BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menghadapi era global yang diperkirakan ketat dengan persaingan disegala bidang kehidupan, khususnya dunia kerja yang semakin kompetitif, tidak ada alternatif lain selain berupaya meningkatkan kualitas sumber daya insan melalui upaya peningkatan mutu pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Guna tercapainya tujuan dimaksud selain harus didukung pengembangan jadwal dan kurikulum serta aneka macam macam model penyelenggaraan pembelajaran siswa yang sudah diamanatkan oleh Undang-undang No.20 tahun 2003 ihwal sistem pendidikan nasional serta dipengaruhi perubahan perkembangan yang semakin cepat, maka peningkatan mutu atau kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh guru yang profesional atau dalam perkataan lain profesionalisme guru ialah pilar utama dalam peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Adler (1982) dalam buku Peningkatan Profesionalisme Guru SD oleh Ibrahim Bafadal (2003: 4), guru ialah unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Guru ialah unsur manusiawi yang sangat akrab hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah. Dalam latar pembelajaran di sekolah pernyataan tersebut sangat tergantung kepada tingkat profesionalisme guru. Jadi, diantara keseluruhan komponen pada sistem pembelajaran di sekolah ada sebuah komponen yang paling esensial dan paling menentukan kualitas pembelajaran yaitu guru. Oleh lantaran itu, tidak berlebihan kiranya bilamana dihipotesiskan bahwa peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah mustahil ada tanpa peningkatan profesionalisme para gurunya.
Mengingat betapa pentingnya kiprah guru dalam pendidikan khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan, maka perlu diketahui bagaimana guru dikatakan profesional, bagaimana implementasinya dalam kegiatan berguru mengajar, serta bagaimana upaya-upaya yang sanggup dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dilema yang akan dibahas dalam kajian ini yakni sebagai diberikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan profesionalisme guru ?
2. Bagaimana metode mengajar guru yang profesional?
3. Bagaimana meningkatkan profesionalisme guru?
C. Tujuan dan Manfaat Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian profesionalisme guru.
2. Untuk mengetahui metode mengajar guru yang profesional.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah meningkatkan profesionalisme guru.
Adapun Manfaat pembahasan kajian ini yakni sebagai diberikut:
Sebagai masukana untuk menambah acuan dan materi kajian dalam khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan dan untuk penelitian lanjutan terkena efek kreativitas guru dalam proses berguru mengajar dan akomodasi berguru yang belum dikaji dalam penelitian ini. Selain itu diharapakan sanggup memdiberikan sumbangan bagi pihak pembaca dalam perjuangan meningkatkan hasil berguru siswa dengan mempersembahkan informasi terkena hasil berguru mata pelajaran produktif, dilihat dari sudut pandang kreativitas guru dalam proses berguru mengajar.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika dibagi menjadi 3 bab sebagai diberikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari: latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat kajian; sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini mengkaji ihwal profesionalisme guru, bagaimana metode mengajar guru yang profesional dan bagaimana upaya meningkatkan kemampuan guru biar menjadi profesional.
BAB III : KESIMPULAN
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari: latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat kajian; sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini mengkaji ihwal profesionalisme guru, bagaimana metode mengajar guru yang profesional dan bagaimana upaya meningkatkan kemampuan guru biar menjadi profesional.
BAB III : KESIMPULAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Guru Profesional
Guru sebagai tenaga pendidik ialah tenaga yang harus ada pada suatu negara. Karena mereka jugalah yang nantinya akan menjadi penentu maju mundurnya suatu bangsa. Guru inilah yang akan mewariskan kebudayaan, sebagai komponen yang menentukan tingginya kualitas sumber daya manusia, sebagai distributor pelopor untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat menuju yang lebih baik. Melalui pendidikan yang didiberikan kepada generasi muda dalam hal ini yakni penerima didik, seorang guru akan senantiasa menjadi panutan dalam setiap tindakan anak didiknya. Mereka akan menuruti apa yang sudah diajarkan oleh gurunya.
Oleh lantaran itu guru tersebut harus senantiasa mempunyai kemampuan dan keahlian untuk mengatur, membimbing, dan mengarahkan anak didik dengan sebaik-baiknya. Guru yang mempunyai kemampuan menyerupai itulah yang dikatakan sebagai guru profesional. Dalam buku Peningkatan Profesionalisme Guru SD oleh Ibrahim Bafadal (2003: 5), Rice dan Bishprick sebut bahwa guru profesional yakni guru yang bisa mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari.
Profesionalisasi guru oleh kedua pasangan penulis tersebut dipandang sebagai salah satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain menjadi mengarahkan diri sendiri. Peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMBS) mempersyaratkan adanya guru-guru yang mempunyai pengetahuan luas, kematangan, dan bisa menggerakkan dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Memang benar apabila seorang guru yang bisa mengelola diri sendiri bisa dikatakan profesional, lantaran apabila ia sudah bisa mengelola dirinya sendiri maka ia juga akan bisa mengelola orang lain. Namun apabila seorang guru saja tidak bisa mengelola dirinya sendiri maka bagaimana bisa ia mengelola orang lain. Guru yang bisa mengelola dirinya sendiri akan berusaha meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
Sedangkan Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut mempunyai kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya yakni seseorang akan bekerja secara profesional bilamana mempunyai kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara profesional bilamana spesialuntuk memenuhi salah satu di antara dua persyaratan di atas.
Sedangkan berdasarkan pengertian lain, guru profesional yakni guru yang jago dibidangnya mempunyai pendidikan dan memperoleh petes yang sesuai dengan bidangnya, melaksanakan proses berguru dan mengajar di kelas/ sekolah yang menjadi tanggungjawabannya, mengetahui secara persis apa yang mesti dilakukan dalam membimbing, mengajar, membina dan melatih penerima didik, sehingga kegiatan proses berguru mengajar sanggup terealisasi dengan sebaik-baiknya sesuai sasaran yang sudah diprogramkan (Soeyadi, 2005: 23). Untuk pengertian yang lebih lanjut, dikatakan bahwa guru memang harus jago dibidangnya. Apabila guru spesialuntuk mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi tanpa disertai keahlian yang memadai maka justru akan merugikan orang lain. Karena mengingat guru di sini sebagai panutan bagi penerima didik. Apabila apa yang sudah ia sampaikan tidak sesuai dengan kenyataan maka akan menjadi suatu kesalahan yang fatal dan akan merugikan orang lain.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai gambaran yang baik di masyarakat apabila sanggup menawarkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya (Soetjipto dan Kosasi, 2000: 42). Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memdiberi kode dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, kawan-kawannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun banyak teori ihwal guru profesional, namun dalam kaitan dengan implementasi peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah, berdasarkan teori-teori tersebut, hingga pada kesimpulan bahwa guru yang profesional yakni guru yang mempunyai visi yang tepat dan aneka macam agresi inovatif.
B. Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Banyak alasan yang mendasari mengapa profesionalisme guru itu perlu ditingkatkan, lantaran ini berafiliasi pribadi dengan upaya peningkatan mutu pendidikan. Apabila diinginkan suatu hasil pendidikan yang berkarakter maka tiruana komponen yang terkait dengan pendidikan tersebut juga harus ditingkatkan salah satunya yaitu guru.
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru sanggup ditinjau dari aneka macam sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, aneka macam metode dan media gres dalam pembelajaran sudah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian sasaran kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah, sehingga bisa berbagi pembelajaran yang sanggup membawa anak didik menjadi lulusan yang berkarakter tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan profesional guru perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.
Suatu contoh, disaat ini banyak guru yang memakai media LCD dalam kegiatan berguru mengajar, apabila guru tersebut tidak menguasai teknologi maka ia akan tertinggal oleh guru-guru yang memang menguasai IPTEK, ia spesialuntuk menulis di papan kemudian para siswa mencatat. Selain itu, di era menyerupai ini banyak informasi-informasi yang disajikan lewat internet. Apabila guru gagap teknologi maka ia akan ketiggalan informasi yang seharusnya wajib ia ketahui.
Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional guru ialah hak setiap guru. Artinya, setiap pegawai berhak mendapat pelatihan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, kiprah belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Pemenuhan hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-baiknya, guru tidak spesialuntuk semakin bisa dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, mempunyai moral atau semangat kerja yang tinggi, dan berdisiplin.
Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak acara pembelajaran di sekolah yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung risiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung risiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru memakai bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, menyerupai peledakan materi kimia, tersentuh jaenteng listrik, dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya aneka macam kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pelatihan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu.
Keempat, peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka administrasi peningkatan mutu berbasis sekolah. sepertiyang ditegaskan bahwa salah satu ciri implementasi administrasi peningkatan mutu berbasis sekolah yakni kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan profesional kepada dirinya.
Jadi, dari uraian di atas sudah terang bahwa peningkatan profesionalisme guru memang sangat penting, baik ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan moral kerja, dari keselamatan kerja serta dalam rangka administrasi peningkatan mutu berbasis sekolah.
C. Metode Pembelajaran Guru Profesional
Penerapan sikap keprofesionalime guru sanggup diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut bisa menerapkan metode pembelajaran yang ialah cara untuk menyajikan, menguraikan, memdiberi contoh, dan memdiberi tes kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu yaitu proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang sanggup dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, menyerupai metode ceramah, diskusi, tanya jawaban, demonstrasi, penampilan, metode studi mandiri, pembelajaran terprogaram, tes sesama kawan, simulasi, karya wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden, seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain.
Seorang guru kadang kala merasa kaku dalam mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu secara sempit dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca. Metode pembelajaran ialah cara untuk menyampaikan, menyajikan, memdiberi tes, dan memdiberi pola pelajaran kepada siswa. melaluiataubersamaini demikian metode sanggup dikembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang berpengalaman ia sanggup menyuguhkan materi kepada siswa, dan siswa simpel menyerapkan materi yang disampaikan oleh seorang guru secara tepat dengan memepergunakan metode yang dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode sanggup dipergunakan secara variatif, dalam arti kata tidak monoton dalam satu metode.
Dalam proses berguru mengajar, guru dihadapkan untuk menentukan metode-metode dari sekian banyak metode yang sudah dijumpai para jago sebelum ia memberikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun dalam hal ini seorang guru tidak asal menentukan metode pembelajarannya tetapi harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan diantaranya harus memperhatikan tujuan pembelajaran, pengetahuan pertama siswa, bidang studi/pokok bahasan/aspek, alokasi waktu dan masukana penunjang, jumlah siswa serta pengalaman dan kewibawaan pengajar (Yamin, 2006: 148).
Penentuan tujuan pembelajaran ialah syarat mutlak bagi guru dalam menentukan metode yang akan dipakai di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran ialah samasukan yang hendak dicapai pada simpulan pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Samasukan tersebut sanggup terwujud dengan memakai metode-metode pembelajaran. Misalnya, seorang guru Olahraga & Kesehatan menetapkan tujuan pembelajaran biar siswa sanggup mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik dan benar.
Pengetahuan pertama sanggup berasal dari pokok bahasan yang akan diajarkan, kalau siswa tidak mempunyai prinsip, konsep dan fakta atau mempunyai pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum sanggup dipergunakan metode yang bersifat berguru mandiri, penampilan, tes dengan kawan, sumbang masukan, praktikum, bermain kiprah dan lain-lain. Untuk mengetahui pengetahuan pertama siswa biasanya guru sanggup melaksanakan pretes tertulis maupun tanya balasan dipertama pelajaran. Begitu juga dengan bidang studi harus diperhatikan. Program pendidikan akademik yang bidang studinya berkaitan dengan keterampilan, maka metode yang akan dipakai lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan psikomotorik maka metode yang pergunakan lebih cocok ke metode demonstrasi dan lain-lain.
Mengenai alokasi waktu dan masukana penunjang juga ialah pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran lantaran apabila guru memakai metode yang kurang tepat maka proses berguru mengajar akan menjadi terhambat. Selain itu hal terpenting lainnya yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode pengajaran yakni jumlah siswa. Jumlah siswa ini sangat menentukan efektif atau tidaknya proses pembelajaran di kelas. Apabila ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang lebih efektif, di samping metode ceramah guru sanggup melaksanakan tanya jawaban, dan diskusi.
Di bawah ini digambarkan sinkronisasi antara metode dengan kemampuan yang akan dicapai berdasarkan indikator yang sudah dirancang atau disahkan oleh guru atau guru bersama siswa. Nantinya diharapkan guru, pelatih dan pelatih sanggup menentukan metode apa yang paling tepat dengan mempertimbangkan jumlah siswa, alat, fasilitas, biaya, dan waktu.
No. | METODE | KEMAMPUAN YANG AKAN DICAPAI BERDASARKAN INDIKATOR |
1. | Ceramah | Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur. |
2. | Demonstrasi | Menjelaskan suatu ketrampilan berdasarkan standart mekanisme tertentu. |
3. | Tanya jawaban | Mendapatkan umpan balik/partisipasi/menganalisis |
4. | Penampilan | Melakukan suatu ketrampilan. |
5. | Diskusi | Menganalisis/memecahkan masalah. |
6. | Studi Mandiri | Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/ Mengevaluasi/melakukan sesuatu baik yang bersifat kognitif maupun psikomotor |
7. | Kegiatan pembelajaran terprogram | Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur |
8. | Latihan bersama kawan | Melakukan sesuatu ketrampilan |
9. | Simulasi | Menjelaskan/menerapkan/menganalisais suatu konsep dan prinsip. |
10. | Pemecahan masalah | Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu |
Seorang guru yang profesional akan bisa menyesuaikan kondisi yang tepat pada ketika kegiatan berguru mengajar berlangsung. Mereka akan bisa menerapkan metode apa yang tepat untuk didiberikan kepada anak didiknya. Mereka yang profesional akan terlihat dari bagaimana cara mereka menyajikan materi kepada para siswa. Jadi, melalui implementasi metode pembelajaran ini sanggup diketahui bagaimanakah guru yang profesional dalam hal penguasaan cara mengajar.
D. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Telah ditegaskan di muka betapa pentingnya guru profesional dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Pertanyaannya kini yakni upaya-upaya apa yang sanggup dipakai dalam rangka meningkatkan profesionalisme? Atau apa yang sanggup dilakukan dalam upaya membuat guru menjadi berpengetahuan luas, mempunyai kematangan yang tinggi, bisa menggerakkan sendiri, memilki daya abstraksi dan komitmen yang tinggi, lebih kreatif, dan mandiri?
Guru profesional seharusnya mempunyai empat kompetisi, yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial (Riva, Dede M, 2007). Oleh lantaran itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga mempunyai pengetahuan bijak dan sanggup bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen ialah bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) mempunyai bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) mempunyai komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan adat mulia, (3) mempunyai kualifikasi akademik dan latar pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) mempunyai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan bidang tugas, (5) mempunyai tanggung balasan atas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) mempunyai peluang untuk berbagi keprofesionalan secara berkelanjutan dengan berguru sepanjang hayat, (8) mempunyai jaminan derma aturan dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan, (9) memilki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kiprah keprofesionalan guru (Undang-Undang Dasar ihwal Guru dan Dosen, 2006: 7).
Bila kita mencermati prinsip-prinsip di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di Indonesia masih mempunyai titik lemah pada hal-hal diberikut (1) kualifikasi dan latar belakang tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak diantara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, (2) tidak mempunyai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial. Oleh lantaran itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga mempunyai pengetahuan bijak dan sanggup bersosialisasi dengan baik, (3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Sementara ini guru berprestasi dan tidak berprestasi mendapat penghasilan yang sama.
Memang benar kini terdapat jadwal sertifikasi, namun jadwal tersebut tidak mempersembahkan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi spesialuntuk sanggup diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang kesannya akan berpotensi subyektif, (4) kurangnya peluang untuk berbagi profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri dan karir. Hal itu sanggup dilihat dengan munculnya beasiswa yang didiberikan kepada guru dan tidak adanya jadwal kecerdasan guru, contohnya dengan adanya tuntidakboleh buku referensi, petes bersiklus dan sebagainya.
Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well artinya guru haruslah orang yang mempunyai insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami penerima didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus mempunyai sikap integritas profesional. melaluiataubersamaini integritas, barulah seorang guru menjadi teladan. Menyadari banyaknya guru yang belum memenui kriteria profesional, guru dan penanggung balasan pendidikan harus mengambil langkah kongkrit.
Hal-hal yang sanggup dilakukan diantaranya (1) penyelenggaraan petes. Dasar profesionalisme yakni kompetensi, sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan, caranya tiada lain dengan petes, (2) pelatihan sikap kerja. Studi-studi psikologi semenjak zaman Max Weber dipertama kala ke 20 dan penelitian-penelitian administrasi 20 tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada aneka macam wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh sikap insan terutama sikap kerja, (3) penciptaan waktu luang. Waktu luang sudah usang menjadi sebuah bab proses pembudidayaan.
Salah satu tujuan pendidikan yakni mengakibatkan insan makin menjadi “penganggur terhormat”, dalam arti semakin mempunyai banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas ( mind) dan kepribadian (personal), (4) peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan bisa membangun insan muda dengan penuh percaya diri, guru harus mempunyai kesejahteraan yang cukup.
Menurut Supratno (2006: 10), untuk lebih mendukung tercapainya peningkatan kemampuan profesionalisme guru, pemerintah dalam hal ini Depdiknas senantiasa secara periodik memfasilitasi kegiatan melalui:
- Peningkatan kualitas guru melalui penyelenggaraan penyetaraan disetiap jenjang pendidikan.
- Peningkatan kemampuan profesionalisme guru melalui kegiatan penataran/petes bekerja sama dengan lembaga-lembaga kebijaksanaan sehat atau diklat.
- Memotifasi pengembangan kelompok kerja guru melalui PKG, PSB SPKG, PPPG dan sebagainya.
- Penyesuaian penataan/ pemerataan jumlah guru dalam aneka macam jumlah studi/mata pelajaran guna memenui kebutuhan kurikulum.
- Mensubsidi menolongan tenaga guru serta melaksanakan pelatihan mutu guru pada setiap sekolah khususnya sekolah swasta.
- Melakukan pelatihan karir guru sesuai jabatan fungsional guru.
- Secara periodik berusaha meningkatkan guru melalui aneka macam cara atau terobosan.
BAB III
KESIMPULAN
Profesionalisme guru sangat diharapkan dalam peningkatan mutu pendidikan, lantaran guru ialah salah satu komponen yang sangat penting dalam proses berguru mengajar. Apabila tenaga pengajar ini bisa dengan profesional melaksanakan tugasnya maka kualitas penerima didik juga akan baik. Setiap guru harus mengetahui bagaimana guru dikatakan profesional, lantaran dengan pengetahuan tersebut guru bisa menyesuaikan keadaan yang ada pada dirinya, dalam arti apabila guru tersebut merasa dirinya kurang profesional maka diharapkan ia akan berusaha meningkatkan keprofesionalisme dirinya.
Peningkatan profesionalisme guru ini sangat penting demi terwujudnya sumber daya yang berkarakter yang sanggup diandalkan. Seorang guru yang professional sanggup dilihat dari implementasinya dalam memakai metode pembelajaran pada proses kegiata berguru mengajar. Profesionalisme guru sanggup ditingkatkan melalui aneka macam upaya baik itu melalui kegiatan seminar, petes, adanya sertifikasi, melalui kegiatan penyuluhan dan lain-lain.
Upaya-upaya peningkatan profesionalitas guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas dan dievaluasi secara obyektif. Seharusnya yang melaksanakan upaya peningkatan profesionalisme guru ini tidak spesialuntuk para kepala sekolah maupun pemerintah tetapi yang paling menentukan yaitu guru yang bersangkutan. Walaupun sudah diikutkan petes atau sudah disupervisi tanpa disertai kemauan dan kesadaran dari guru yang bersangkutan, maka tiruana kegiatan yang dilakukan akan sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Riva, Dede M. Oktober 2007. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru. (Online).
Soeryadi, DM. November, 2005. Profesionalisme Guru Merupakan Pilar Utama dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Media, hlm 23-24.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Supratno, Haris. 2006. Peran Strategis LPTK dan Sertifikasi. Media
Undang-Undang Dasar Nomor 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
Yamin, Martinis. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jambi: Gaung Persada Press.