-->
Pengertian Adat Islamiyah
1. Pengertian Akhlak Islamiyah
Secara etimologi kata sopan santun berasal dari bahasa arab اخلاق (akhlak) bentuk jamak dari mufradatnya خلق (khuluq), yang berarti budi pekerti. Secara terminlogi sopan santun ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (berdasarkan etik dan moral), yaitu kelakuan baik yang ialah jawaban dari perilaku jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia. Akhlak Islamiyah ialah tingkah laris rutin (kebiasaan) yang baik, yang dipertamai dari timbulnya impian untuk melaksanakan sesuatu perbuatan baik alasannya sudah adanya rangsangan melalui inderanya yang menjadikan kebimbangan pada dirinya antara melaksanakan atau tidak, kemudian ia memutuskan untuk bertindak dan bertingkah laku, alasannya perbuatan itu sesuai dengan norma aturan Islam, yang menjadikan kecenderungan hati yang kuat, sehingga ia merasa bahagia melakukannya secara rutin dan mempunyai rasa harga diri yang tinggi dalam pandangan Allah SWT. dan sesamanya. Lihat Ruang Lingkup akhak Islmiyah pada belahan terlampau!

2. Proses Terbentuknya Akhlak
Akhlak insan tebentuk melalui proses kehendak dan pembiasaan, yaitu الخلق عادة الارادة (akhlak ialah membiasakan dan kehendak):
  • 2.1. Kehendak (الارادة). Proses terbentuknya melalui tiga proses, yaitu: Pertama, atimbulnya impian untuk melaksanakan sesuatu itu, setelah terlebuh lampau adanya rangsangan melalui indera, Kedua timbul kebimbangan antaa dua pilihan, yaitu dilakukan atau tidak, dan ketiga, mengambil keputusan mana yang harus dilakukan.
  • 2.2. Membiasakan (عادة). Terbentuknya kebiasaan melalui dua proses, yaitu: pertama, adanya kecenderungan hati untuk melaksanakan sesuatu perbuatan. Kedua, dilakukan secara kontiniu (terus-menerus).
Maka iradah ialah impian yang dimenangkan. Apabila impian yang dimenangkan itu berupa perbuatan baik yang sesuai dengan syari’ah Islamiyah (norma aturan Islam) dan dilakukan secara rutin, maka ia menjadi terbiasa dan akibatnya menjadi ‘adah hasanah (kebiasaan yang baik). Apabila sudah menjadi kebiasaan, itulah dia sopan santun al-karimah (akhlak yang terpuji), yang disebut juga dengan akhlaq mahgampang (akhlak yang terpuji), dan begitu pula sebaliknya yang melahirkan akhlaq mazmumah (akhlak yang tercela/akahlak jahiliyah).

3. Akhlak Terhadap Allah SWT. dan Rasul-Nya
Akhlak terhadap Allah SWT mencakup beberapa aspek taqwa, cinta dan redha, ikhlas, khauf dan raja’, tawakkal, syukur, murakabah dan taubat.
  • 3.1.Taqwa ialah memelihara diri dari siksaan Allah swt. dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Q.S. 2:177, 3:133-135, 3:102, 49:13, 8:29, 7:96, 65:2-4, 8:29).
  • 3.2. Cinta dan redha yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang mengakibatkan seseorang terpaut hatinya terhadap apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih akung (Q.S. 2:165, 9:24, 3:31, 8:2).
  • 3.3. Ikhlas ialah berinfak semata-mata mengharapkan redha Allah swt. (Q.S. 98:5, 6:162, 4:142, 2:264-265).
  • 3.4. Khauf dan raja’ ialah sepasang perilaku batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Khauf yaitu kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukai, yang bersumber dari rasa takut kepada azab Allah swt. alasannya azab Allah swt.-lah yang paling berhak ditakuti (Q.S. 9:13, 35:28, 33:39). Raja’ yaitu memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan hadir, alasannya itu raja’ harus dilampaui oleh perjuangan yang sungguh-sungguh. Harapan tanpa perjuangan yaitu ialah angan-angan kosong (tamanny) (Q.S. 2:218, 12:87, 39:53).
  • 3.5. Tawakkal ialah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah swt. dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada Allah swt. semata (Q.S. 11:12, 5:23, 64:13). Tawakkal harus dipertamai dengan kerja keras dan perjuangan terbaik (ikhtiar), tidaklah dinamai tawakkal kalau spesialuntuk pasrah menunggu nasib tanpa ada usaha. Hakikat tawakkal ialah melibatkan kekuasaan Allah swt. pada setiap perjuangan atau acara dari pertama hingga final (Q.S. 3:159, 4:71 dan 102, 9:25, 65:3)
  • 3.6. Syukur ialah memuji si pemdiberi nikmat atas kebaikan yang sudah dilakukannya. Syukurnya seorang hamba kepada Allah swt. harus bermuatan tiga dimensi sekaligus, yaitu hati, ucapan, dan perbuatan. (Q.S. 23:1-7, 2:152, 31:12, 14:7).
  • 3.7. Muraqabah yaitu kesadaran seorang muslim bahwa ia selalu berada dalam pengawasan Allah swt., alasannya kesadaran itu lahir dari keimanannya terhadap Allah swt. yang maha mengetahui, maha Melihat dan maha Mendengar. (Q.S. 6:59, 4:1, 33:52, 40:19).
  • 3.8. Tobat ialah berarti kembali, orang yang bertobat yaitu orang yang kembali dari sifat-sifat yang tercela kepada sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah SWT. kepada perintah Allah swt., kembali dari maksiat kepada taat, kembali dari segala yang dibenci Allah SWT. kepada yang diredhoi-Nya, kembali dari permusuhan kepada perdamaian dan persaudaraan, kembali dari meninggalkan Allah SWT. kepada erat kepada Allah swt. (Q.S. 24:31, 66:8). Tidak ada istilah terlambat untuk bertobat, alasannya Allah SWT. maha akseptor tobat terhadap hamba-Nya, betapapun besarnya dosa seseorang insan apabila dia bertobat, kecuali syirik setelah bertauhid. (Q.S. 20:82, 20:14, 2:177, 1-5, 2:21-22, 98:5, 2:139, 3:104, 4:59, 47:33, 8:20, 22:41.
4. Akhlak terhadap Ibu Bapak
Berbakti dan Berbuat baik kepada ibu bapak ialah kewajiban bagi setiap anak sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. 17:23-24, 2:83, 4:36, 6:51, 29:, 46:15, 31:14-15, 71:28. Setiap individu wajib berbuat baik dan bertanggung jawaban atas keselamatan ibu/Bapaknya, yang dikenal dengan istilah birr al-walidain (berbuat baik pada ibu bapak) yang eksklusif diucapkan Rasulullah saw. dalam hadisnya, yang artinya: diriwayatkan dari Abu Abdirrahman Abdullah Ibn Mas’ud ra., dia berkata: Aku bertanya kepada Rasul; apa amalan yang paling disukai Allah swt.? dia menjawaban shalat sempurna waktu. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawaban: Berbuat baik kepada ibu bapak, dan kemudian saya bertanya lagi: Apa lagi? Beliau menjawaban jihad pada jalan Allah SWT. (H.R. Muttafaqun ‘alaih).

Sesudah kedua orang renta wafat, berbuat baik kepada mereka masih bisa diteruskan dengan cara: menyelenggarakan jenazahnya, melunasi pinjaman-pinjamannya, melaksanakan wasiatnya, meneruskan silaturrahmi yang sudah dibinanya, memuliakan sahabat dekat-teman dekatnya dan mendo’akannya, (H.R. Abu Daud)

5. Akhlak Terhadap Anggota Keluarga dan Karib Kerabat 
Akhlak terhadap anggota keluarga dan karib kerabat ialah kewajiban setiap pribadi muslim, yairu memelihara keluarga dari segala macam bentuk kesusahan dan kesengsaraan, yang mencakup kewajiban memelihara anak dan berbuat baik terhadap karib kerabat (Q.S. 18:46, 8:28, 64:14, 28:74, 66:6, 41:13-19 dan 25, 4:1, 8 dan 36, 13:21, 47:22-23).

6. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
  • 6.1. Shiddiq artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-Kizb). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar, lahir dan batin (benar pikiran, perasaan, nafsu, ucapan, dan perbuatan). (Q.S. 19:54, 9:75-77, 8:27, 4:107, 25:72, 49:6 dan 12).
  • 6.2. Amanah artinya dipercaya seakar dengan kata iman. Sifat ini lahir dari kekuatan iman seseorang. Amanah dalam pengertian sempit memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk tiruanla, dalam arti luas amanah mencakup beberapa aspek banyak hal, antara lain menyimpang diam-diam orang, menjaga kehormatan orang, menjaga diri sendiri, menunaikan kiprah yang diterima atau yang pikulkan baik dari orang maupun dari Allah swt. (Q.S. 4:58, 33:72, 99:7-8, 8:27).
  • 6.3. Istiqamah ialah perilaku teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi aneka macam macam tantangan dan godaan. (Q.S. 41:6, 42:15, 11:112, 6:153, 29:4, 41:30-32).
  • 6.4. ‘Iffah yaitu memelihara kehormatan diri dari segala yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya (Q.S. 24:30-33, 33:59, 17:32, 25:72, 2:273, 4:6).
  • 6.5. Mujahadah ialah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri segala yang menghambat pendekatan diri kepada Allah swt. (Q.S. 29:6 dan 69, 91:7-10 dan 73, 25:43-44, 35:6, 2:109, 120 dan 208, 9:38, 3:104).
  • 6.6. Syaja’ah artinya berani berlandaskan kebenaran yang dilakukan dengan penuh pertimbangan yang bukan ditentukan oleh kekuatan fisik tetapi oleh kekuatan hati dan kebemasukan jiwa (Q.S. 8:15-16, 33:39, 3:173, 9:38, 4:77-78, 2:249, 65:3).
  • 6.7. Tawadhu’ ialah rendah hati, lawan dari sombong atau takabur (Q.S. 16:53, 25:63, 7:146)
  • 6.8. Malu (al-Haya’) yaitu sifat atau perasaan yang menjadikan keengganan melaksanakan sesuatu yang hina, rendah, tidak baik atau dosa (H.R. Mutafaqun ‘alaih).
  • 6.9. Sabar ialah menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai alasannya mengharapkan redho Allah swt. dan mendapatkan kenyataan secara masuk akal (Q.S. 2:155-157 dan 177, 19:65, 31:17, 14:19, 3:15-17, 25:75, 14:21, 70:19-22).
  • 6.10. Tawadhu’ ialah rendah hati, lawan dari sombong dan takabur (QS:16:530
  • 6.11. Pemaaf ialah perilaku suka memdiberi maaf terhadap kesalahan orang lain walaupun orang tersebut tidak meminta maaf tanpa ada sedikitpun rasa benci dan impian untuk membalas (Q.S. 2:19, 3:133-134, 5:13, 24:22).
7. Akhllak Terhadap Sesama Manusia
Berbuat baik terhadap orang lain sebagaimana berbuat baik terhadap diri sendiri. Pelihara rasa persatuan dan kesatuan persaudaraan “ukhuwah Islamiyah”. Akhlak terhadap sesama insan mencakup sopan santun bertamu dan mendapatkan tamu, hubungan baik dengan tetangga dan masyarakat serta ukhuwah Islamiyah (Q.S. 24:27-28, 4:36 dan 86, 109:6, 2:213, 28:77). 

8. Akhlak Terhadap Guru dan Dosen
Ketaatan kepada guru berarti ketaatan kepada Rasul, ketaatan kepada Rasul mengikuti ketaatan terhadap Allah SWT.(QS.4:59). Dilihat dari kiprah guru/dosen dihubungkan dengan kewajiban orang renta dalam mendidik anaknya, maka guru/Dosen berperan memmenolong orang renta dalam mendidik anak mereka melalui amanah melalui forum pendidikan dimana para siswa/mahasiswa mengikuti pendidikan. Pada kenyataannya terdapat beberapa fungsi guru/dosen dalam kehiduipan siswa/mahasiswa, yaitu:

8.1. Guru/dosen sebagai pengganti orang tua
Rasullah SAW. dalam hadis Riwayat Al-Hakim bersabda, yaitu: Kewajiban orang renta kepada anaknya adalah: memdiberi nama anak yang baik, mendidik akhlaknya,mengajarkan ilmu pengetahauan, mengajarkan berenang, mengajarkan memanah, memdiberi makan/minum yang halal dan baik, dan berkeluargakannya apabila sudah menemukan jodohnya. Dari tujuh kewajiban orang renta kepada anak, empat diantaranya diamanahkan kepada guru/dosen melalui forum pendidikan daerah dimana guru/dosen tersebut mengajar/mendidik, yaitu: mendidik akhlaknya, mengajarkan ilmu pengetahauan, mengajarkan keterampilan berenang, dan mengajarkan keterampilan memanah.

8.2. Guru dan Dosen sebagai Pemimpin/Maha guru
Sebagai guru/maha guru, guru/dosen yaitu daerah siswa/mahasiswa menimba ilmum pengetahuan, berdiskusi, bertannya wacana sesuati ilmu yang belum diketahui, alasannya guru/dosen, khususnya dalam bidang ilmu/keahliannya yaitu bagaikan kemus/inseklopedi berjalan. Hal ini diperintahkan oleh Allah SWT. dalam frman-Nya, yang artinya: Tanyakanlah kepada para ahlinya (guru/dosen) kalau engkau tidak tahu (QS.16:43, QS.21:7)

8.3. Guru dan Dosen sebagai kawan
Sebagai kawan, guru/dosen yaitu sebagai patner bagi siswa/mahasiswa dalam mencurahkan isi hatinya (curhat) mabadunga siswa/mahasiswa mengalami problem/kendala dalam kehidupannya dan pelajaran dan perkuliahannya yang akan berakibat terganggunya proses pendidikan yang sedang diikutinya.

9. Akhlak Tarhadap Masyarakat, Bangsa dan Negara
Setiap individu bertanggung jawaban atas kesejahteraan dan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bina hubungan persaudaraan dengan sesama insan tanpa memanda latar belakang etnis, suku, bangsa dan agama dengan bangsa-bangsa di dunia. Akhlak terhadap masyarakat dan negara mencakup musyawarah, menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi mungkar, dan hubungan pemimpin dengan yang dipimpin (Q.S. 43:37-38, 3:113-115 dan 159, 2:223 dan 257, 7:29, 57:25, 16:90, 4:3, 58-59, 104, 110 dan 135, 49:9, 5:8, 31:17, 9:71, 22:41, 5:78-79, 5:55).

10. Akhlak Terhadap Lawan Jenis
Pria wajib menahan pandangannya melihat perempuan dan wajib menjaga kesucian kehormatannya (kelabuinnya) dari perbuatan zina, homoseks, dan onani dan sejenisnya. Wanita wajib menahan pandangannya melihat pria, menjaga kesucian kehormatannya (keluannya) dari perbuatan zina, lesbian, masturbasi dan sejenisnya, dan wajib berbusana muslimah, sebagaimana dalam Q.S. 24:27 dan 30-32, 23:5, 7:26, 33:59, 70:29. 

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya, yang artinya Barang siapa diberiman kepada Allah swt. dan hari akhirat, maka tidakbolehlah sekali-kali dia bersunyi-sunyi dengan seorang perempuan yang tidak bersama muhrimnya, alasannya yang ketiganya ialah setan. (HR. Ahmad). Dari Jabir bin Abdullah, Ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang melihat dengan mendadak. Maka jawaban Nabi: palingkan pandanganmu itu!. (HR. Ahmad, Muslim Abu Daud dan Tirmidzi).

11. Akhlak Berbusana (Tata Busana)
11.1. Tata Busana Laki-laki
Pria dihentikan menggunakan celana pendek di atas lutut, alasannya sekurang-kurangnya aurat laki-laki ialah sebatas sentra dan lutut. Wanita Muslim wajib berbusana berdasarkan aturan berpakaian dalam Islam, sebagaimana diaturdalam Q.S. 7:26, 24:30-31, 33:59. (Lihat pembahasan Ibadah Mu’amalah Pergaulan lawan jenis dan tata busana!).

Rasulullah SAW. dalam sebuah Sabdanya menerangkan: Wanita itu yaitu tiang negara, apabila baik akhlaknya, maka baik dan sejahterlah negara tersebut. Dan kalau wanitanya rusak akhlaknya, maka akan rusak binasa dan runtuhlah negara tersebut. Baca! Q.S. 7:26, 24:30-31, 33:33,53,59, 4:34, 58:22, 66:6. Batas aurat laki-laki antara pusar dan lutut wajib ditutup.

11.2. Tata Busana Wanita
Beberapa persyaratan mutlak tata busana Muslimah antara lain:
  • 11.2.1. Busana (jilbab) yang tidak ialah yang menampakkan kecantikan tubuh. (Q.S. 24:31., 33:33).
  • 11.2.2. Merupakan busana rangkap dan Tidak Tipis. 
  • 11.2.3. Longgaratau tidak empit. Rasulullah memerintahkan supaya perempuan pakaian rangkap belahan dalam supaya tidakboleh hingga bentuk tubuhnnya kelihatan. 
  • 11.2.4. Tidak berbau wangi-wangian yang sanggup merangsang nafsu syahwat laki-laki. Sabda Rasulullah SAW: Siapa saja dari perempuan yang menggunakan wangi-wangian kemudian berjalan ditengah-tengah orang banyak dengan maksud supaya mengetahui baunya yang harum, termasuk perbuatan zina.
  • 11.2.5. Tidak mirip busana laki-laki, sehingga penampilannya mirip laki-laki. Hadis riwayat Abu Hurairah, berkata rasulullah saw. Bahwa Rasulullah saw. Mengutuk seorang laki-laki yang menggunakan busana perempuan, dan sebaliknya seorang perempuan yang menggunakan pakaian laki-laki. 
  • 11.2.6. Tidak Menyerupai Busana Wanita-wanita kafir. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: Barang siapa mirip suatu kaum, maka dia itu dari golongan mereka. (HR. Thabarani). Baca Q.S. 2:120!
12. Akhlak Terhadap Alam Sekitar
Setiap individu dihentikan merusak/membinasakan lingkungan alam sekitar, bertanggung jawaban dan menjaga/memelihara lingkungan serta melestarikannya demi kelangsungan hidup insan itu sendiri, dan memanfaatkan lingkungan untuk memenuhikebutuhan hidup tanpa merusak kelestariannya. (Q.S. 28:77, 30:41-42, 2:22, 16:10, 41, 65, 31:20,45:13). 

TUGAS/LATIHAN
  1. Tulislah minimal 15, terbaik 20 pertanyaan dan jawabanannya dari bahan belahan ini!
  2. Tulislah Makalah dengan Judul: REALITAS AKHLAK UMAT ISLAM DEWASA INI DAN UPAYA MEMPERBAIKINYA MENURUT KONSEP AKHLAK ISLAMIYAH

DAFTAR PUSTAKA
  • Al-Hufy, Muhammad Ahmad, DR., Akhlak Nabi Muhammad SAW., Bulan Bintang Jakarta, t.tt 
  • Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Diponegoro Bandung, 2009 
  • Djatmika, Rahamat, DR., Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Pustaka Islam Surabaya, 1985 
  • Ilyas, Yunahar MA, Kuliah Akhlak, Lembaga Pengkajian dan Pengemangan Islam (LPPI), UMY, Yogyakarata, 2001 
  • Masykur, Kahar, H. Drs., Membina Moral dan Akhlak Mulia, Kalam Mulia Jakarta, 1997 
  • Drs. Izharman, M.Ag., Pendidikan Agama Islam, Buku Pegangan Kulaih Mahasisiw, 2010

LihatTutupKomentar