-->
Pengertian Crowdfunding
2.1 Pengertian Crowdfunding
Dalam aneka macam literatur, salah satunya oleh Hemer (2011), terminologi crowdfunding dikatakan sebagai “derivatif” dari tren yang terlebih lampau muncul yaitu crowdsourcing. Andriansyah, et al. (2009) meyatakan bahwa crowdsourcing sendiri ialah terminologi yang berasal dari abreviasi “crowd” (masyarakat) dan “outsourcing” (alih daya). melaluiataubersamaini demikian, untuk mendapatkan pengertian menyeluruh akan crowdfunding, maka akan dibahas mulai dari outsourcing, crowdsourcing dan kemudian crowdfunding.

2.1.1 Outsourcing
Istilah outsourcing atau “alih daya” ialah fenomena yang umum terutama sekitar 15 tahun belakangan ini. sepertiyang disiratkan oleh namanya, alih daya yaitu konsep yang mengalihkan pekerjaan dari suatu perusahaan, institusi atau organisasi ke perusahaan, institusi, organisasi atau individu pihak ketiga lainnya. Sebagai contoh, sekitar tahun 2003, vendor-vendor besar mirip Microsoft, SunMicrosystem, IBM, dan Hewlet-Packard mengalihkan pekerjaan non-critical mirip pengujian dan pendeteksian celah atas produk mereka (bug/loop-hole testing) kepada perusahaan di India dan Cina. Model alih daya ini ditengarai mempersembahkan banyak keuntungan, antara lain mendukung tumbuh dan berkembangnya perusahaan-perusahaan gres yang mempunyai spesialisasi khusus, memungkinkan perusahaan berserius pada bisnis utamanya (core business proposition), serta memungkinkan penghematan biaya. 

Pada pertamanya, penerapan alih daya banyak menekankan pada manfaat penghematan biaya. Namun demikian, tatanan global sudah sedemikian terbuka dan kompetitif sehingga bukan spesialuntuk biaya yang harus dihemat, melainkan juga harus mengedepankan tingkat penerimaan (acceptability), kesesuaian (compatibility), keandalan (reliability) dan inter­-operabilitas. melaluiataubersamaini demikian, efisiensi tidak spesialuntuk bersumber dari penghematan biaya namun juga dengan rasio pendapatan perusahaan yang lebih besar lagi serta serius pada korelasi dengan pasar (market-focus). Karena itu, beberapa konsep yang pada pertamanya dipandang sebelah mata mulai dilirik secara lebih fokus, antara lain open system, mirip open source atau open standard, serta co-creation. Meskipun tidak diketahui pasti, namun Andriansyah, et al. (2009) mempersembahkan dugaan bahwa kedua konsep alihdaya tersebut turut mengkatalisasi metode sourcing selanjutnya yakni “crowdsourcing”.

2.1.2 Crowdsourcing
Diartikan secara per kata, crowdsourcing terdiri atas dua komponen, yaitu: crowd, yang berarti kerumunan orang, dan sourcing, yang berarti sumberdaya. Bila digabungkan, maka terjemahan bebasnya sanggup diartikan sebagai sesuatu sistem atau konsep sumber daya berbasis kerumunan (Andriansyah, et al., 2009). Secara lebih spesifik, crowdsourcing didefinisikan sebagai suatu aktifitas atau tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau institusi yang mengambil salah satu fungsi pekerjaan atau kiprah yang seharusnya dilakukan oleh karyawannya menjadi disebarluaskan secara terbuka dan bebas untuk orang banyak atau kerumunan yang terkoneksi dengan jaenteng komputer, dalam hal ini Internet (Howe, 2009).

Meskipun crowdsourcing belum banyak dijadikan subjek riset akademis, beberapa riset teknologi informasi menyatakan bahwa crowdsourcing ialah penggalan dari popularitas komunitas online (virtual communities) dan situs-situs jejaring sosial (Boyd dan Ellison, 2008; Utz 2009). Keseluruhan riset menyatakan bahwa situs jejaring sosial menyediakan saluran bagi masyarakat untuk bergabung dalam sebuah komunitas online (Boyd dan Ellison, 2008) dan dengan demikian menjembatani interaksi sosial yang lebih luas (Utz, 2009).

Untuk memahami konsep crowdsourcing secara lebih komprehensif, pada umumnya literatur membagi pengertian crowdsourcing menjadi dua konsep, yaitu:
a. Konsep Umum
Konsep umum crowdsourcing yaitu adanya pelibatan yang tidak terbatas dan tanpa memandang riwayat pendidikan, kewargguagaraan, agama, amatir atau professional, bagi setiap orang yang ingin mempersembahkan kontribusinya atau solusinya atas suatu permasalahan yang dilemparkan oleh individu, perusahaan atau institusi. Kontributor sanggup dibayar (mendapatkan upah atau reward), mendapatkan royalti, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa kontributor mempersembahkan kontribusi secara cuma-cuma atau tidak dibayar. Ilustrasi dari mekanisme crowdsourcing sanggup dilihat pada Gambar 2.1 di halaman diberikut.

Studi kasus sanggup digunakan untuk sanggup memahami konsep crowdsourcing. Salah satu website yang secara nyata mengilustrasikan konsep umum crowdsourcing yaitu iStock Photo (www.istockphoto.com). iStockPhoto yaitu sebuah laman web penyedia, pemediasi tukar-menukar, serta penjual gambar dan foto yang umumnya dibutuhkan para desainer grafis. Website ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan desainer grafis atas pasokan gambar atau foto yang sanggup menunjang karya mereka, dimana kualitas gambar atau foto yang sanggup diunduh melalui internet umumnya mempunyai resolusi rendah. Sebaliknya, undangan foto kepada fotografer professional membutuhkan biaya yang sangat mahal. iStockPhoto menjawaban gap ini dengan menyediakan gambar atau foto dengan resolusi sangat tinggi yang sanggup diunduh dengan kimasukan harga USD 1 - 5 per foto. Menariknya, koleksi foto dalam website tersebut berasal dari kurang lebih 22.000 kontributor yang mempunyai aneka macam latar belakang profesi, bukan spesialuntuk fotogafer (baik profesional maupun amatir), melainkan juga mahasiswa, insinyur, dokter, penari, hingga ibu rumah tangga. Konsep iStockPhoto mewakili konsep umum dari crowdsourcing ini, yaitu dimana aneka macam orang dari aneka macam latar belakang keahlian, usia, bangsa, negara dan ras berkumpul dan membentuk suatu kelompok “maya” (cyber community) yang saling diberinteraksi dan bertransaksi dengan mempublikasikan konten dalam suatu wadah situs web.

Pada beberapa literatur lainnya, mekanisme crowdsourcing juga banyak dicontohkan sebagai media penyebaran konten, dimana kontributor membagikan konten tanpa menerima imbalan apapun, contohnya SourceForge.net, Download.com, 4shared.com atau yang terkenal dari Indonesia, yaitu Indowebster.com.

a. Konsep Khusus
Konsep khusus crowdsourcing yaitu suatu perusahaan atau institusi ingin mendapatkan solusi atas permasalahan yang mereduksi birokrasi dengan biaya yang rendah dibandingkan dengan membayar tenaga kerja secara konvensional, sedemikian hingga permasalahan sanggup ditangani secara cepat, tepat dan hemat biaya, yang pada alhasil baik secara pribadi maupun tidak pribadi akan meningkatkan daya saing perusahaan atau institusi tersebut.

Secara sederhana, konsep khusus crowdsourcing diinterpretasikan sebagai suatu perusahaan yang memperkerjakan karyawan gres dari kerumunan tanpa dipusingkan dengan urusan-urusan tambahan, dan memperkerjakan karyawan secara parsial dan temporal sesuai dengan kebutuhan penanganan dilema yang diharapkan baik dalam bentuk kerumunan pribadi atau disederhakan dalam bentuk kelompok yang lebih kecil (peer) (Andriansyah, et al., 2009).

melaluiataubersamaini demikian, perbedaan utama dari outsourcing dan crowdsourcing terletak pada mekanisme pendelegasiannya. Pada outsourcing, pekerjaan dialihkan kepada kontraktor yang terikat secara kontrak, terperinci deskripsi kiprah serta tanggungjawabannya, serta terperinci benefit dan pembayarannya kepada kedua belah pihak. Sebaliknya pada crowdsourcing, pengalihan kiprah didiberikan kepada sebuah grup yang besar dan tak terkira, biasa disebut komunitas, melalui undangan terbuka (open call). melaluiataubersamaini demikian, agresi kontribusi ini bermetamorfosis bentuk produksi sekawan (peer production).

Konsep khusus crowdsourcing pada pertamanya dilakukan untuk proyek-proyek organisasi nirlaba mirip OpenSource dan Wikipedia, dimana para kontributornya bersedia untuk meluangkan waktu dan ilham dalam proyek tanpa dibayar. Menariknya, dikala ini banyak pihak-pihak (dan bahkan para professional) yang bersedia untuk terlibat dalam proyek-proyek yang tolong-menolong komersil namun melalui mekanisme crowdsourcing (dimana kontribusi belum tentu dibayar). 

Beberapa perusahaan dan institusi multinasional sudah memanfaatkan konsep crowdsourcing untuk kepentingan perusahaanya masing-masing. Sebagian akan dibahas dalam rangka memperluas pemahaman tentang konsep crowdsourcing itu sendiri.

i. Bidang Hiburan
Saluran televisi VH1 dan induknya Viacom memakai crowdsourcing dengan membeli situs web penyimpanan klip video iFilm senilai 49 juta USD dan menggarap viral video, yakni video internet yang melibatkan kerumunan untuk kontennya. Salah satu jadwal yang berhasil yaitu Web Junk Contest yang berhasil mendapatkan 12.000 video klip dari kontestan secara online. 

ii. Bidang Riset & Pengembangan
1. InnoCentive 
InnoCentive yaitu laman web yang bertujuan untuk memeroleh “sumberdaya akal” di luar perusahaan. Pada pertamanya InnoCentive berserius pada bidang farmasi, namun kemudian menentukan serius yang umum sehingga perusahaan sanggup mem-post masalahnya di situs web InnoCentive biar dicarikan solusinya oleh kerumunan.

Perusahaan mirip Boeing, DuPont, Procter & Gamble (P&G) turut serta mengemukakan permasalahan penting perusahaan di situs InnoCentive untuk dipecahkan oleh kerumunan. InnoCentive akan membayar pemecah dilema antara 10.000 hingga 100.000 USD per solusi, dan perusahaan yang menaruh permasalahannya di InnoCentive juga membayar fee kepada situs tersebut. Sejak pertama kali diluncurkan ke masyarakat, 30% dari dilema yang diposkan ke situs InnoCentive berhasil dipecahkan.

1. Colgate-Palmolive
Produsen peralatan rumah tangga dan kesehatan asal Amerika Serikat ini pernah mengemukakan bahwa pihaknya mempunyai dilema dalam menyuntikkan tepung fluoride ke dalam tabung pasta gigi tanpa menyebar keluar. Permasalahan ini terpecahkan melalui internet oleh seorang ahli, Edward Melcarek, C.E.T., Ph.D, yang mengusulkan penambahan daya listrik pada dikala penyuntikkan.

2. P&G
Pada tahun 2000, Procter & Gamble Company, yang sering disingkat P&G, melaksanakan penilaian terhadap biaya riset perusahaan terhadap peningkatan penjualan produk. Hasilnya, biaya riset meninggi sedangkan penjualan cenderung tetap. Sebagai langkah improvisasi produk, administrasi memutuskan untuk mencoba crowdsourcing dimana Koreksi dan masukan konsumen diolah menjadi penemuan produk. melaluiataubersamaini adanya mekanisme crowdsourcing, persentasi penemuan P&G mengingkat dari 15% menjadi 50%. Enam tahun setelah melibatkan crowdsourcing, 35% komponen kritis produk berasal dari inisiatif pihak luar perusahaan dan peningkatan produktifitas meningkatkan produktifitas riset dan pengembangannya menjadi 60%.

2.1.1.1 Kelebihan dan Kekurangan Crowdsourcing
Menurut Adriansyah et. al. (2009), terdapat beberapa kelebihan dan belum sempurnanya crowdsourcing,
2.1.1 Crowdfunding
2.1.1.1 Sejarah
Terminologi “crowdfunding” pertama kali digagaskan oleh Michael Sullivan, spesialis eksperimen digital (digital experimenter), pada tahun 2006. Saat itu, Sullivan sedang meluncurkan proyek portal videoblog yang didiberi nama “fundavlog”. Proyek ini mempunyai bagan pendanaan sederhana berbasis web yang dideskripsikan sebagai “pendanaan berdasarkan timbal-balik (reciprocity), transparansi, kepentingan bersama (shared-interest) dan, di atas tiruananya, berasal dari khalayak masyarakat” (Gobble, 2012). Tiga tahun sesudahnya, terminologi ini gres dikenal luas dan digunakan oleh media Amerika setelah keberhasilan Kickstarter.com pada tahun 2009.

2.1.1.2 Definisi
Terminologi crowdfunding belum secara baku diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia ditandai dengan belum dimilikinya padanan kata ini dalam Bahasa Indonesia. Dalam portal crowdfunding Patungan.net, crowdfunding diterjemahkan sebagai “pendanaan oleh khalayak” sedangkan situs Patungan.net menentukan untuk menerjemahkan crowdfunding sebagai “urun daya”.

Mengacu pada konsep Sullivan pada sub penggalan 2.1.3.1, maka crowdfunding atau pendanaan oleh khalayak atau urun daya sanggup diartikan sebagai suatu inisiatif pengumpulan dana yang diajukan oleh individu/tim/organisasi/entitas untuk mewujudkan suatu proyek. Ciri khas dari crowdfunding yaitu pengumpulan dana bernominal kecil hingga sedang dari banyak orang untuk suatu kepentingan yang umumnya menarikdanunik hati banyak orang (Ordanini, 2009). Pengertian yang kurang lebih sama juga disampaikan oleh Barrette (2011) yang mendefinisikan crowdfunding sebagai pendekatan keuangan kolektif yang memungkinkan individu-individu mengumpulkan sumberdaya yang dimiliki untuk mendanai suatu proyek yang diminati. 

Disamping definisi yang bersifat umum sebagaimana di atas, terdapat peneliti dan praktisi yang mendefinisikan crowdfunding ke dalam perspektif yang lebih spesifik, yaitu melihat crowdfunding terutama sebagai produk dari kemajuan teknologi Web 2.0 dan media sosial. Definisi yang lebih spesifik ini disebut sebagai working definition, atau definisi yang berkembang pada suatu fenomena baru, yang umumnya diajukan oleh peneliti ataupun praktisi. Penelitian Hemer (2011), merekomendasikan definisi Lambert/Schwienbacher (2010) terhadap crowdfunding, yaitu:

[…] “Crowdfunding involves an open call, essentially through the Internet, for the provision of financial resources either in form of donations (without rewards) or in ex-change for some form of reward and/or voting rights in order to support initiatives for specific purposes.”

Hal senada disampaikan oleh Wade (2013), yang menyatakan definisi crowdfunding sebagai:
[…] proses pengumpulan modal, biasanya melalui internet, untuk mendanai perjuangan pribadi dengan mengumpulkan sejumlah kecil uang dari beberapa penyandang dana yang menyebarkan minat dan ideologi yang sama. 
Kedua definisi di atas mempersembahkan pementingan khusus pada kiprah internet dalam crowdfunding. Dalam definisi praktisi, kiprah internet dalam definisi crowdfunding semakin nyata. Canada Media Fund (2012) mempersembahkan definisi crowdfunding dengan pementingan kepada kiprah sosial media, sebagai diberikut:

[…] Crowdfunding is the raising of funds through the collection of small contributions from the general public (known as the crowd) using the Internet and social media.

Firma audit dan konsultan keuangan berbasis di Inggris, Deloitte Touche Tohmatsu, semakin spesifik mengasosiasikan crowdfunding sebagai produk dari teknologi Web 2.0, yaitu sebagai “website yang memungkinkan banyak individu memdiberi santunan finansial bagi suatu proyek, dimana individu pendukung mempersembahkan kontribusi kecil, biasanya kurang dari 1% dari total dana terkumpul” (Deloitte, 2013). melaluiataubersamaini demikian, sebagaimana juga dikatakan oleh Hemer (2011), makna “crowd” dalam crowdsourcing maupun crowdfunding merujuk pada masyarakat yang memakai internet (internet community).

2.1.1.3 Jenis-Jenis Crowdfunding
Meskipun media dan literatur ilmiah banyak berserius pada kiprah crowdfunding sebagai alternatif dari forum pembiayaan (venture capital) tradisional, terdapat lebih banyak konsep terkena crowdfunding yang perlu ditelusuri. Faktanya, terdapat empat kategori khas (distinct categories) dari crowdfunding, dilihat dari tipe portal dan dana yang dikumpulkan. Penelitian Massolution (2013) dan Deloitte (2013) membagi kategori crowdfunding sesuai dengan karakteristik bisnisnya sebagai diberikut-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"Times New Roman","serif"; color:black'>). iStockPhoto yaitu sebuah laman web penyedia, pemediasi tukar-menukar, serta penjual gambar dan foto yang umumnya dibutuhkan para desainer grafis. Website ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan desainer grafis atas pasokan gambar atau foto yang sanggup menunjang karya mereka, dimana kualitas gambar atau foto yang sanggup diunduh melalui internet umumnya mempunyai resolusi rendah. Sebaliknya, undangan foto kepada fotografer professional membutuhkan biaya yang sangat mahal. iStockPhoto menjawaban gap ini dengan menyediakan gambar atau foto dengan resolusi sangat tinggi yang sanggup diunduh dengan kimasukan harga USD 1 - 5 per foto. Menariknya, koleksi foto dalam website tersebut berasal dari kurang lebih 22.000 kontributor yang mempunyai aneka macam latar belakang profesi, bukan spesialuntuk fotogafer (baik profesional maupun amatir), melainkan juga mahasiswa, insinyur, dokter, penari, hingga ibu rumah tangga. Konsep iStockPhoto mewakili konsep umum dari crowdsourcing ini, yaitu dimana aneka macam orang dari aneka macam latar belakang keahlian, usia, bangsa, negara dan ras berkumpul dan membentuk suatu kelompok “maya” (cyber community) yang saling diberinteraksi dan bertransaksi dengan mempublikasikan konten dalam suatu wadah situs web.

a. Basis Pinjaman (Consumer Lending atau Lending-based)
Crowdfunding berbasis pinjaman sangatlah mirip dengan mekanisme pinjaman pada umumnya, dimana individu sanggup meminjam uang kepada suatu proyek dengan ekspektasi pengembalian. Bentuk-bentuk crowdfunding basis pinjaman yang umum adalah:
1. Perjanjian Pinjaman Tradisional (Traditional Lending Agreement)
Pada crowdfunding jenis ini terdapat termin standar dan tingkat bunga. Mekanisme crowdfunding ini sanggup dikatakan sangat mirip dengan mekanisme institusi keuangan dimana perusahaan meminjamkan sejumlah uang (bernominal kecil) dengan tingkat bunga yang cukup tinggi bagi debiturnya. Beberapa situs crowdfunding jenis ini juga serupa dengan payday lending companies yang mempersembahkan pinjaman kepada pelanggan dengan sejarah kredit yang buruk. Di Indonesia sendiri, praktik ini mirip dengan praktik rentenir (dikelola oleh individual dan dalam sektor informal) sedangkan bila dikelola oleh sektor keuangan formal, praktik ini mirip dengan personal loan.

2. Forgivable Loan
Dana dikembalikan kepada lender (pemdiberi pinjaman) spesialuntuk bila satu dari dua kondisi sudah terpenuhi: (a) bila dan ketika proyek mulai menghasilkan pendapatan atau (b) bila dan ketika proyek mulai memperoleh laba. 

3. Pre-Sales (Pre-Selling atau Pre-Ordering)
Dalam model ini, pencari dana meminta dana sebagai modal untuk memproduksi sesuatu. Dana dikembalikan kepada donor dalam bentuk produk simpulan yang dijanjikan sesuai dengan nominal dana yang didiberikan. Umumnya, semakin besar dana yang didiberikan, maka semakin banyak atau semakin berkarakter produk simpulan yang didiberikan.

Menurut Massolution (2013), consumer lending atau lending-based crowdfunding global berhasil menjaring dana sebesar USD 522 Juta pada tahun 2011. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kampanye proyek-proyek crowdfunding basis pinjaman memperoleh kesuksesan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan crowdfunding basis ekuitas (lebih cepat memperoleh sasaran dana). Pada tahun 2013, Deloitte memprediksi pinjaman melalui crowdfunding meningkat menjadi 1.4 Milyar USD, atau meningkat sebesar 50% dibandingkan tahun 2012. misal dari crowdfunding basis pinjaman adalah: www.somolend.com, www.lendingclub.com, www.prospector.com

a. Basis Donasi (Donation-based)
sepertiyang tersirat pada namanya, crowdfunding basis kontribusi yaitu jenis crowdfunding yang dilandaskan oleh donasi, filantropi, dan sponsorship dimana tujuan utamanya yaitu mencari sumbangan. Jenis ini sering disebut sebagai micro-patronage. Dalam crowdfunding jenis ini, para donatur berkontribusi dalam suatu proyek tanpa mempunyai ekspektasi pengembalian dana yang sudah dikontribusikannya. Portal crowdfunding yang menjalankan model kontribusi umumnya mempersembahkan penghargaan (reward), hadiah (gift), atau cinderamata (token) untuk menstimulasi individu biar menyumbang pada suatu proyek. melaluiataubersamaini demikian, tidak jarang pengertiannya tumpang-tindih (overlapping) dengan crowdfunding basis hadiah (reward-based).

Dari segi nominal, program-program crowdfunding basis kontribusi meminta kontribusi yang sangat kecil dari para donaturnya (kurang dari USD 10 pada portal crowdfunding internasional atau minimal Rp. 10.000,- pada portal crowdfunding Indonesia). Karena jumlahnya yang kecil, maka donatur biasanya tidak mengharapkan pengembalian atas donasinya tersebut. Meskipun tidak diwajibkan mempersembahkan imbalan, umumnya portal crowdfunding basis kontribusi mempersembahkan ucapan terimakasih kepada para donatur secara langsung. Sebagai contoh yaitu kartu ucapan terimakasih, plakat meliputi nama-nama para penyumbang, lukisan karya pasien rumah sakit, dan sebagainya.

Crowdfunding basis kontribusi yaitu bentuk paling umum dijumpai di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, terutama dikarenakan oleh peraturan pemerintah dan peraturan pasar modal yang tidak melegalkan kegiatan keuangan melalui internet. Deloitte (2013) memprediksi bahwa pasar ini sanggup mengumpulkan USD 500 Juta pada tahun 2013.
a. Basis Hadiah (Reward-based)
Jenis crowdfunding basis hadiah sering dioperasikan bersamaan dengan crowdfunding basis donasi. Pada jenis ini, jumlah kontribusi yang akan didiberikan individu sudah dipaketkan sesuai dengan hadiah yang akan didiberikan. Hadiah sanggup berupa pencantuman nama pada kredit proyek, penamaan (acknowledgements) pada merchandise, peluang untuk bertemu dengan creator proyek, undangan untuk menghadiri jadwal khusus yang berkaitan dengan proyek, contohnya pesta peluncuran atau penayangan premier film, dan sebagainya.

Pemdiberian hadiah ini bervariasi dan umumnya semakin besar sumbangan yang didiberikan, semakin banyak atau semakin berkarakter hadiah yang didiberikan. misal dari crowdfunding basis hadiah adalah: www.rockethub.com, www.wujudkan.com (juga basis donasi). Deloitte Touche Tohmatsu memprediksi bahwa kategori ini sanggup mengumpulkan lebih dari 700 juta USD pada tahun 2013.

a. Basis Ekuitas (Equity-based)
Kegiatan crowdfunding basis ekuitas ibarat acara investasi ekuitas umum, dimana seorang individu memperoleh kepemilikan (ekuitas) pada sebuah entitas sebagai imbalan atas dana yang didiberikannya. Meskipun mempunyai market-share yang paling kecil, baik dari segi dana terkumpul maupun penetrasi pasarnya, kategori inilah yang paling banyak mendapatkan perhatian media (Lee, et al., 2013). Canada Media Fund (2012) menyimpulkan terdapat dua sub-kategori standar dari crowdfunding basis ekuitas:
1. Model Investasi Surat Berharga (Securities Investment Model)
sepertiyang saham perusahaan dibeli oleh investor, maka pada model ini kontributor membeli kepemilikan pada perusahaan induk atau hak pada suatu proyek.
2. Model Bagi Hasil (Profit or Revenue-sharing Model
Berbeda dengan model sebelumnya, pada model ini kontributor memperoleh “share” (perolehan bagi-hasil) dari pendapatan atau keuntungan proyek dan bukannya “share” (saham) pada perusahaan persangkutan. Model ini sering disebut sebagai “Skema Investasi Kolektif” (Collective Investment Scheme).

Dibawah model crowdfunding basis ekuitas, investasi yang dimiliki investor umumnya bersifat pasif daripada aktif. Artinya, investor membeli kepemilikan atau profit shares tetapi tidak mempunyai peranan aktif dalam pengambilan keputusan manajemen. misal kasus yang paling sesuai untuk menggambarkan mekanisme crowdfunding basis ekuitas yaitu pendanaan perusahaan gres (start-up). Secara tradisional, perusahaan start-up tahap pertama (early stage start-up companies) biasanya didanai oleh kartu kredit dan tabungan pemiliknya ditambah suntikan dana dari mitra dan keluarga dekat. Biasanya, dana "tradisional" yang berhasil terkumpul ini berkisar antara 200.000-250.000 USD. Apabila dibutuhkan dana yang lebih besar, start-up akan mencari modal pertama (seed capital) pemanis kepada investor individu (biasa diistilahkan sebagai angel investors) atau perusahaan pembiayaan yang sudah berdiri (established venture capitalist). Umumnya dana pemanis ini yaitu sebesar 500.000 USD ke atas.

Hingga penelititan ini dilakukan, crowdfunding basis ekuitas yaitu illegal dilakukan di Indonesia dikarenakan perundang-undangan pasar modal (Bapepam-LK). Banyak negara juga belum mempersembahkan lampu hijau bagi acara crowdfunding basis ekuitas, contohnya Kanada. 

Ilegalnya crowdfunding basis ekuitas diakibatkan oleh beberapa info utama menyangkut keamanan dan keterandalan. Pertama, crowdfunding mempunyai faktor risiko yang tinggi, dimana penyelenggara crowdfunding tidak sanggup menjamin kepastian pengembalian modal (tergantung dari terkumpulnya dana yang ditargetkan atau tidak). melaluiataubersamaini demikian, mekanisme atas kepastian pengembalian investasi dianggap tidak andal. Kedua, portal crowdfunding tidak mengeluarkan laporan keuangan yang teraudit (audited financial statements).

Amerika Serikat menjadi penggerak akreditasi crowdfunding basis ekuitas dengan disahkannya Jumpstart Our Business Start-Ups (JOBS Act) oleh pengadilan tinggi Amerika Seikat dan ditanhadirani oleh Presiden Amerika Serikat Barrack Obama pada tanggal 5 April 2012. United States’ Securities and Exchange Commission (US SEC) selaku otoritas pengawasan pelaksanaan dari peraturan perdagangan imbas dan ekuitas Amerika Serikat didiberi peluang untuk mengevaluasi undang-undang ini hingga bulan Desember 2012 dan per Januari 2013, undang-undang ini diberlakukan secara umum. Hingga dikala ini, SEC terus mengawasi perkembangan kebijakan ini di pasar.

JOBS Act mempunyai misi menyederhanakan birokrasi dan mempersembahkan iklim yang aman bagi para usahawan baru. Inti dari undang-undang ini menyatakan bahwa “emerging growth companies” (perusahaan yang gres didirikan dan bertumbuh) diperkenankan mengumpulkan dana secara online hingga satu juta dolar Amerika Serikat (USD 1.000.000) dari terbaik dua ribu (2.000) investor tanpa memenuhi peraturan keuangan tradisional (misalnya menerbitkan laporan keuangan teraudit, dan sebagainya).

sebuah laman web penyedia, pemediasi tukar-menukar, serta penjual gambar dan foto yang umumnya dibutuhkan para desainer grafis. Website ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan desainer grafis atas pasokan gambar atau foto yang sanggup menunjang karya mereka, dimana kualitas gambar atau foto yang sanggup diunduh melalui internet umumnya mempunyai resolusi rendah. Sebaliknya, undangan foto kepada fotografer professional membutuhkan biaya yang sangat mahal. iStockPhoto menjawaban gap ini dengan menyediakan gambar atau foto dengan resolusi sangat tinggi yang sanggup diunduh dengan kimasukan harga USD 1 - 5 per foto. Menariknya, koleksi foto dalam website tersebut berasal dari kurang lebih 22.000 kontributor yang mempunyai aneka macam latar belakang profesi, bukan spesialuntuk fotogafer (baik profesional maupun amatir), melainkan juga mahasiswa, insinyur, dokter, penari, hingga ibu rumah tangga. Konsep iStockPhoto mewakili konsep umum dari crowdsourcing ini, yaitu dimana aneka macam orang dari aneka macam latar belakang keahlian, usia, bangsa, negara dan ras berkumpul dan membentuk suatu kelompok “maya” (cyber community) yang saling diberinteraksi dan bertransaksi dengan mempublikasikan konten dalam suatu wadah situs web.

2.1.1.1 Manfaat dan Kelemahan Crowdfunding
Alan (2013) menyatakan bahwa crowdfunding sanggup memecahkan dilema utama yang dimiliki perjuangan kecil, wirausaha start-up, inventor, dan pekerja kreatif untuk membiayai operasinya, yaitu dengan:

1. Menempatkan investor atau donatur yang potensial dan yang kasatmata dalam mekanisme yang cost-effective
Banyak orang mengalami kesusahan mencari dana untuk bisnis dan/atau proyek yang dijalaninya, terutama para wirausahawan muda yang belum mempunyai banyak korelasi dengan entitas bisnis atau kepada para angel investor. melaluiataubersamaini adanya crowdfunding, maka baik kreator/wirausahawan maupun investor/donatur secara mudah sanggup dipertemukan melalui portal crowdfunding. menjadikan penempatan investor atau donatur lebih efisien dari segi waktu dan biaya.

2. Crowdfunding menjadi “outlet for capital” gres bagi konsumen, investor, atau donatur online.
Secara spesifik, masyarakat modern banyak menghabiskan waktunya di Internet. melaluiataubersamaini demikian, crowdfunding sanggup menjadi outlet for capital baru, dimana para donatur, funder, atau investornya yaitu masyarakat yang menghabiskan banyak waktunya pada jaenteng internet. melaluiataubersamaini demikian, portal crowdfunding sekaligus menjadi “toko” dan biro pemamasukan yang baik. Dimana dengan kapabilitas Web 2.0 yang menempel pada crowdfunding, dimungkinkan interaksi pribadi antara kreator dengan donatur. Selain itu, pemamasukan melalui jejaring sosial juga dimungkinkan.

3. Crowdfunding memungkinkan wirausahawan atau kreator proyek mengidentifikasi investor atau donatur.
Crowdfunding sanggup menjadi masukana “proposal terbuka” dan tidak jarang suatu proyek mendapatkan perhatian dari investor yang tertarik dengan proyek yang diajukan. melaluiataubersamaini demikian, kreator atau wirausahawan tidak harus selalu menjual ilham mereka kepada pelaku venture capital.

4. Crowdfunding mempunyai potensi untuk menstimulasi ekonomi.
Crowdfunding menyediakan mekanisme pendanaan yang efisien kepada bisnis kecil (small businesses). Pasca krisis ekonomi, bisnis kecil ditengarai mempunyai kapasitas sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi (engine of economic growth). Di Amerika Serikat, misalnya, portal crowdfunding IndieGoGo.com diundang sebagai partisipan jadwal Startup America, yakni suatu inisiatif yang dilakukan White House untuk menghadirkan bisnis kecil sebagai penggerak dari pemulihan ekonomi (driver of economic recovery) Amerika Serikat pasca krisis tahun 2008.

Hadir sebagai fenomena baru, crowdfunding juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1. Kurangnya transparansi dan menghadirkan manfaat yang intangible
Sebagai salah satu model bisnis berbasis internet (internet business model) yang secara dinamis diberimprovisasi, crowdfunding berpotensi menjadi kurang transparan dan menghadirkan manfaat yang lebih intangible kepada donatur bahkan kepada regulator. Para pelaku crowdfunding yaitu masyarakat yang sangat luas, seringkali kebenaran identitasnya tidak sanggup dijamin, baik dari segi kreator maupun donatur atau investor. 

2. Potensi akan adanya kecurangan (concern for fraud)
Internet yaitu media (common vehicle) yang sangat rentan akan terjadinya kecurangan. Meskipun sejauh ini praktik crowdfunding mempunyai tingkat kecurangan yang sangat kecil, beberapa kasus sudah terjadi, dimana pencari dana membuat proposal proyek tiruan dan kemudian “menjualnya” melalui crowdfunding. Sesudah sasaran dana tercapai, si kreator tidak sanggup mempertanggungjawabankan dana yang sudah terkumpul tersebut. 

ah. Sebaliknya, undangan foto kepada fotografer professional membutuhkan biaya yang sangat mahal. iStockPhoto menjawaban gap ini dengan menyediakan gambar atau foto dengan resolusi sangat tinggi yang sanggup diunduh dengan kimasukan harga USD 1 - 5 per foto. Menariknya, koleksi foto dalam website tersebut berasal dari kurang lebih 22.000 kontributor yang mempunyai aneka macam latar belakang profesi, bukan spesialuntuk fotogafer (baik profesional maupun amatir), melainkan juga mahasiswa, insinyur, dokter, penari, hingga ibu rumah tangga. Konsep iStockPhoto mewakili konsep umum dari crowdsourcing ini, yaitu dimana aneka macam orang dari aneka macam latar belakang keahlian, usia, bangsa, negara dan ras berkumpul dan membentuk suatu kelompok “maya” (cyber community) yang saling diberinteraksi dan bertransaksi dengan mempublikasikan konten dalam suatu wadah situs web.

2.1.1.1 Mekanisme Crowdfunding Secara Umum
Aktor utama dalam mekanisme crowdfunding yaitu individu pencari dana, portal crowdfunding sebagai penghubung (intermediary), dan masyarakat sebagai donatur. Proses crowdfunding dimulai dengan individu pencari dana melaksanakan pendaftaran pada portal crowdfunding secara online. Sesudah melaksanakan registrasi, pencari dana mengajukan proposal kepada portal crowdfunding. Portal crowdfunding bersama dengan melaksanakan seleksi atas proposal yang dikirimkan. Apabila diterima, maka proyek akan ditampilkan pada halaman portal dan individu pencari dana tersebut dinamakan kreator. Selama periode proyek tersebut ditampilkan pada halaman portal crowdfunding (umumnya antara 30-90 hari), baik pihak portal crowdfunding dan kreator melaksanakan kampanye dan sosialisasi melalui media sosial. Masyarakat yang tertarik sanggup berpartisipasi dengan menjadi donatur. Dana kemudian dikirimkan dengan cara transfer bank ke rekening milik portal crowdfunding. Metode penyaluran dana pada crowdfunding di Indonesia gres mengenal dan memanfaatkan metode transfer bank. Apabila sasaran dana terkumpul, maka dana akan ditransfer oleh portal crowdfunding kepada kreator proyek dan sebaliknya, bila dana tidak mencapai target, maka akan dikembalikan kepada donatur atau donatur didiberikan pilihan untuk mengalihkan dana kepada proyek lain yang juga sedang ditampilkan pada halaman portal crowdfunding.

2.1.1.1 Crowdfunding dan Fundraising
Dari definisi umum, crowdfunding tidaklah tidak sama dengan penggalangan dana tradisional (atau dikenal sebagai fundraising). Bahasa Indonesia semenjak usang mempunyai istilah “patungan” atau “urunan” untuk menyebut proses pengumpulan dana bernominal kecil dari banyak individu. Baru pada working definition-lah terlihat perbedaan crowdfunding dengan fundraising.

Sesungguhnya yang gres dari crowdfunding bukanlah konsepnya, melainkan kemampuannya mengeksploitasi kapabilitas dari teknologi Web 2.0 dan jejaring sosial, terutama menyangkut fungsi “jaenteng dan pemamasukan mengular” (viral networking and marketing), yang mendayakan mobilisasi pengguna dalam jumlah besar dari komunitas web spesifik dalam waktu yang relative singkat. Prinsipnya, siapa saja yang terhubung melalui internet sanggup mengakses web crowdfunding dan mengumpulkan dana untuk suatu proyek yang mewakili common interest yang sama.

Pengumpulan dana patungan dan urunan umumnya dilakukan dalam skala kecil, yaitu di lingkungan yang terbatas dimana para pengumpul dana umumnya saling mengenal atau berada di bawah institusi yang sama (misalnya: satu kantor, satu daerah ibadah, dan sebagainya). Dari segi proses, model pengumpulan dana patungan dan urunan biasanya juga dilakukan secara tradisional, contohnya dikumpulkan di kantung atau amplop dan dikelola oleh seorang penanggungjawaban.

Hal tersebut tidak sama dengan crowdfunding. Secara skala, crowdfunding sanggup meraih masa yang lebih luas. sepertiyang karakteristik crowdsourcing secara umum, terdapat kemungkinan yang besar bahwa para donatur tidak saling mengenal dan berasal dari latar belakang yang tidak sama-beda. Laporan Deloitte (2013) menyatakan bahwa pendukung crowdfunding biasanya mengkontribusikan sebesar persentase yang kecil (umumnya kurang dari 1%) dari total dana terkumpul namum proyek crowdfunding umumnya didukung oleh ribuan pendukung. Dalam urunan atau patungan tradisional, maka skalanya lebih kecil.

2.1.2 Crowdsourcing dan Crowdfunding
Dalam pembahasannya, baik crowdsourcing maupun crowdfunding umumnya sering dibahas bergantian bahkan terkadang terjadi overlapping. Kleemann et al. (2008), contohnya, berserius pada fenomena crowdsourcing namun mengulas sedikit terkena crowdfunding. Baik pada crowdsourcing maupun crowdfunding, masyarakat berkontribusi secara kolektif kepada beberapa aspek dalam proses produksi dan/atau mempersembahkan solusi atas perancangan atau dilema lainnya. Meskipun mempunyai banyak kesamaan, terdapat perbedaan signifikan antara crowdsourcing dan crowdfunding. 

Menurut Howe (2006), pada crowdsourcing, suatu kiprah dialihdayakan dalam bentuk undangan terbuka (open call) kepada kelompok masyarakat yang besar tanpa persyaratan tertentu (large but undefined group of people). Leimester et al. (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi pada crowdsourcing yaitu pembelajaran, kompensasi langsung, promosi diri, dan keuntungan sosial. Model crowdfunding, sebaliknya, tidak membutuhkan partisipasi dalam bentuk kontribusi pengetahuan namun lebih kepada kiprah promosional dan kiprah investasi sebagai santunan terhadap inisiatif crowdfunding. Partisipasi yang lebih ekstensif ini cenderung dimotivasi oleh faktor-faktor lainnya yang akan dicoba untuk dianalisis pada penelitian ini.

2.1.2.1 Crowdfunding bagi Sistem Informasi dan Akuntansi
Pertumbuhan crowdfunding "matters" (penting) setidaknya lantaran dua alasan: Pertama, proyek-proyek crowdfunding mempersembahkan mekanisme pendanaan bagi inovator-inovator baru. Kedua, portal crowdfunding sendiri ialah "jenis baru" dari mekanisme portal internet. melaluiataubersamaini demikian, secara tidak langsung, crowdfunding menandai babak gres dalam bidang teknologi dan keuangan, dua bidang yang mempunyai efek besar pada era ini.

2.2 World Wide Web (WWW
World Wide Web, yang bisa disingkat sebagai Web saja, yaitu sebuah sistem yang meliputi dokumen-dokumen hypertext yang saling terinterkoneksi (interlinked hypertext documents) yang sanggup diakses melalui internet.WWW berbentuk suatu ruang informasi yang digunakan oleh pengenal global yang disebut Uniform Resource Identifier atau URI. WWW sering dianggap sama dengan Internet secara keseluruhan, walaupun tolong-menolong ia spesialuntuklah penggalan daripada Internet (Darma, 2009). Melalui web, para pengguna sanggup mengakses informasi-informasi yang tidak spesialuntuk berupa teks tetapi bisa juga berupa gambar, suara, video dan animasi yang ternavigasi melalui hyperlink.

WWW ditemukan oleh insinyur berkebangsaan Inggris, Sir Tim Berners-Lee. Pada bulan Maret 1989, Sir Tim Berners-Lee mengajukan proposal sistem hypertext yang pernah ia kembangkan sebelumnya kepada CERN, sebuah organisasi riset Eropa yang bermarkas di Geneva. Pada tahun 1990, Berners-Lee bersama rekannya, seorang ilmuwan komputer asal Belgia, Robert Cailliau, memprakarsai hadirnya hypertext yang sanggup "menyambungkan dan memdiberi saluran atas informasi selayaknya jaring node dimana pengguna sanggup mencarinya sekehendak hati”.

Pada 30 April 1993, CERN mengumumkan bahwa World Wide Web sanggup digunakan secara gratis oleh siapapun. Sejarah inilah yang memprakarsai penerapan WWW sebagaimana remaja ini.

2.2.1 Web Page
Web Page yaitu sebuah dokumen, umunya ditulis dalam bentuk teks polos (plain text) yang diselingi dengan kode formatting Hypertext Markup Language (HTML, XHTML). Web Pages diakses dan ditransportasikan melalui Hypertext Transfer Protocol (HTTP), yang biasanya diperlengkapi dengan enkripsi (HTTP Secure, HTTPS) untuk menjamin kerahasiaan bagi pengguna webpage.

2.2.2 Web Site
Web Site, atau sering disingkat site, yaitu sekumpulan dari web page yang saling berkaitan. Sebuah website minimal di-host oleh satu server web yang sanggup diakses melalui jaenteng internet atau private local area network. Semua web site yang sanggup diakses oleh publik mendasari World Wide Web.

2.2.3 Web 2.0
Web 2.0 meliputi aplikasi dan teknologi yang memungkinkan pengguna untuk membuat (create), mengubah (edit), dan mendistribusikan isi (distribute content). melaluiataubersamaini kemampuannya tersebut, Web 2.0 dikenal dengan sebutan media umum (Laudon dan Traver, 2012). Web 2.0 termasuk komunitas berbasis web (web-based communities), situs jejaring sosial (social networking sites), situs menyebarkan video (video-sharing sites), blog, wiki, dan banyak bentuk lainnya. Web 2.0 menjadi penggalan yang tidak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat era ke-21 ini (Salman, et al., 2013). Tidak mirip tahun-tahun sebelumnya, media umum dikala ini dianggap sebagai penggalan penting dalam keberlangsungan perusahaan. Van der Meulen (2012) menyatakan bahwa perkembangan Web 2.0 ialah satu dari 10 prioritas utama bagi para Chief Information Officer (CIO).

2.3 Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coporate Governance)
2.3.1 Sejarah GCG
Konsep Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good Corporate Governance (GCG) muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 2012). Pada dikala itu, Amerika Serikat mengalami gejolak ekonomi dimana banyak perusahaan melaksanakan restrukturisasi dengan merebut kendali atas perusahaan lain melalui merger dan akuisisi. Tindakan ini mengakibatkan protes keras dari masyarakat atau publik lantaran banyak merger dan akuisi tersebut yang merugikan para pemegang saham akhir kesalahan administrasi dalam pengambilan keputusan. Publik menilai bahwa administrasi mengabaikan kepentingan-kepentingan para pemegang saham sebagai pemilik modal perusahaan dalam mengelola perusahaan.

Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Budiati (2012) menyatakan bahwa selain faktor politik, krisis yang berkepantidakboleh tersebut dinilai lantaran tidak dikelolanya perusahaan-perusahaan secara bertanggungjawaban, mengabaikan regulasi, serta sarat dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia menanhadirani Nota Kesepakatan (Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) untuk mendorong terciptanya iklim yang lebih aman bagi penerapan GCG melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Berdasarkan keputusan tersebut, Pemerintah Indonesia mendirikan forum khusus, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang mempunyai kiprah pokok dalam merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional terkena GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia. 

Pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia memperluas kiprah KNKCG melalui surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas cakupan kiprah sosialisasi Governance bukan spesialuntuk di sektor korporasi tetapi juga di sektor publik. KMKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman GCG yang sebelumnya diterbitkan pada tahun 2001 oleh KMKCG. Pedoman yang gres ini memdiberi pementingan kepada pengungkapan dan transparansi serta memperjelas kiprah tiga pilar pendukung (negara, dunia usaha, dan masyarakat). 

Sejauh ini, penegakan aturan untuk penerapan CGG belum memutuskan hukuman bagi perusahaan yang belum menerapkan maupun yang sudah menerapkan tetapi tidak sesuai standar pelaksanaan GCG. Meskipun demikian, penerapan GCG memdiberi nilai tambah bagi perusahaan. Perusahaan yang melaksanakan peningkatan pada kualitas GCG pertanda peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung pertanda penurunan pada penilaian pasar (Cheung, 2011).

2.3.2 Definisi
Menurut Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG), Konsep Corporate Governance sanggup didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan biar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan cita-cita para pemangku kepentingan atau stakeholders (IICG, 2009). Good Corporate Governance sanggup didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak internal maupun eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk mempersembahkan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. 

Good memberikan tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan, memberikan kepatutan dan keteraturan operasional perusahaan sesuai dengan konsep corporate governance. Struktur yaitu susunan atau rangka dasar administrasi perusahaan yang didasarkan pada pendistribusian hak-hak dan tanggung balasan di antara pihak-pihak dalam perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan pemegang saham) serta stakeholder lainnya, dan aturan-aturan maupun prosedur-prosedur untuk pengambilan keputusan dalam korelasi perusahaan. Sistem yaitu mekanisme formal dan informal yang mendukung struktur dan taktik operasional dalam suatu perusahaan. Proses yaitu kegiatan mengarahkan dan mengelola bisnis yang direncanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, menyelaraskan sikap perusahaan dengan ekspektasi dari masyarakat, serta mempertahankan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham. Dari definisi tersebut sanggup disimpulkan bahwa GCG ialah:
  1. Suatu struktur yang mengatur pola korelasi serasi tentang kiprah dewan komisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya.
  2. Suatu sistem pengawasan dan keseimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang sanggup membatasi munculnya dua peluang, yaitu pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
  3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, diberikut dengan pengukuran kinerjanya.
melaluiataubersamaini demikian, maka tata kelola perusahaan yang baik merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang memmenolong memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk membuat nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung balasan kepada para pemangku kepentingan lain, contohnya karyawan, pemasok, serta masyarakat pada umumnya (Merchant, 2007).

2.3.3 Teori GCG
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance berdasarkan Shaw (2003) yaitu stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis terkena sifat insan yakni bahwa insan pada hakekatnya sanggup dipercaya, bisa bertindak dengan penuh tanggung jawaban, mempunyai integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. melaluiataubersamaini kata lain, stewardship theory memandang administrasi sebagai sanggup mendapatkan amanah untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Teori ini sering disandingkan dengan literatur terkena stakeholders theory, dimana suatu perusahaan tidak spesialuntuk memandang bahwa stakeholders yaitu investor dan kreditor saja, melainkan antara lain pemerintah, pelanggan, pemasok, karyawan (tenaga kerja), masyarakat, dan lingkungan. Teori ini menitikberatkan kiprah penting stakeholders pada suatu entitas bisnis. melaluiataubersamaini demikian, suatu entitas harus bisa mempersembahkan kepuasan terhadap stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk sanggup memenuhi tiruana tuntutan stakeholders biar sanggup mendukung pencapai tujuan perusahaan. Dalam tesisnya, Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu cara yang sanggup digunakan untuk mengelola tuntutan stakeholders yaitu dengan menerapkan GCG secara efektif. 

Sementara itu, agency theory dikembangkan pertama kali pada tahun 1976 oleh Jensen dan Meckling. Teori ini memandang administrasi perusahaan sebagai biro bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory menerima respon lebih luas dibandingkan teori stewardship lantaran dipandang mencerminkan kenyataan yang terjadi di korporasi (terutama korporasi berakuntabilitas publik).

2.3.4 Pilar Utama GCG
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar utama yang saling melengkapi, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia perjuangan sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk (Zarkasyi, 2008).
Peran dasar yang dilaksanakan masing – masing pilar adalah:
1. Negara dan Perangkatnya
Negara dan perangkatnya membuat peraturan perundang – undangan yang menunjang iklim perjuangan yang sehat, efisien, dan transparan, serta menjalankan penegakkan aturan secara konsisten (consistent law enforcement). Peranan negara sanggup dijelaskan lebih lanjut antara lain:
  • Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem aturan nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia perjuangan dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk sanggup melaksanakan penyempurnaan atas peraturan perundang-undangan secara berkelanjutan.
  • Mengikutsertakan dunia perjuangan dan masyarakat secara bertanggungjawaban dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules)
  • Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang mempunyai inttegritas dan profesionalitas yang tinggi
  • Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan aturan secara konsisten.
  • Mencegah terjadinya korupsi, kongkalikong dan nepotisme (KKN).
  • Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang terperinci untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integrasi yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim perjuangan yang sehat, efisien dan transparan.
  • Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan pelapor (whistleblower) yang mempersembahkan informasi terkena suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemdiberi informasi sanggup berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain
  • Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk ketentuan yang sanggup membuat iklim perjuangan yang sehat, efisien dan transparan.
  • Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam hal negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
2. Dunia Usaha 
Dunia perjuangan sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Peranan dunia perjuangan dalam pelaksanaan GCG antara lain:
  • Menerapkan watak bisnis secara konsisten sehingga sanggup terwujud iklim perjuangan yang sehat, efisien dan transparan.
  • Bersikap dan berperilaku yang menunjukkan kepatuhan dunia perjuangan dalam melaksanakan peraturan perundang – undangan
  • Mencegah terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
  • Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.
  • Melaksanakan fungsi ombudsman untuk sanggup menampung informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman sanggup dilaksanakan bersama pada suatu kelompok perjuangan atau sektor ekonomi tertentu.
3. Masyarakat (Publik)
Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia perjuangan serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, memberikan kepedulian dan melaksanakan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawaban. Peranan masyarakat dalam pelaksanaan GCG, antara lain:
  • Melakukan kontrol sosial dengan mempersembahkan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara obyektif dan bertanggung jawaban.
  • Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia perjuangan dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
  • Mematuhi peraturan perundang – undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawaban.
2.3.5 Prinsip-Prinsip GCG
Sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. melaluiataubersamaini demikian, suatu entitas sanggup mempersembahkan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG di setiap aspek bisnisnya. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor: KEP-117/MMBU/2002 serta berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Prinisp-prinsip ini diharapkan untuk mencapai kesinambungan perjuangan (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan sebagai diberikut:

1. Transparansi (Transparency)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan terkena perusahaan. Prinsip dasar: untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Pedoman pokok pelaksanaannya:
  • Perusahaan harus sanggup menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
  • Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, belakang layar jabatan, dan hak-hak pribadi.
  • Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan sehingga diketahui resiko yang mungkin terjadi dan keuntungan yang sanggup diperoleh dalam melaksanakan transaksi dengan perusahaan sekaligus ikut serta dalam mekanisme pengawasan dalam perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawabanan organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terealisasi secara efektif. Prinsip dasar: Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan para pemangku kepentingan. melaluiataubersamaini demikian, penyajian informasi secara transparan, akurat dan reliabel perlu terlebih lampau dijamin mengingat akuntabilitas tidak sanggup ditegakkan tanpa adanya transparansi, akurasi dan reliabilitas informasi. Akuntabilitas ialah prasyarat yang diharapkan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 

Menurut Sadjiarto (2003), akuntabilitas sanggup dipandang dari aneka macam perspektif antara lain:
a. Perspektif Akuntansi, 
American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas terbagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) akuntabilitas terhadap sumber daya finansial, (2) kepatuhan terhadap aturan aturan dan kebijakan administratif, (3) efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan, dan (4) hasil jadwal dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian tujuan, manfaat dan efektivitas.

b. Perspektif Fungsional
Menurut perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap yang tidak sama, dipertamai dengan tahap yang lebih banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: (1) akuntabilitas probitas dan legalitas, (2) akuntabilitas proses, (3) akuntabilitas performa, (4) akuntabilitas program, dan (5) akuntabilitas kebijakan.

c. Sistem Akuntabilitas
Berdasarkan perspektif sistem akuntabilitas, karakteristik pokok sistem akuntabilitas adalah: (1) berserius pada hasil (outcomes), (2) memakai beberapa indikator yang sudah dipilih untuk mengukur kinerja, (3) menghasilkan informasi yang mempunyai kegunaan bagi pengambilan keputusan atas suatu jadwal atau kebijakan, (4) menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu, serta (5) melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur.

Pedoman pokok pelaksanaannya:
  • Praktek audit internal yang efektif untuk memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
  • Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung balasan dalam anggaran dasar perusahaan dan sasaran pencapaian perusahaan di masa depan.
  • Meyakini bahwa tiruana komponen perusahaan dan tiruana karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawaban, dan kiprah keduanya dalam pelaksanaan GCG.
  • Memiliki ukuran kinerja untuk tiruana jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, samasukan utama dan taktik perusahaan, serta mempunyai sistem penghargaan dan sanksi.
  • Dalam melaksanakan kiprah dan tanggung jawabannya, setiap komponen perusahaan dan tiruana karyawan harus berpegang pada watak bisnis dan pedoman sikap (code of conduct) yang sudah disahkan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas atau pertanggungjawabanan yaitu kesesuaian dan kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan dengan dilema pajak, korelasi industrial, proteksi lingkungan hidup, kesehatan atau keselamatan kerja, standar pengpenghasilanan, dan persaingan yang sehat. Prinsip dasar: perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung balasan terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga sanggup terpelihara kesinambungan perjuangan dalam jangka panjang dan menerima pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaannya:
  1. Pihak-pihak perusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
  2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung balasan sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Independensi atau kemandirian yaitu suatu keadaan ketika perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan efek atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip dasar: untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak sanggup diintervensi oleh pihak lain. Pedoman pokok pelaksanaannya:
  1. Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala efek atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan sanggup dilakukan secara obyektif.
  2. Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung balasan antara satu dengan yang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Kesetaraan dan kewajaran sanggup didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga meliputi beberapa aspek adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem aturan dan penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari aneka macam bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul proteksi kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Juga diharapkan sanggup mempersembahkan proteksi kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan serta keadilan juga harus dirasakan oleh para karyawan dan masyarakat lingkungannya. Fairness memerlukan syarat biar bisa diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundangundangan yang jelas, tegas dan konsisten dan sanggup ditegakkan secara efektif. Pedoman pokok pelaksanaannya:
  1. Perusahaan harus mempersembahkan peluang kepada pemangku kepentingan untuk mempersembahkan masukan dan memberikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka saluran terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
  2. Perusahaan harus mempersembahkan perlakuan yang setara dan masuk akal kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang didiberikan kepada perusahaan.
  3. Perusahaan harus mempersembahkan peluang yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
2.3.6 GCG bagi Perusahaan Kecil dan Menengah
Melihat sejarahnya, GCG ialah suatu konsep manajerial yang diarahkan untuk segmen korporasi (corporate) atau organisasi yang sudah mempunyai struktur dan sistem internal yang baik. Hal ini juga terlihat dengan lebih berkembangnya agency theory dibandingkan dengan stewardship theory pada implementasi GCG di perusahaan. melaluiataubersamaini demikian, beberapa literatur mempertanyakan relevansi penerapan konsep GCG pada sektor perjuangan kecil menengah.

Secara konseptual, prinsip GCG mergandung nilai luhur (value) yang berlaku bagi pelaku bisnis manapun, tentunya bagi mereka yang masih berpegang pada watak bisnis. Prinsip transparansi mendorong entitas bisnis biar secara transparan tanpa berupaya menutup-nutupi aneka macam hal yang memang semestinya menjadi hak publik. Prinsip akuntabilitas memdiberi pedoman tentang bagaimana perjuangan dijalankan secara terarah, terukur, dan terjadwal secara baik. Prinsip responsibilitas mempersembahkan rambu-rambu atas pertanggungjawabanan yang harus diemban perusahaan. Sedangkan prinsip fairness mempersembahkan pedoman bagaimana perjuangan bisa mempersembahkan nilai tambah positif yang sanggup dinikmati oleh tiruana pihak secara fair dan proporsional.

Kita tentunya sepakat bahwa ketiga nilai yang terkandung dalam konsep GCG tersebut ialah nilai universal yang semestinya menjadi contoh dan pegangan bagi tiruana entitas bisnis, baik perjuangan besar maupun kecil dengan satu tujuan meningkatkan nilai tambah bagi tiruana pihak (stakeholders).

Iyuk Wahyudi (2008) mengemukakan beberapa kondisi riil dari entitas perjuangan kecil dan menengah:
  1. Model pengelolaan administrasi UKM yang lebih banyak didominasi masih one man show atau single fighter.
  2. Belum dikenal pemilahan antara aset dan kepentingan pribadi dengan bisnis.
  3. Sebagian besar struktur modal UKM masih di dominasi modal pendiri.
  4.  Transparansi dan pengelolaan keuangan secara profesional belum menjadi suatu kebutuhan.
  5. Pola pikir jangka pendek, mudah puas, dan tanpa perencanaan perjuangan yang matang dan terarah.
Kelima kondisi di atas menghambat efektifitas penerapan konsep GCG di sektor perjuangan kecil-menegah mengingat kondisi tersebut berlawanan dengan lingkungan yang disyaratkan untuk terlaksananya prinsip GCG secara baik. misal yang paling utama adalah, untuk mewujudkan nilai transparansi, akuntabilitas, dan fairness, konsep GCG menghendaki adanya pertolongan fungsi dan kewenangan antara komisaris dan manajemen. Bila tidak, maka efektifitas kerja akan terganggu dan memungkinkan terjadinya conflic of interest diantara kedua fungsi yang memang tidak sama itu. Meskipun demikian, pada sektor UKM, kedua fungsi dan kiprah tersebut sering kali dilakukan oleh satu individu. Seseorang bisa menjabat sebagai administrator sekaligus pemilik perusahaan, bahkan tak jarang fungsi-fungsi yang lain pun dirangkapnya. misal lain yang signifikan, hampir sebagian besar sektor kecil dan menengah belum memdiberi perhatian khusus untuk menerapkan sistem keuangan yang standar dalam perusahaan.

Iyuk Wahyudi (2008) mengemukakan beberapa peluang untuk “melegitimasi” dimungkinkannya prinsip GCG bagi sektor kecil dan menengah, diantaranya:
  1. Sektor perjuangan kecil dan menengah sangat concern dan responsif terhadap aneka macam info sosial yang secara pribadi maupun tidak pribadi disebabkan oleh keberadaan usaspesialuntuk. Bagi pengusaha UKM, yang ditakutkan bukan hukuman aturan formal, melainkan hukuman sosial yang terkadang justru dirasakan lebih “kejam”.
  2. Motif sektor kecil dan menengah lebih bersifat social-entrepreneurship, sehingga umumnya tidak melaksanakan praktik perjuangan yang melanggar hukum. melaluiataubersamaini skala usaspesialuntuk yang kecil, maka prinsip GCG mirip fairness, keterbukaan informasi, jujur, dan integritas umumnya dilakukan dengan sangat baik. Sebenarnya selama ini sektor kecil dan menengah sudah menerapkan sebagian dari prinsip-prinsip GCG.
2.4 Structural Equity Modeling (SEM)
Berbeda dengan penelitian dalam bidang eksak, salah satu dilema utama dalam penelitian sosial, prikologi, dan ekonomi yaitu bagaimana mengukur suatu objek untuk memperoleh data yang akurat dan informatif sehingga sanggup mengambil keputusan yang benar dan sanggup dipercaya. Structural Equation Modeling (SEM) yaitu salah satu analisis statistik terkenal yang banyak digunakan dalam lingkup penelitian sosial, psikologi, ekonomi, dan bidang lainnya tersebut. SEM sanggup digunakan untuk mengukur besarnya korelasi (pengaruh) di antara serangkaian (kompleks) variabel, baik efek pribadi maupun tidak pribadi yang dilakukan secara simultan. Pada sub-bab ini, beberapa istilah umum yang berkaitan dengan SEM akan diuraikan.

2.4.1 Jenis Penelitian
Sugiyono (2009) menyatakan bahwa jenis penelitian sanggup dikelompokkan berdasarkan bidang, tujuan, metode, tingkat klarifikasi (level of explanation) dan waktu. Secara spesifik dari segi waktu, suatu penelitian sanggup dibagi menjadi:
1. Penelitian cross-sectional
Penelitian cross-sectional (cross-sectional research) yaitu penelitian yang melibatkan observasi terhadap populasi atau sampel yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Penelitian ini spesialuntuk digunakan dalam waktu yang tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang tidak sama untuk diperbandingkan.

2. Penelitian longitudinal
Penelitian longitudinal (longitudinal research) yaitu jenis penelitian yang mengamati perubahan subjek penelitian dalam periode waktu yang lama. Umumnya, penelitian jenis ini digunakan untuk penelitian jangka panjang. Karakteristik dan cakupan utama dari penelitian longtudinal meliputi:
  • Data dikumpulkan untuk setiap variabel pada dua atau lebih periode waktu tertentu.
  • Subjek atau kasus yang dianalisis sama, atau setidaknya sanggup diperbandingkan antara satu periode dengan periode diberikutnya.
  • Analisis melibatkan perbandingan data yang sama dalam satu periode dengan antar metode yang tidak sama.
2.4.2 Hipotesis
Hipotesis ialah jawabanan sementara terhadap rumusan dilema penelitian (Sugiyono, 2009). Oleh lantaran itu rumusan dilema penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara lantaran jawabanan yang didiberikan gres didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga sanggup ditetapkan sebagai jawabanan teoritis terhadap rumusan dilema penelitian, belum jawabanan yang empirik (Sugiyono, 2009).

2.4.3 Skala Data
Dalam ilmu statistik dikenal empat skala dilihat dari jenis data yang digunakan dalam penelitian sebagaimana dituliskan oleh Kurniawan dan Yamin (2009), yaitu:
1. Skala Nominal
Skala ini sering juga disebut sebagai skala kategori atau skala atribut. Dalam skala nominal, data spesialuntuk sanggup dibedakan berdasarkan sifat fisiknya. Sebagai contoh: data jenis kelabuin (laki-laki dan perempuan) dan data warna (merah, kuning, hijau, dan sebagainya). Apabila skala nominal dikonversikan menjadi angka, contohnya 1 untuk pria dan 0 untuk perempuan, maka tidak menjadikan bahwa 1 lebih besar daripada 0. Pemdiberian angka yang didiberikan spesialuntuk bersifat sebagai label saja.

2. Skala Ordinal
Skala ini sering disebut juga sebagai skala peringkat atau skala tingkatan. misal dari skala ordinal yaitu data tingkat pendidikan atau tingkat preferensi/persetujuan. Dalam tingkat pendidikan, terdapat SD, SMP, SMA, dan Sarjana, sedangkan dalam tingkat preferensi/persetujuan terdapat Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, dan Sangat Setuju. Angka yang didiberikan untuk skala ordinal memberikan nilai peringkat dari objek. Misalnya, 1 untuk Sangat Tidak Setuju, 2 untuk Tidak Setuju, 3 untuk Netral, 4 untuk Setuju, dan 5 untuk Sangat Setuju.

3. Skala Interval
Skala interval yaitu suatu pemdiberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah sifat lainnya, yaitu jarak yang sama. Pengukuran skala interval menunjukkan jarak yang sama dari ciri atau objek yang diukur. Sebagai contoh yaitu data frekuensi, yaitu 1x, 2x, 3x, 4x, dan seterusnya.

4. Skala Rasio
Skala rasio yaitu ukuran yang meliputi beberapa aspek tiruana ukuran di atas ditambah satu sifat lagi, yaitu skala yang diukur mempersembahkan keterangan tentang nilai adikara dari objek yang diukur. Ukuran rasio mempunyai titik nol, sehingga ukuran rasio ini sanggup dilakukan perkalian ataupun pertolongann. Angka pada skala rasio memberikan nilai tolong-menolong dari objek yang diukur. misal dari ukuran ratio: ukuran timbangan berat badan, ukuran tinggi badan, dan lain-lain.

2.4.4 Analisis Faktor
Analisis Faktor (Factor Analysis) yaitu salah satu keluarga statistik multivariat yang bertujuan untuk meringkas atau mereduksi variabel amatan secara keseluruhan menjadi beberapa variabel atau dimensi baru, namun variabel atau dimensi gres yang terbentuk tetap bisa merepresentasikan variabel utama (Kurniawan dan Yamin, 2009). Analisis Faktor memungkinkan untuk mengusut interrelasi diantara variabel-variabel yang banyak jumlahnya dan menerangkannya berdasarkan dimensi. Analisis Faktor digunakan ketika seorang peneliti berusaha untuk memahami struktur interrelasi diantara variabel dalam sebuah kumpulan data. Terdapat dua pendekatan utama dalam Analisis Faktor, yaitu:
1. Explanatory Factor Analysis
Menggunakan metode multivariat untuk menguji sebuah korelasi yang belum diketahui. Explanatory factor analysis digunakan bila jumlah faktor yang akan terbentuk tidak ditentukan terlebih lampau melainkan berkembang selama periode penelitian (Kurniawan dan Yamin, 2009).

2. Confirmatory Factor Analysis
Yaitu analisis faktor yang melibatkan pengujian secara empirik bagi signifikansi dan ketidaksignifikansian satu atau banyak variabel yang sudah ditentukan sebagai penganalisis suatu hipotesis. Confirmatory factor analysis digunakan bila faktor yang terbentuk sudah diputuskan terlebih lampau. Pada aplikasinya, SEM memakai confirmatory factor analysis.

2.4.4.1 Dimensi
Dalam praktiknya, para peneliti sosial, psikologi, dan ekonomi mengembangkan suatu dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur suatu objek amatan. Dimensi didefinisikan sebagai alat ukur yang memenuhi kriteria valid, reliabel, praktis, dan ekonomis. Dimensi sebaiknya ialah suatu alat ukur yang baik dan bisa mempersembahkan informasi yang benar, baik secara logis maupun teoritis.

2.4.4.2 Konstrak
Menurut Kurniawan dan Yamin (2009), konstrak yaitu konsep yang sanggup didefinisikan secara konseptual namun tidak sanggup diukur secara pribadi oleh peneliti sehingga harus diukur dengan asumsi dalam bentuk indikator. Konstrak yaitu dasar pembentukan korelasi kausal (sebab-akibat). Dalam praktik penelitian berbasis kuesioner, sebuah konstrak didefinisikan sebagai suatu hipotesis permasalahan yang akan diteliti. Sebagai contoh, peneliti mereview korelasi kualitas proyek terhadap motivasi donatur crowdfunding untuk menyumbang. Mengingat korelasi ini tidak sanggup diukur secara langsung, maka didefinisikan sebagai suatu konstrak atau konstrak laten. Kurniawan dan Yamin (2009) mendefinisikan variabel konstrak laten sebagai operasionalisasi suatu konstrak dalam model persamaan struktural dimana sebuah konstrak laten tidak sanggup diukur secara pribadi tetapi sanggup direpresentasikan atau ditentukan oleh satu atau lebih indikator.

2.4.4.3 Variabel Manifest (Indikator)
Kurniawan dan Yamin (2009) mengutip definisi Hair et al. (1995) terkena variabel manifest yaitu sebagai suatu nilai observasi untuk penggalan spesifik yang dipertanyakan, baik dari responden yang menjawaban pertanyaan (misalnya melalui kuesioner) maupun observasi yang dilakukan oleh peneliti. Dalam teori statistik, variabel manifest lebih umum disebut sebagai indikator. Meskipun demikian, buku-buku terkena SEM lebih umum menyebutnya sebagai variabel manifest. Berhubungan dengan sub-bab sebelumnya yang mengulas terkena konstrak, diketahui bahwa suatu konstrak laten tidak sanggup diukur secara pribadi sehingga membutuhkan indikator-indikator untuk mengukurnya. Dalam format kuesioner, variabel manifest ialah item-item pertanyaan dari setiap variabel yang dihipotesiskan.

2.5 Penelitian Terlampau
Penelitian terlampau yang dijadikan contoh untuk penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Berglin dan Strandberg (2013) serta Ordanini, Miceli, Pizzetti, dan Pasuraman (2011). Atas penelitian kualitatif yang dilakukan Ordanini, Miceli, Pizzetti, dan Pasuraman (2011), dilakukan penelitian kuantitaitf oleh Berglin dan Strandberg (2013). Penelitian ini kemudian menguji kembali secara kuantitatif variabel penelitian Berglin dan Strandberg (2013) tersebut, sebagai diberikut:

LihatTutupKomentar