sama-sama hidup selaras dengan alam
  4. Persepsi terkena Waktu, mereka mempunyai orientasi waktu yang sama yaitu masa kemudian dan masa kini, tapi orang Tionghoa cenderung mempunyai orientasi masa akan hadir, sehingga membuat mereka ibarat lebih cepat dan maju dari orang Jawa.
  5. Hubungan antara Manusia dan Sesama, Keduanya mempunyai nilai sosial suka bahu-membahu dan mempunyai solideritas yang tinggi pada sistem kekerabatan, spesialuntuk pada orang Tionghoa lebih menekankan pada keluarga. Sedangkan orang Jawa lebih seimbang antara individu, keluarga dan masyarakat.
Masyarakat Tionghoa di Indonesia ialah masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya sudah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai sopan santun leluhurnya. Tulisan ini mengulas dua upacara sopan santun yang cukup lebih banyak didominasi dalam kehidupan yaitu ihwal sopan santun komitmen nikah dan sopan santun kematian

LihatTutupKomentar