-->
Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia
OTORITAS JASA KEUANGAN
Visi Misi
VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ialah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan bisa mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta sanggup memajukan kesejahteraan umum.

MISI
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah: 
1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Tugas dan Fungsi
TUJUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibuat dengan tujuan supaya keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: 
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

FUNGSI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.

TUGAS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai kiprah melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.

Nilai - Nilai
Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan adalah

Integritas
Integritas ialah bertindak adil, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.

Profesionalisme
Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

Sinergi
Sinergi ialah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkarakter.

Inklusif
Inklusif ialah terbuka dan mendapatkan keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas peluang dan saluran masyarakat terhadap industri keuangan.

Visioner
Visioner ialah mempunyai wawasan yang luas dan bisa melihat kedepan (Forward Looking) serta sanggup berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking). 

Struktur Organisasi
Struktur organisasi OJK terdiri atas:
1. Dewan Komisioner OJK; dan
2. Pelaksana kegiatan operasional.

Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
1. Ketua merangkap anggota;
2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang ialah anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang ialah pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
  1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
  2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
  3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
  4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
  5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
  6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan 
  7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi
  8. Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi
  9. Perlindungan Konsumen.
  10. Kode Etik Pegawai
  11. Kode Etik OJK ialah norma dan azas terkena kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik ialah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.

Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam sikap yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.

PASAR MODA
Emiten dan Perusahaan Publik
EMITEN
Emiten ialah Pihak yang melaksanakan Penawaran Umum, yaitu penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan Undang-undang yang berlaku. Emiten sanggup berbentuk orang perseorangan, perusahaan, perjuangan bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.

Emiten sanggup memperlihatkan Efek yang berupa surat ratifikasi utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.

Jenis Efek yang lain ialah Sukuk, yang ialah Efek Syariah, yakni komitmen dan cara penerbitannya sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Pada umumnya, Emiten melaksanakan penawaran Efek melalui Pasar Modal untuk saham, obligasi, dan sukuk.

PERUSAHAAN PUBLIK
Perusahaan Publik ialah Perseroan Terbatas mirip yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas. Sahamnya sudah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan mempunyai modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang diputuskan dengan Peraturan Pemerintah.

Emiten wajib memberikan Pernyataan Pendaftaran untuk melaksanakan Penawaran Umum dan Perusahaan Publik wajib memberikan Pernyataan Pendaftaran sebagai Perusahaan Publik. Atas Pernyataan Pendaftaran tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (lampau Bapepam-LK) mempersembahkan pernyataan efektif yang memperlihatkan kelengkapan atau dipenuhinya seluruh mekanisme dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Pernyataan efektif tersebut bukan sebagai izin untuk melaksanakan Penawaran Umum dan juga bukan berarti bahwa Otoritas Jasa Keuangan menyatakan informasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut ialah benar atau cukup.

Pengelolaan Investasi
INVESTASI
Investasi ialah penanaman modal, biasanya dalam jangka panjang untuk pengadaan aktiva lengkap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain untuk memperoleh keuntungan.

PENGELOLAAN INVESTASI
Pengelolaan investasi ialah proses yang memmenolong perumusan kebijakan dan tujuan, sekaligus pengawasan dalam penanaman modal untuk memperoleh keuntungan. Pengelolaan investasi ini melibatkan sejumlah pihak yang masing-masing mempunyai fungsi dan tanggung jawaban sesuai spesialisasinya, yakni:

Manager Investasi
Pihak yang kegiatan usaspesialuntuk mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola Portofolio Investasi Kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melaksanakan sendiri kegiatan usaspesialuntuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wakil Manager Investasi
Wakil Manajer Investasi bertindak mewakili kepentingan Perusahaan Efek untuk kegiatan yang bersangkutan dengan pengelolaan Portofolio Efek.

Penasihat Investasi
Pihak yang memdiberi pesan yang tersirat kepada Pihak lain terkena penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa.

Pemdiberian pesan yang tersirat kepada Pihak lain meliputi beberapa aspek pemdiberian pesan yang tersirat yang dilakukan secara verbal atau tertulis, termasuk melalui penerbitan dalam media massa.

Agen Penjual Efek Reksa Dana
Pihak yang melaksanakan penjualan Efek Reksa Dana berdasarkan kontrak kerja sama dengan Manajer Investasi pengelola Reksa Dana.

Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana
Orang perseorangan yang menerima izin dari Otoritas Jasa Keuangan untuk bertindak sebagai penjual Efek Reksa Dana.

Bank Kustodian
Bank yang bertindak sebagai Kustodian. Kustodian ialah pihak yang mempersembahkan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk mendapatkan dividen, bunga, dan hak-hak lain, menuntaskan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Perusahaan Efek
Perusahaan Efek ialah pihak yang melaksanakan kegiatan perjuangan dan mempunyai izin Otoritas Jasa Keuangan sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE), Perantara Pedagang Efek (PPE), dan atau Manajer Investasi (MI).

Database Perusahaan Efek menyediakan informasi lengkap terkena pihak-pihak yang sudah mendapatkan izin perjuangan sebagai Perusahaan Efek.

Adapun data dan informasi yang tercakup meliputi: 
Informasi umum (alamat, keanggotaan bursa, status, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor telepon/faksimili).

Izin yang dimiliki.
Wakil Perusahaan Efek
WAKIL PERUSAHAAN EFEK
Wakil Perusahaan Efek ialah orang perseorangan yang mempunyai izin Otoritas Jasa Keuangan sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek (PEE), Wakil Perantara Pedagang Efek (PPE), dan atau Wakil Manajer Investasi (MI).

Database Wakil Perusahaan Efek menyediakan informasi lengkap terkena pihak-pihak yang sudah mendapatkan izin orang perseorangan sebagai Wakil Perusahaan Efek.

Profesi Penunjang
Profesi Penunjang ialah pihak-pihak yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, yang persyaratan dan tata cara pendaftarannya diputuskan dengan peraturan pemerintah.

Profesi Penunjang ini terdiri dari Akuntan, Konsultan Hukum, Penilai, Notaris, dan Profesi Lain.

Akuntan
Akuntan ialah pihak yang bertugas menyusun, membimbing, mengawasi, menginspeksi, dan memperbaiki tata buku serta manajemen perusahaan atau instansi pemerintah.

Akuntan Publik
Akuntan ialah pihak yang sudah memperoleh izin dari Menteri Keuangan dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan yang bertugas menyusun, membimbing, mengawasi, menginspeksi, dan memperbaiki tata buku dan manajemen perusahaan atau instansi pemerintah.

Konsultasi Hukum
Konsultan Hukum ialah jago aturan yang mempersembahkan pendapat aturan kepada pihak lain dalam bentuk konsultasi, dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Penilai
Penilai ialah pihak yang mempersembahkan penilaian atas aset perusahaan dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Notaris
Notaris ialah pejabat umum yang berwenang membuat sertifikat otentik dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Profesi Lain
Profesi Lain pihak jasa profesi lain yang sanggup mempersembahkan pendapat atau penilaian sesuai dengan perkembangan pasar modal di masa menhadir dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Database Profesi Penunjang menyediakan informasi lengkap terkena pihak-pihak yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. 

Data dan informasi yang tercakup meliputi: 
1. Nomor Izin Usaha KAP
2. Alamat KAP
3. Nama Pimpinan
4. Kontak / email
5. Daftar Rekan

Konsultan Hukum Pasar Modal
Data dan informasi yang tercakup meliputi: 
1. Alamat Kantor Konsultan
2. Nama Rekan

Notaris Pasar Modal
Data dan informasi yang tercakup meliputi: 
1. Alamat Kantor
2. Wilayah Kerja
3. Nomor STTD
4. Sertifikasi

Penilai Terdaftar di Pasar Modal
Data dan informasi yang tercakup meliputi: 
1. Nomor STTD
2. Nomor Izin Usaha
3. Alamat Kantor
4. Jenis Kegiatan Usaha Penilai

LEMBAGA PENUNJANG
Lembaga Penunjang ialah institusi penunjang yang turut serta mendukung pengoperasian Pasar Modal dan bertugas dan berfungsi melaksanakan pelayanan kepada pegawai dan masyarakat umum.

Lembaga Penunjang ini terdiri dari Bank Kustodian, Biro Administrasi Efek, Wali Amanat, dan Pemeringkat Efek.

Bank Kustodian
Bank Kustodian ialah bank yang mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk bertindak sebagai pihak yang mempersembahkan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk mendapatkan deviden, bunga, dan hak-hak lain, menuntaskan transaksi Efek, serta mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

Persyaratan dan tata cara pemdiberian persetujuan bagi bank umum sebagai Kustodian diatur peraturan pemerintah.

Biro Administrasi Efek
Biro Administrasi Efek ialah perseroan yang sanggup menyelenggarakan kegiatan perjuangan berdasarkan kontrak dengan Emiten untuk pencatatan pemilikan Efek dan pertolongan hak yang berkaitan dengan Efek sebagai Biro Administrasi Efek dan sudah menerima izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Wali Amanat 
Wali Amanat ialah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang atau sukuk untuk melaksanakan penuntutan baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang berkaitan dengan kepentingan pemegang imbas bersifat utang atau sukuk tersebut tanpa surat kuasa khusus.

Kegiatan Perwaliamanatan dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak Lain yang diputuskan dengan peraturan pemerintah untuk sanggup menyelenggarakan kegiatan perjuangan sebagai Wali Amanat. Bank Umum atau Pihak Lain wajib terlebih lampau terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Adapun persyaratan dan tata cara registrasi Wali Amanat diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pengguna jasa Wali Amanat ditentukan dalam peraturan penerapan jasa Wali Amanat oleh Emiten dalam penerbitan imbas yang bersifat utang jangka panjang atau sukuk, mirip obligasi.

1. Larangan Wali Amanat 
Wali Amanat dihentikan mempunyai korelasi Afiliasi dengan Emiten kecuali korelasi Afiliasi tersebut terjadi lantaran kepemilikan atau penyertaan modal pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dan kepentingan Emiten di mana Wali Amanat mempunyai korelasi afiliasi.

Wali Amanat juga dihentikan mempunyai korelasi kredit dengan Emiten kecuali dalam jumlah sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dan kepentingan Wali Amanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten. Ketentuan ini bertujuan supaya Wali Amanat sanggup melaksanakan fungsinya secara independen sehingga sanggup melindungi kepentingan pemegang Efek bersifat utang atau sukuk secara terbaik.

Wali Amanat dihentikan merangkap sebagai penanggung dalam Emisi Efek bersifat utang atau sukuk yang sama. Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dengan kepentingan Wali Amanat selaku penanggung yang justru wajib memenuhi kewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dalam hal terjadi wanprestasi oleh Emiten.

2. Kewajiban Wali Amanat 
  • Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten sesuai dengan ketentuan yang diputuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
  • Wali Amanat wajib mempersembahkan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atau sukuk atas kerugian lantaran kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya, sebagaimana diatur dalam undang-undang dan atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan.
  • Sesudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan Wali Amanat wajib memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua Otoritas Jasa Keuangan terkena Laporan Wali Amanat dan kewajiban penyimpanan dokumen oleh Wali Amanat.
Pemeringkat Efek 
Perusahaan Pemeringkat Efek ialah Penasihat Investasi berbentuk Perseroan Terbatas yang melaksanakan kegiatan pemeringkatan dan mempersembahkan peringkat. Dalam melaksanakan kegiatannya, Perusahaan Pemeringkat Efek wajib terlebih lampau mendapatkan izin perjuangan dari Otoritas Jasa Keuangan.

Perusahaan Pemeringkat Efek wajib melaksanakan kegiatan pemeringkatan secara independen, bebas dari imbas pihak yang memanfaatkan jasa Perusahaan Pemeringkat Efek, obyektif, dan sanggup dipertanggungjawabankan dalam pemdiberian Peringkat. Perusahaan Pemeringkat Efek sanggup melaksanakan pemeringkatan atas obyek pemeringkatan sebagai diberikut: 

Efek bersifat utang, Sukuk, Efek Beragun Aset atau Efek lain yang sanggup diperingkat;

Pihak sebagai entitas (company rating), termasuk Reksa Dana dan Dana Investasi Real Estat Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

Dalam menjalankan usaspesialuntuk, Perusahaan Pemeringkat Efek wajib berdomisili dan melaksanakan kegiatan operasional di Indonesia. Selain itu, Perusahaan Pemeringkat Efek juga wajib mempunyai mekanisme dan metodologi pemeringkatan yang sanggup dipertanggungjawabankan, sistematis, dan sudah melalui tahapan pengujian serta dilaksanakan secara konsisten dan bersifat transparan. Selanjutnya, Perusahaan Pemeringkat Efek yang melaksanakan pemeringkatan atas undangan Pihak tertentu, wajib membuat perjanjian pemeringkatan dengan Pihak dimaksud. 

1. Kewajiban Pemeringkat Efek
Kewajiban Perusahaan Pemeringkat Efek sesuai dengan Peraturan Bapepam dan LK No. V.H.3 wacana Perilaku Perusahaan Pemeringkat Efek antara lain sebagai diberikut: 
  • Bersikap obyektif dan independen dalam melaksanakan kegiatan pemeringkatan.
  • Memiliki mekanisme dan metodologi tertulis sebagai pedoman dan prinsip dasar dalam setiap tahapan pada proses pemeringkatan termasuk jangka waktu penyelesaiannya.
  • Melakukan kaji ulang secara bersiklus paling kurang tiga (3) tahun sekali terhadap mekanisme dan metodologi pemeringkatan serta penerapannya, untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan obyektivitas proses pemeringkatan. Bertanggung jawaban atas setiap hasil Peringkat yang dikeluarkan.
  • Mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mencegah dikeluarkannya hasil Peringkat yang tidak mencerminkan kemampuan sebetulnya Pihak yang diperingkat dan atau Pihak yang Efeknya diperingkat.
  • Melakukan keterbukaan mekanisme dan metodologi pemeringkatan dengan pihak yang diperingkat, investor, partisipan pasar lainnya dan masyarakat.
  • Memantau entitas (company rating) dan atau Efek yang diterbitkan oleh Pihak yang diperingkat (instrument rating) secara terus menerus sesuai dengan mekanisme standar operasi pemeringkatan.
  • Mengkaji ulang secara bersiklus hasil Peringkat yang sudah dikeluarkan.
  • Mengungkapkan hasil pemutakhiran atas setiap hasil Peringkat yang dikeluarkannya sesuai dengan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam hal terdapat informasi yang material yang mengakibatkan perubahan hasil Peringkat.
  • Mempunyai Komite Pemeringkat dan pejabat kepatuhan. 
2. Larangan Pemeringkat Efek
Larangan Perusahaan Pemeringkat Efek sesuai dengan Peraturan Bapepam dan LK No. V.H.3 wacana Perilaku Perusahaan Pemeringkat Efek antara lain sebagai diberikut: 

Memdiberikan rekomendasi yang sanggup mempengaruhi keputusan investasi pemodal.

Baik secara implisit maupun eksplisit mempersembahkan kepastian dan atau jaminan atas hasil Peringkat tertentu sebelum selesainya proses pemeringkatan.

Melakukan kegiatan perjuangan yang tidak berkaitan dengan kegiatan pemeringkatan, kecuali kegiatan perjuangan yang diputuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Memdiberikan data dan atau informasi yang bersifat diam-diam yang dipakai untuk melaksanakan pemeringkatan dan atau untuk tujuan lain selain untuk keperluan kegiatan pemeringkatan kepada siapapun, kecuali sudah memperoleh persetujuan dari Pihak yang mempunyai data dan atau informasi diam-diam tersebut atau dalam rangka pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan atau Pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau untuk kepentingan peradilan.

Menentukan hasil Peringkat berdasarkan hal lain selain faktor-faktor yang relevan dengan obyek pemeringkatan.

Memdiberikan rekomendasi terkena struktur Produk Keuangan Terstruktur (structured finance product) yang sedang di peringkatnya, antara lain Efek Beragun Aset, Real Estate Investment (REITs).

Melakukan pemeringkatan suatu obyek pemeringkatan apabila:
  1. Efek yang akan diperingkat diterbitkan oleh Pihak yang mempunyai korelasi Afiliasi dengan Perusahaan Pemeringkat Efek, baik pribadi maupun tidak langsung;
  2. Perusahaan Pemeringkat Efek, komisaris, atau direkturnya mempunyai kepentingan atas Efek dan atau entitas yang akan diperingkat dalam waktu enam (6) bulan terakhir sebelum melaksanakan kegiatan pemeringkatan dan atau selama Perusahaan Pemeringkat Efek melaksanakan pemeringkatan; atau 
  3. Karyawan yang melaksanakan analisis pemeringkatan mempunyai kepentingan atas Efek dan atau Entitas yang akan diperingkat. 
  • Menetapkan syarat atau tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh Pihak yang meminta untuk diperingkat, supaya menghasilkan Peringkat tertentu.
  • Memdiberikan kompensasi kepada analis yang melaksanakan pemeringkatan dengan mendasarkan pada besarnya biaya pemeringkatan yang dibayar oleh Pihak yang diperingkat atau Pihak yang Efeknya diperingkat.
IKNB
ASURANSI
Asuransi ialah perjanjian antara penanggung dan tertanggung yang mewajibkan tertanggung membayar sejumlah premi untuk mempersembahkan penggantian atas risiko kerugian, kerusakan, kematian, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi atas insiden yang tak terduga.

Usaha perasuransian ialah kegiatan perjuangan yang bergerak di bidang: 
  • Usaha asuransi, yaitu perjuangan jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi mempersembahkan proteksi kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian lantaran suatu insiden yang tidak niscaya atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
  • Usaha penunjang perjuangan asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan jasa akturia.
Usaha perasuransian dilaksanakan oleh:
1. Perusahaan Asuransi: 
  • Perusahaan Asuransi Kerugian, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawaban aturan kepada pihak ketiga, yang timbul dari insiden yang tidak pasti.
  • Perusahaan Asuransi Jiwa, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
  • Perusahaan Reasuransi, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
2. Penunjang Usaha Asuransi: 
  • Perusahaan Pialang Asuransi, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
  • Perusahaan Pialang Reasuransi, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
  • Agen Asuransi, ialah seseorang atau tubuh aturan yang kegiatannya mempersembahkan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
  • Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
  • Perusahaan Konsultan Akturia, ialah perusahaan yang mempersembahkan jasa akturia kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu jadwal asuransi dan atau jadwal pensiun.
DANA PENSIUN
Dana Pensiun ialah tubuh aturan yang mengelola dan menjalankan jadwal yang menjanjikan manfaat pensiun.

Dana Pensiun terdiri dari:
  • Dana Pensiun Pemdiberi Kerja, ialah Dana Pensiun yang dibuat oleh orang atau tubuh yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemdiberi Kerja.
  • Dana Pensiun Lembaga Keuangan, ialah Dana Pensiun yang dibuat oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja berdikari yang terpisah dari Dana Pensiun pemdiberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
  • Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan, ialah Dana Pensiun Pemdiberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, dengan iuran spesialuntuk dari pemdiberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemdiberi kerja.
LEMBAGA PEMBIAYAAN
Lembaga Pembiayaan ialah tubuh perjuangan yang melaksanakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Lembaga Pembiayaan meliputi: 
  • Perusahaan Pembiayaan, ialah tubuh perjuangan yang khusus didirikan untuk melaksanakan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau perjuangan Kartu Kredit.
  • Perusahaan Modal Ventura, ialah tubuh perjuangan yang melaksanakan perjuangan pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang mendapatkan menolongan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pertolongan atas hasil usaha, dan
  • Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, ialah tubuh perjuangan yang didirikan khusus untuk melaksanakan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
Industri Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Khusus) meliputi beberapa lembaga atau perusahaan yang dibuat atau didirikan untuk melaksanakan kiprah dan fungsi yang bersifat khusus, umumnya berkaitan dengan upaya mendukung jadwal pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.

Lembaga atau perusahaan jasa keuangan tersebut adalah: 
1. Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit
Perusahaan Penjaminan Kredit ialah tubuh aturan yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan perjuangan pokoknya melaksanakan penjaminan kredit.

Pembentukan Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit dimaksudkan untuk memmenolong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengakses pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. 

2. Perusahaan Penjaminan Infrastruktur
Perusahaan Penjaminan Infrastruktur ialah persero yang didirikan untuk tujuan mempersembahkan penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, tubuh perjuangan di bidang infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur. 

3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ialah lembaga yang secara khusus dibuat untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong jadwal ekspor nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. 

4. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan
Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan ialah lembaga atau perusahaan yang dibuat dengan kiprah menyediakan kemudahan pembiayaan perumahan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat.

Saat ini, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), atau biasanya disingkat PT SMF (Persero) ialah satu-satunya Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang didirikan di Indonesia. 

5. Perusahaan Pegadaian
Perusahaan Pegadaian ialah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk memmenolong jadwal pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada perjuangan skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar aturan gadai dan fidusia. 

6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ialah lembaga yang didirikan dengan kiprah dan fungsi menyelenggarakan jadwal Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.

BPJS dibuat sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 

7. Lembaga Keuangan Mikr
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ialah lembaga keuangan yang secara khusus didirikan dengan maksud untuk mempersembahkan jasa pengembangan perjuangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam perjuangan skala mikro kepada anggotanya dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemdiberian jasa konsultasi pengembangan perjuangan yang tidak semata-mata mencari keuntungan. 

PERBANKAN
BANK UMUM
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 wacana Perbankan, Bank disebutkan sebagai tubuh perjuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Bank umum ialah bank yang melaksanakan kegiatan perjuangan secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya mempersembahkan jasa dalam kemudian lintas pembayaran.

Kegiatan Usaha Bank Umum
Kegiatan perjuangan yang sanggup dilaksanakan oleh Bank Umum: 
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memdiberikan kredit.
  • Menerbitkan surat ratifikasi utang.
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya
  • Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih usang daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Surat ratifikasi utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih usang dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
  • Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
  • Obligasi.
  • Surat dagang berjangka waktu hingga dengan satu (1) tahun.
  • Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu hingga dengan satu (1) tahun
  • Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan memakai surat, masukana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau masukana lainnya.
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melaksanakan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  • Menyediakan daerah untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  • Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
  • Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, perjuangan kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melaksanakan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak berperihalan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu Bank Umum sanggup pula:
  • Melakukan kegiatan dalam valuta absurd dengan memenuhi ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, mirip sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi tanggapan kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarikdanunik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ialah Bank yang melaksanakan kegiatan perjuangan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak mempersembahkan jasa dalam kemudian lintas pembayaran.

Kegiatan BPR jauh lebih sempit jikalau dibandingkan dengan kegiatan bank umum lantaran BPR dihentikan mendapatkan simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berikut perjuangan yang sanggup dilaksanakan oleh BPR: 
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memdiberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
BANK SYARIAH
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil mempersembahkan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. melaluiataubersamaini menyediakan bermacam-macam produk serta layanan jasa perbankan yang bermacam-macam dengan sketsa keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan sanggup dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penerapan aneka macam produk dan instrumen keuangan syariah akan sanggup merekatkan korelasi antara sektor keuangan dengan sektor riil serta membuat harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penerapan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan mempersembahkan bantuan yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

melaluiataubersamaini sudah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 wacana Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin mempunyai landasan aturan yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. melaluiataubersamaini progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan kiprah industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk mempersembahkan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam membuatkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 sudah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, aneka macam aspek sudah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi konkret industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, demam isu perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro mirip Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, mirip IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk mempersembahkan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh lantaran itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, mirip Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). melaluiataubersamaini demikian upaya pengembangan perbankan syariah ialah cuilan dan kegiatan yang mendukung pencapaian planning strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan samasukan pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang terang untuk menjawaban tantangan utama dan mencapai samasukan dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman kiprah perbankan syariah dalam kegiatan keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. melaluiataubersamaini kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi mempunyai kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia ialah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai cuilan dari solusi atas aneka macam permasalahan negeri.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia sudah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai taktik komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan gambaran gres perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta taktik komunikasi gres yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya aneka macam jadwal konkrit sudah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain ialah sebagai diberikut:

Pertama, menerapkan visi gres pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian sasaran asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian sasaran asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian sasaran asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, jadwal pencitraan gres perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning gres bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan sketsa yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya jago investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding ialah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, jadwal pemetaan gres secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi tiruana lapisan masyarakat dan tiruana segmen sesuai dengan taktik masing-masing bank syariah.

Keempat, jadwal pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang bermacam-macam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan pemberian jaenteng kantor yang luas dan penerapan standar nama produk yang praktis dipahami.

Kelima, jadwal peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang bisa memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta bisa mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, jadwal sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui aneka macam masukana komunikasi langsung, maupun tidak pribadi (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk mempersembahkan pemahaman wacana kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang sanggup dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dokumentasi wacana Perbankan Syariah: 
INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA
  • Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia ialah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
  • Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR ialah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak sanggup membuat uang giral, dan mempunyai jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usaspesialuntuk dianut dual bank system, yaitu bank umum sanggup melaksanakan kegiatan perjuangan bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada spesialuntuk sanggup melaksanakan kegiatan perjuangan bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
  • Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Oktober 2011

TUJUAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
  1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
  2. Pelaksana kebijakan moneter;
  3. Lembaga yang ikut berperan dalam memmenolong pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; supaya tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan bisa memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara masuk akal dan bermanfaa bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
  • Kebijakan mempersembahkan keleluasaan berusaha (deregulasi);
  • Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
  • Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
1. Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai diberikut:

2. Kewenangan mempersembahkan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk memutuskan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemdiberian izin oleh BI meliputi pemdiberian izin dan pencabutan izin perjuangan bank, pemdiberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemdiberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemdiberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan perjuangan tertentu.

3. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk memutuskan ketentuan yang menyangkut aspek perjuangan dan kegiatan perbankan dalam rangka membuat perbankan sehat yang bisa memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

4. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melaksanakan pengawasan bank melalui pengawasan pribadi (on-site supervision) dan pengawasan tidak pribadi (off-site supervision). Pengawasan pribadi sanggup berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran wacana keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan perjuangan bank. Pengawasan tidak pribadi yaitu pengawasan melalui alat pemantauan mirip laporan bersiklus yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila dibutuhkan BI sanggup melaksanakan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI sanggup menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan kiprah pemeriksaan.

5. Kewenangan untuk mengenakan hukuman (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan hukuman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur training supaya bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan kiprah pengawasan bank, dikala ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan memakai 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). melaluiataubersamaini adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun ialah upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga sanggup meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.

1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision) 
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa kemudian dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank sudah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar berdasarkan prinsip-prinsip kehati-hatian.

2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision) 
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko ialah pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). melaluiataubersamaini memakai pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank diseriuskan pada risiko-risiko yang menempel (inherent risk)pada kegiatan fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melaksanakan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko mempunyai siklus pengawasan sebagai diberikut :

Jenis-Jenis Risiko Bank :
  1. Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai tanggapan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
  2. Risiko Pasar : Risiko yang timbul lantaran adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang sanggup merugikan Bank. Variabel pasar antara lain ialah suku bunga dan nilai tukar.
  3. Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak bisa memenuhi kewajiban yang sudah jatuh waktu.
  4. Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
  5. Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan mirip tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
  6. Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan perjuangan Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
  7. Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan taktik Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
  8. Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
SISTEM INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA
:: Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI) 

SIMSPBI ialah sistem informasi terpadu untuk mendukung kiprah pengawasan, pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.

Tujuan dari penerapan SIM-SPBI ialah :
  • Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank;
  • Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan kiprah pengawasan dan pemeriksaan bank.
  • Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga sanggup meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
  • Megampangkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
  • Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
1. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), ialah sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan bisa mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi terkena kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper Test (FPT).

2. Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), ialah sistem informasi untuk meningkatkan tertib manajemen dan kegampangan pemantauan kiprah dalam rangka pemeriksaan tindak pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, sanggup dilakukan pemantauan terhadap perkembangan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank semenjak laporan penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang sudah dilakukan hingga dengan hasil simpulan pemeriksaan dimaksud.

3. Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan taktik pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga diharapkan sanggup mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan training bank. 

:: Sistem Informasi Debitur (SID)
SID ialah sistem yang menyediakan informasi terkena debitur baik perorangan maupun tubuh usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana yang diterima Bank Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan untuk memmenolong :

1. Bagi pemdiberi kredit, antara lain :
  • Memmenolong dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemdiberian kredit 
  • Mengurangi ketergantungan pemdiberi kredit kepada agunan konvensional.Pemdiberi kredit sanggup menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/pelengkap agunan.
2. Bagi akseptor kredit, antara lain :
  • Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit 
  • Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan menerima saluran yang lebih luas kepada pemdiberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
:: Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS-BPR ialah sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan bisa mengoptimalkan kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat diperolehnya informasi kondisi keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR), meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi SIMWAS BPR antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR, status BPR, cabut izin perjuangan dan likuidasi BPR.

Arah Kebijakan Perbankan
Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan dan Inklusif: Tantangan di tengah Gejolak Global (Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012)

Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution memberikan pidatonya pada pertemuan tahunan perbankan 23 November 2012, yang dihadiri oleh kalangan pimpinan DPR, para menteri bidang ekonomi, seluruh pimpinan perbankan, kalangan dunia usaha, dan sejumlah pimpinan lembaga internasional.

Dalam pidatonya, Dr. Darmin Nasution menekankan, di tengah prospek perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian, tantangan besar dikala ini ialah bagaimana menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan.

Menurut Dr. Darmin Nasution, sesungguhnya perekonomian Indonesia mempunyai modal dasar untuk terus tumbuh berkesinambungan, lantaran perekonomian Indonesia semakin teruji stabil, ditopang basis kelas menengah yang tengah tumbuh, serta ketersediaan ‘policy space’ yang cukup memadai untuk meredam risiko global. Bahkan, apabila Indonesia bisa menjawaban beberapa hambatan struktural-mikro, terutama ketersediaan infrastruktur dasar, diyakini Indonesia akan bisa tumbuh pada lintasan yang lebih tinggi lagi.

Namun, dikatakannya, dalam mengupayakan perekonomian yang tumbuh berkesinambungan tersebut, tidak sanggup dilupakan pemerataan saluran pada peluang bagi seluruh lapisan masyarakat. Ada alasan ekonomi yang obyektif rasional, bahwa strong growth is not necessarily inclusive. But, inclusive growth is a more sustained and optimal growth’.

Fakta menunjukkan, bahwa Indonesia dengan jumlah penduduknya yang demikian besar, lebih dari setengahnya ternyata belum terjamah saluran keuangan formal. Oleh lantaran itu, dalam konteks pertumbuhan inklusif inilah ke depan Bank Indonesia melihat pentingnya upaya-upaya di bidang perbankan untuk mempercepat ‘program keuangan inklusif’.

DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebetulnya belum mempunyai definisi baku yang sudah diterima secara internasional. Oleh lantaran itu, muncul beberapa definisi terkena SSK yang pada pada dasarnya menyampaikan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada dikala sistem tersebut sudah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari aneka macam sumber:
  • Sistem keuangan yang stabil bisa mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga sanggup mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.’
  • Sistem keuangan yang stabil ialah sistem keuangan yang berpengaruh dan tahan terhadap aneka macam gangguan ekonomi sehingga tetap bisa melaksanakan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.’
  • Stabilitas sistem keuangan ialah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.’
Arti stabilitas sistem keuangan sanggup dipahami dengan melaksanakan penelitian terhadap faktor-faktor yang sanggup mengakibatkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan sanggup dipicu oleh aneka macam macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya ialah kombinasi antara kegagalan pasar, baik lantaran faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri sanggup bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi mengakibatkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, penemuan produk keuangan semakin dinamis dan bermacam-macam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain sanggup mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga sanggup mengakibatkan semakin susahnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan menhadir. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis hingga seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga bisa melumpuhkan perekonomian.

PENTINGNYA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Sebagai cuilan dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga sanggup menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jikalau mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya.

Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998, dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, dibutuhkan waktu yang usang untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Krisis tahun 1998 ini menunjukan bahwa stabilitas sistem keuangan ialah aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap aneka macam gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.

Secara umum sanggup dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan sanggup mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:
  • Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter menjadi tidak efektif.
  • Fungsi intermediasi tidak sanggup berjalan sebagaimana mestinya tanggapan alokasi dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
  • Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan sikap gelagapan para investor untuk menarikdanunik dananya sehingga mendorong terjadinya kesusahan likuiditas.
  • Sangat tingginya biaya evakuasi terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik.
  • Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.
PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, kiprah utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan menyerupai dua sisi mata uang yang tidak sanggup dipisahkan. Kebijakan moneter mempunyai dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan ialah pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan ialah salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak sanggup berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara mendasar akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan tanggapan tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. INI yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih ialah kiprah dan tanggung jawaban Bank Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai lima kiprah utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima kiprah utama yang meliputi beberapa aspek kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

Pertama, Bank Indonesia mempunyai kiprah untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk bisa memutuskan kebijakan moneter secara tepat dan diberimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter mempunyai dampak pribadi terhadap aneka macam aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh lantaran itu, untuk membuat stabilitas moneter, Bank Indonesia sudah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia mempunyai kiprah vital dalam membuat kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan mirip itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan mempunyai pangsa yang lebih banyak didominasi dalam sistem keuangan. Oleh lantaran itu, kegagalan di sektor ini sanggup menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan aturan (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada memperlihatkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, mempunyai stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan aturan (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk membuat stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia sudah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan planning implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup fokus dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut sanggup menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia membuatkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang sanggup lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia mempunyai informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia sanggup mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia sanggup memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia sanggup membuatkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia mempunyai fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR ialah kiprah tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR meliputi beberapa aspek penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini spesialuntuk didiberikan kepada bank yang menghadapi dilema likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR sanggup diterapkan pada bank yang mengalami kesusahan likuiditas temporer namun masih mempunyai kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh lantaran itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

KERANGKA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh lantaran itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh dibutuhkan kerangka kerjasama dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan goresan kepentingan dari masing-masing lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini sanggup dijelaskan sebagai diberikut:

Misi dan Tujuan
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk mempersembahkan landasan yang terang bagi lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, kiprah ini sudah termasuk dalam kiprah pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Makara dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak sanggup terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.

Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dibutuhkan taktik monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut meliputi beberapa aspek koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.

1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Makara aneka macam instrumen dalam stabilitas sistem keuangan, tidak spesialuntuk ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan supaya setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam stabilitas sistem keuangan, sanggup terhindar dari perperihalan dan dampak negatif. Pengalaman di negara lain memperlihatkan bahwa koordinasi susah terjadi apabila fungsi pengawasan & pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jikalau pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka koordinasi sanggup dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum.

2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk bisa mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau sanggup membuat krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian sanggup dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan ialah kiprah bank sentral yang ialah satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi sasaran pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai agresi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini sanggup diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.

Indikator Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan
Indikator microprudential (​Agregat)
Indikator makroekonomi

Kecukupan modal
Pertumbuhan ekonomi
  • Rasio modal agregat
  • Tingkat pertumbuhan agregat
Kualitas Aset
  • Sektor ekonomi yang jatuh
- Bagi Kreditur
BOP
  • Konsentrasi kredit secara sektoral
  • Defisit neraca berjalan
  • Pinjaman dalam mata uang asing
  • Kecukupan cadangan devisa
  • Pinjaman terhadap pihak terkait, kredit macet (NPL) dan pencadangannya
  • Pinjaman luar negeri (termasuk struktur jangka waktu)
- Bagi Debitur
  1. Term of trade
  2. DER (rasio pinjaman thd modal), keuntungan perusahaan
  3. Komposisi dan jangka waktu aliran modal
Manajemen Sistem Keuangan yang Sehat
Inflasi
  • Pertumbuhan jumlah lembaga keuangan, dan lain-lain
  • Volatilitas inflasi
Pendapatan dan Keuntungan
Suku Bunga dan Nilai Tukar
  • ROA, ROE, dan rasio beban terhadap pendapatan
  • Volatilitas suku bunga dan nilai tukar
Likuiditas
  • Tingkat suku bunga domestik
  • Kredit bank sentral kpd Lemb.Keu, LDR, struktur jangka waktu aset dan kewajiban
  • Stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan
Sensitivitas terhadap risiko pasar
  • Jaminan nilai tukar
  • Risiko nilai tukar, suku bunga dan harga saham
Efek menular
Indikator berbasis pasar
  • Trade spillover
  • Harga pasar instrumen keuangan, peringkat kredit, sovereign yield spread, dll.
  • Korelasi pasar keuangan
Faktor-faktor lain
  • Investasi dan pemdiberian pinjaman yang terarah
  • Dana pemerintah pada sistem perbankan
  • Hutang jatuh tempo
3. Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat aneka macam langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, mirip International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya.

4. Manajemen Krisis 
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini meliputi mekanisme penyelesaian krisis dan kejelasan kiprah serta tanggung jawaban dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank ditetapkan dalam kesusahan misalnya, maka dibutuhkan langkah-langkah di bawah ini:

Institusi yang berwenang harus memutuskan apakah bank yang ditetapkan dalam kesusahan itu tergolong sistemik atau tidak.

Proses evakuasi harus diputuskan secara aturan mengingat adanya penerapan dana publik dalam proses evakuasi tersebut.

Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus diputuskan secara jelas.

JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ialah kerangka kerja yang melandasi pengaturan terkena skim asuransi simpanan, mekanisme pemdiberian kemudahan pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. melaluiataubersamaini demikian, samasukan JPSK ialah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan sanggup berfungsi secara normal dan mempunyai bantuan positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia sudah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang wacana Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara terang terkena kiprah dan tanggung-jawaban lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawaban untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawaban untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawaban untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.

Kerangka JPK tersebut sudah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada dikala ini masih dalam tahap pembahasan melaluiataubersamaini demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan yang berpengaruh bagi kebijakan dan peraturan yang diputuskan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK tiruana komponen JPSK diputuskan secara rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan pengawasan bank yang efektif; (2) lender of the last resort; (3) skim asuransi simpanan yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.

1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif 
Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif ialah jarring pengaman pertama dalam JPSK (first line of defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK sudah digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas system keuangan, serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang berlaku.

2. Lender of last Resort 
Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI sudah merumuskan secara lebih terang kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal spesialuntuk didiberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang mempunyai agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan dalam pemdiberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.

Untuk mengatasi kesusahan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort sanggup mempersembahkan kemudahan pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 wacana Bank Indonesia sebagaimana sudah diubah dengan Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang sudah disetujui dewan perwakilan rakyat tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last resort, sudah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember 2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai
Pengalaman memperlihatkan bahwa LPS ialah salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan tanggapan krisis semenjak tahun 1998 memang sudah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun penelitian memperlihatkan bahwa blanket guarantee tersebut sanggup mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang.

Sejalan dengan itu, sudah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor 24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya mempunyai dua tanggung jawaban pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi hingga dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.

4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif 
Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK supaya krisis sanggup ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK diputuskan kiprah dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian krisis, sehingga setiap lembaga mempunyai tanggung jawaban dan akuntabilitas yang jelas. melaluiataubersamaini demikian, krisis sanggup ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi.

Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu dibuat Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai cuilan dari kebijakan JPSK tersebut, sudah dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS wacana Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) sudah berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Namun, kebijakan tersebut tersebut meningkatkan beban anggaran negara dan berpotensi menimbulkan moral hazard oleh pihak pengelola bank dan nasabah bank. Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari jadwal penjaminan pemerintah tersebut, sudah didirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 wacana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 22 September 2004, LPS mempunyai dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melaksanakan penyelesaian atau penanganan bank yang tidak berhasil disehatkan atau bank gagal.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian, tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS sudah dimulai secara penuh pada semenjak tanggal 22 Maret 2007.

Apabila terdapat bank yang mengalami kesusahan keuangan dan gagal disehatkan kembali sehingga harus dicabut izin usaspesialuntuk, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut hingga jumlah tertentu, sebagaimana diputuskan. Adapun simpanan nasabah yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. melaluiataubersamaini adanya penjaminan simpanan nasabah bank oleh LPS, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan sanggup tetap terpelihara.

FORUM STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) ialah forumkoordinasi, kerja sama dan pertukaran informasi antara otoritas yang berkepentingan dalam pemeliharaan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Forum ini sangat dibutuhkan terutama dalam menghadapi risiko atau dampak sistemik, yang penyelesaiannya menuntut kebijakan dan pengambilan keputusan bersama secara efektif dan responsif. FSSK dibuat pada tanggal 30 Desember 2005, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

Empat fungsi pokok FSSK, yakni :
  1. Menunjang pelaksanaan kiprah Komite Koordinasi dalam proses pengambilan keputusan terhadap Bank Bermasalah yang ditengarai sistemik;
  2. Melakukan koordinasi dan tukar menukar informasi untuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan ketentuan di bidang perbankan, lembaga keuangan non bank, dan pasar modal;
  3. Membahas aneka macam permasalahan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga yang berkecimpung dalam sistem keuangan yang berpotensi sistemik berdasarkan informasi dari otoritas pengawas lembaga keuangan;
  4. Mengkoordinasikan pelaksanaan atau persiapan inisiatif tertentu di sektor keuangan.
Untuk megampangkan pelaksanaan keempat fungsi di atas, FSSK dikelompokkan dalam tiga jenjang, yakni:
  1. Forum Pengarah, bertugas mempersembahkan instruksi kepada Forum Pelaksana terkena fungsi pokok FSSK. Forum Pengarah terdiri dari 7 orang anggota, yakni 3 orang setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) Departemen Keuangan, 3 orang anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan 1 orang Kepala Eksekutif LPS.
  2. Forum Pelaksana, bertugas melaksanakan fungsi pokok FSSK sesuai instruksi dari Forum Pengarah terdiri dari 14 orang anggota, yakni 6 orang Direktur di Departemen Keuangan, 6 orang Direktur Bank Indonesia, dan 2 orang Direktur LPS.
  3. Tim Kerja, berfungsi menunjang kelancaran kiprah Forum Pengarah dan Forum Pelaksana, beranggotakan pejabat-pejabat dari Departemen Keuangan, BI dan LPS yang dibuat berdasarkan tawaran dari masing-masing lembaga dan keputusan Forum Pengarah.
Arsitektur Perbankan Indonesia
PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR PERBANKAN NASIONAL
"Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan"

Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola perjuangan maupun risiko, membuatkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usaspesialuntuk guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi jadwal penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut sanggup dilakukan dengan membuat business plan yang memuat sasaran waktu, cara dan tahap pencapaian.

Teknik pencapaiannya melalui:
  1. Penambahan modal gres baik dari shareholder usang maupun investor baru;
  2. Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru;
  3. Penerbitan saham gres atau secondary offering di pasar modal;
  4. Penerbitan subordinated loan
Dalam waktu sepuluh hingga limabelas tahun ke depan jadwal peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:

2 hingga 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta mempunyai modal di atas Rp50 triliun;
3 hingga 5 bank nasional yang mempunyai cakupan perjuangan yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta mempunyai modal antara Rp10 triliun hingga dengan Rp50 triliun;

30 hingga 50 bank yang kegiatan usaspesialuntuk terserius pada segmen perjuangan tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut mempunyai modal antara Rp100 miliar hingga dengan Rp10 triliun;

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan perjuangan terbatas yang mempunyai modal di bawah Rp100 miliar.

PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PENGATURAN PERBANKAN
"Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional"

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut sanggup dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara sedikit demi sedikit dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia sudah sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia sudah mempunyai sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang sudah melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya.

PROGRAM PENINGKATAN FUNGSI PENGAWASAN
"Menciptakan industri perbankan yang berpengaruh dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai ketahanan dalam menghadapi risiko"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas di negara lain.

PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN
"Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan sanggup meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua hingga lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.

PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERBANKAN
"Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat"
Program ini bertujuan untuk membuatkan masukana pendukung operasional perbankan yang efektif mirip credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan memmenolong perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan saluran kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan sudah tersedia infrastruktur pendukung perbankan yang mencukupi.

PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH
"Mewujudkan pemberdayaan dan proteksi konsumen jasa perbankan"

Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua hingga lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut sanggup meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.

PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA (PAPI)
Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan oleh Ikatan Akuntan Indonesia terhadap beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang dikala ini berlaku, maka PAPI yang ialah penjabaran lebih lanjut dari PSAK yang relevan untuk industri perbankan juga perlu disesuaikan, termasuk pembiasaan terkait dengan penerbitan PSAK No. 50 (Revisi 2006) wacana Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) wacana Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, yang akan berlaku semenjak 1 Januari 2010.

PAPI disusun dengan kerjasama antara Bank Indonesia, perbankan, dan Ikatan Akuntan Indonesia. melaluiataubersamaini PAPI diharapkan sanggup terjadi peningkatan transparansi kondisi keuangan bank sehingga laporan keuangan bank menjadi semakin relevan, komprehensif, andal, dan sanggup diperbandingkan.

Pemberlakuan PAPI 2008 diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 wacana Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu kepada PSAK yang berlaku.

Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (Revisi 2008)
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Buku 2 (564kb, zip)
Tambahan Ilustrasi Dan Penjelasan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Buku 1 (313kb, zip)
Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (446kb)

Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang
PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU DAN PPT) 
Sebagai salah satu upaya untuk mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan ke dalam industri perbankan, Bank Indonesia sudah menerbitkan ketentuan terkait dengan pembersihan uang semenjak tahun 2001 terkena Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Selanjutnya ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi dengan standar internasional yang lebih komprehensif untuk mencegah dan memberantas pembersihan uang dan/atau pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi tersebut juga dipakai oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan jadwal APU dan PPT. Terdapat pembiasaan terminologi dari sebelumnya memakai terminologi “KYC” menjelma terminologi “CDD/Customer Due Dilligence”

Seiring dengan perkembangan produk, kegiatan dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks dikhawatirkan sanggup meningkatkan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawaban untuk memakai produk/jasa bank dalam memmenolong tindak kejahatannya, Untuk itu, supaya penerapan bank sebagai masukana pembersihan uang dan pendanaan terorisme sanggup diminimalisir, dibutuhkan peranan bank yang lebih besar dari sebelumnya yaitu dengan menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif. Penerapan jadwal APU dan PPT oleh bank tidak saja penting untuk pemberantasan pembersihan uang, melainkan juga untuk mendukung penerapan prudential banking yang sanggup melindungi bank dari aneka macam risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi dan risiko operasional.

Selain itu, dalam rangka mewujudkan rezim APU dan PPT yang lebih optimal, Bank Indonesia senantiasa secara aktif dan berkesinambungan melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) dan universitas.

BANK DALAM PENGAWASAN KHUSUS (SPECIAL SURVEILLANCE)
Program restrukturisasi perbankan nasional sudah dilaksanakan melalui langkah-langkah antara lain pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), jadwal penjaminan Pemerintah, dan jadwal rekapitalisasi perbankan. Dalam perkembangannya masih terdapat Bank yang dinilai mengalami kesusahan yang sanggup membahayakan kelangsungan usaspesialuntuk dan atau sistem perbankan nasional.

Sehubungan dengan itu terhadap Bank dimaksud perlu dilakukan langkah-langkah tertentu mirip pengawasan intensif dan pengawasan khusus, supaya sistem perbankan yang sehat sanggup tercipta secara efektif. Bagi Bank yang masih mempunyai prospek untuk menjadi sehat perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyehatan atau bagi Bank yang mustahil lagi sanggup disehatkan perlu dilakukan langkah-langkah penyelesaian. Oleh lantaran itu perlu diputuskan persyaratan dan kriteria yang terang serta transparan terkena tingkat kesusahan Bank dalam kegiatan usaspesialuntuk, serta langkah-langkah koordinasi dan mekanisme yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi perbankan nasional. Langkah-langkah koordinasi antara Bank Indonesia dengan BPPN dalam rangka restrukturisasi perbankan nasional antara lain dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara Gubernur Bank Indonesia dan Ketua BPPN.

Sesuai dengan jadwal rekapitalisasi perbankan, maka pada simpulan tahun 2001 perbankan diwajibkan untuk memenuhi rasio kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau lebih besar dari 8% (delapan perseratus).

:: Strategi Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam rangka menjalankan kiprah pengawasan, Bank Indonesia memutuskan beberapa jenis pengawasan yang didasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu yaitu:
  1. Pengawasan Normal (Rutin)
  2. Pengawasan Intensif (Intensive Supervision)
  3. Pengawasan Khusus (Special Surveillance)
Dalam prakteknya, Bank Indonesia juga tetap mengawasi Bank Dalam Penyehatan (BDP), dan memantau penyelesaian kewajiban dari Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), serta Bank Dalam Likuidasi (BDL) yang diputuskan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

:: Pendekatan Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam menjalankan taktik pengawasan tersebut di atas, pendekatan pengawasan yang dilakukan terbagi atas dua jenis kegiatan yaitu pengawasan tidak pribadi (off site supervision) dan pengawasan pribadi (on site examination). Secara ringkas, pengawasan tidak pribadi ialah tindakan pengawasan dan analisis yang dilakukan berdasarkan laporan bersiklus (regulatory reports) yang disampaikan oleh Bank, informasi dalam bentuk komunikasi lain serta informasi dari pihak lain. Sementara itu, pengawasan pribadi dilakukan dengan cara melaksanakan pemeriksaan pada Bank untuk mereview dan mengevaluasi tingkat kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam kedua jenis pendekatan pengawasan tersebut di atas analisis kondisi Bank, dikala ini dan diwaktu yang akan hadir (forward looking).

:: Pengawasan Normal
Pengawasan ini dilakukan terhadap Bank yang memenuhi kriteria tidak mempunyai potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usaspesialuntuk. Umumnya, frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi Bank dilakukan secara normal sedangkan pemeriksaan terhadap jenis Bank ini dilakukan secara bersiklus atau sekurang-kurangnya setahun sekali.

:: Pengawasan Intensif
Pengawasan intensif ini dilakukan Bank yang memenuhi yang mempunyai potensi kesusahan yang sanggup membahayakan kelangsungan usaspesialuntuk. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara lain:
  1. Meminta Bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.
  2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian planning kerja dengan pembiasaan terhadap samasukan yang akan dicapai.
  3. Meminta Bank untuk menyusun planning tindakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
  4. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank, apabila diperlukan.
Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa Bank tersebut sanggup diklasifikasikan sebagai Bank yang mempunyai kesusahan yang sanggup membahayakan kelangsungan usaspesialuntuk, maka Bank tersebut selanjutnya diputuskan sebagai Bank dengan status Pengawasan Khusus. Disamping itu, apabila diperlukan, intensitas pemeriksaan pribadi pada Bank pada umumnya meningkat terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja berdasarkan komitmen dan planning perbaikan yang disampaikan manajemen Bank kepada Bank Indonesia.

:: Pengawasan Khusus
Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesusahan yang membahayakan kelangsungan usaspesialuntuk. Terhadap Bank dengan status Pengawasan Khusus ini maka beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain:
  1. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk mengajukan planning perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis kepada Bank Indonesia.
  2. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan (mandatory supervisory actions).
  3. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk melaksanakan tindakan antara lain: 
  • mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;
  • menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank;
  • melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
  • menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban Bank;
  • menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak lain;
  • menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban Bank kepada bank atau pihak lain; dan atau
  • membekukan kegiatan perjuangan tertentu Bank.
Adapun larangan dan pembatasan bagi Bank dalam Pengawasan Khusus, antara lain:
  1. Bank dihentikan melaksanakan pembayaran distribusi modal (pertolongan deviden atau pemdiberian bonus);
  2. Bank dihentikan melaksanakan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang diputuskan oleh Bank Indonesia;
  3. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset;
  4. Bank dihentikan melaksanakan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi;
  5. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait;
Selain tindakan perbaikan Bank yang diwajibkan tersebut, Bank Indonesia juga Bank yang sudah diputuskan dengan status Bank dalam Pengawasan Khusus pada homepage Bank Indonesia. Sebaliknya, dalam rangka keseimbangan informasi kepada publik, maka apabila kondisi Bank membaik dan tidak terkategori sebagai Bank dalam Pengawasan Khusus, maka Bank Indonesia juga akan mengumumkannya.

Jangka waktu Bank dengan status Pengawasan Khusus ialah paling usang tiga bulan bagi Bank yang tidak terdaftar pada Pasar Modal atau enam bulan bagi Bank yang terdaftar pada Pasar Modal (listed Banks). Jangka waktu tersebut sanggup diperpanjang dan perpantidakboleh sanggup didiberikan terbaik satu kali dan paling usang tiga bulan. Pertimbangan perpantidakboleh tersebut terutama yang berkaitan dengan proses aturan yang dibutuhkan antara lain perubahan anggaran dasar, pengalihan hak kepemilikan, proses perizinan, dan proses kaji tuntas oleh investor gres (due diligence).

Pada umumnya frekuensi dan intensitas pengawasan dan pemeriksaan meningkat terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja dan komitmen serta kewajiban Bank yang diperintahkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya berdasarkan analisis dan pemantauan dimaksud, apabila diketahui bahwa kondisi Bank semakin memburuk, maka terdapat dua alternatif resolusi Bank dimaksud, yaitu Bank diserahkan kepada BPPN dengan status Bank Dalan Penyehatan (BDP) atau Bank Beku Kegiatan Usaha.

:: Bank Dalam Penyehatan
Bank sanggup diputuskan dengan status Bank Dalam Penyehatan apabila Bank tersebut dinilai masih mempunyai potensi untuk sanggup diperbaiki terutama dari aspek permodalan. Selama proses penyehatan Bank oleh BPPN, komunikasi dan kerjasama antara Bank Indonesia dengan BPPN intensif dilakukan terutama yang berkaitan dengan perkembangan indikator utama kinerja Bank, antara lain kinerja permodalan, rasio likuiditas (Giro Wajib Minimum), non-performing loan, ketentuan prudensial (BMPK, PDN, PPAP), dan indikasi pencapaian planning kerja. Apabila kondisi membaik dan jadwal penyehatan sudah selesai dilakukan atau ditetapkan berhasil, maka status BDP dicabut dan Bank diserahkan kembali kepada Bank Indonesia untuk dilakukan pengawasan yang diperlukan. Sebaliknya, apabila kondisi Bank semakin memburuk, status BDP sanggup menjelma Bank Beku Kegiatan Usaha.

:: Bank Beku Kegiatan Usaha
Bank diputuskan dengan status Bank Beku Kegiatan Usaha apabila Bank memenuhi persyaratan bahwa kondisi Bank menurun sangat tajam atau jadwal penyehatan BPPN atas Bank Dalam Penyehatan (BDP) tidak sanggup diselesaikan oleh Bank dalam jangka waktu yang disahkan atau berdasarkan pertimbangan BPPN, jadwal penyehatan tidak sanggup dilaksanakan meskipun jangka waktu yang disahkan belum terlampaui. Selanjutnya dalam hal BPPN sudah selesai melaksanakan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk penyelesaian Bank dengan status BBKU, penyelesaian diberikutnya dilakukan tahapan-tahapan pencabutan izin usaha, pembubaran tubuh hukum, serta likuidasi Bank.

KONSUMEN
EDUKASI
Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) dibuat dalam rangka melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan mirip manipulasi dan aneka macam bentuk pengpetangan dalam kegiatan jasa keuangan, sesuai Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Bidang EPK Otoritas Jasa Keuangan ini bertugas meningkatkan pemahaman masyarakat dan konsumen terkena Lembaga Jasa Keuangan (LJK) serta produk dan jasa yang ditawarkan di industri keuangan, sehingga dengan demikian tingkat pengetahuan terkena industri keuangan akan meningkat dan pada balasannya akan meningkatkan tingkat utilitas dan kepercayaan masyarakat serta konsumen terhadap lembaga dan produk jasa keuangan di Indonesia (financial well-literate).

Sesuai Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK, OJK berwenang melaksanakan tindakan pencegahan kerugian demi melindungi konsumen dan masyarakat yang meliputi:
  • Edukasi
  • Pelayanan Pengaduan Konsumen
  • Pembelaan Hukum
EPK OJK menyelenggarakan jadwal edukasi dan sosialisasi yang menjadi cuilan dari kiprah edukasi dan proteksi konsumen. Kegiatan ini diselenggarakan di aneka macam kota serta mengundang aneka macam lapisan masyarakat, mirip ibu rumah tangga, pengusaha kecil, pedagang, dan para akademisi (mahasiswa dan dosen).

Aktivitas sosialisasinya meliputi:
  • Produk Keuangan
  • Pengelolaan Keuangan
  • Lembaga Jasa Keuangan
  • Investasi Ilegal
  • misal sosialisasi edukasi ini ialah untuk:
  • Mengupas keuntungan dan risiko dari investasi
  • Mengungkap modus operandi penipuan berkedok investasi
  • Membeberkan bentuk umum produk diduga ilegal yang sering ditawarkan
  • Mengupas karakteristik umum produk diduga ilegal
  • Mengungkap bermacam-macam metode penjualan produk diduga ilegal
INDUSTRI KEUANGAN NON BANK
Regulasi Asuransi
Regulasi Asuransi memaparkan sejumlah aturan dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Regulasi Dana Pensiun
Regulasi Dana Pensiun memaparkan sejumlah aturan dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Regulasi Lembaga Keuangan Lain
Regulasi Lembaga Keuangan Lain memaparkan sejumlah aturan dalam bentuk Undang-undang,Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 wacana Usaha Perasuransian

LihatTutupKomentar